DIRJEN Perhubungan Udara Kardono dua minggu lalu telah
menjelaskan secara panjang-lebar sebab musabab kecelakaan
pesawat Fokker F-28 Garuda di Palembang, tahun lalu. Namun
sebelum penjelasan pers itu, dari Manado awal tahuri ini tersiar
berita kecelakaan pesawat terbang lagi. Kali ini maskapai swasta
Mandala Airlines yang jadi korban. Untuk Manado, ini kecelakaan
pesawat yang kedua. Yang berbeda dengan kasus-kasus lainnya di
Jawa dan Sumatera sampai sekarang masih kabur duduk perkaranya.
Berikut ini laporan pembantu TEMPO Phill. M. Sullu yang
menguraikan pangkal peristiwanya:
Saat itu pukul 14.05 waktu Indonesia bagian Tengah, hari Rabu 7
Januari. Menara pengawas Mapanget Manado yang sesuai jadwal
sedang menunggu tibanya sebuah pesawat Mandala Airlines,
mendapat kontak dengan sebuah pesawat yang sedang mendekat.
Inilah pesawat jenis Vicker Viscount berkode PK-RVK dengan nama
gagah "Garuda Mataram" diterbangkan oleh Captain Pilot Soemitro
bersama Co pilot Imansal Bahri Siregar yang sedang mengakhiri
jalur terbang Jakarta -- Surabaya Ujung Pandang -- Manado. Dalam
kontak pertama ini, menara Mapanget segera menyuguhkan data-data
meteorologi yang disadap dari alam sekitar, kesempatan terakhir.
Angin berhembus arah Selatan dengan kecepatan 200 knts, cuaca
hanya memungkinkan tembus pandang sqauh 6 - 8 km, temperatur 24
derajat Celsius, sedangkan tekanan pada permukaan lapangan
996/29,43 inci.
Begitu puas dengan layanan sang menara pengawas, tamu yang belum
nampak itu pamit dari radio dengan pesan akan panggil lagi 5
menit sebelum pedaratan. Sesuai janji, betul pukul 14.22 tamu
tadi mengadakan calling lagi untuk mendapatkan data-data
terakhir. Cuaca saat itu sudah berobah. Awan stratus tidak lagi
memercik bumi dengan hujan renyai tapi menyiram dengan hujan
ringan yang cukup basah. Angin berobah 280 knots, dan altimeter
menunjukkan 996/29.71 inci sedangkan daya tembus pandang 2 - 4
km. Setelah mendapat data terbaru sang pesawat memberi pesan
akan memberi tahu kalau sudah dekat landasan.
Pukul 14.27 sesuai janji Caruda Mataram itu nongol di ujung
landasan sebelah selatan di atas ketinggian 1000 kaki. Sejak itu
tidak ada hubungan lagi dengan tower untuk menjaga konsentrasi
sang pilot melakukan pendaratan. Di saat pesawat ini menukik dan
menyentuh landasan pada pukul 14.29 terjadi perobahan cuaca yang
sangat mendadak. Daya tembus pandang memendek menjadi 1 - 2 km.
Pesawat menyentuh laldasan pada jarak sekitar 500 meter dari
ujung landasan sebelah Selatan, dengan roda kanan lebih dahulu
menjamah bumi dari pada roda kiri, sehingga pesawat oleng
sedikit. Sesudah itu pesawat meluncur sepanjang 1 km di atas run
way, lalu menggeser ke pinggir kiri sehingga roda kiri keluar
dari landasan menyapu lampu-lampu sinyal dan menggelinding
sepanjang 200 meter di atas rumput.
Mendekati ujung landasan, pesawat sempat kembali pada posisi
semula, tapi agaknya kecepatan yang tak terkendali membwat
Vicker Viscount ini seperti masih bernafsu untuk terbang
sekalipun garis putih di ujung landasan sudah terlangkahi.
Dengan sekali lompat, Garuda Mataram ini sempat melangkahi
sebuah sungai kecil dan dua buah terusan yang sedang digali,
lalu menyerunduk bukit kecil bersemak 50 meter di utara
landasan. Di sini sang Mandala itu baru menjadi jinak tak
berkutik, setelah mengalami kerusakan parah. Moncong berisi
mesin remuk, dan sebagian isinya termuntah ke luar, termasuk
potongan-potongan mesin, kursi cockpit, dan setumpuk udang
titipan pada awak pesawat -- yang rupanya tidak pernah sampai ke
alamat orang yang dituju. Selain itu sayap kanan sang Garuda
Mataram patah berkeping, baling-balingnya terbenam pada
gundukan tanah yang sempat dibajaknya, dan roda-rodanya copot
terpental ke dalam sungai setelah membuat jejak yang jelas pada
belukar yang digilas.
Jangan Sampai Sumbing
Pekerja-pekerja proyek upgrading bandar udara Sam Ratulangi yang
saat itu sedang menggali terusan air, bagai mimpi melihat burung
raksasa yang tiba-tiba hinggap hampir di atas kepala mereka
dengan bunyi hempasan yang dahsyat. "Baru sadarlah kami bahwa
ini kecelakaan pesawat setelah melihat orang-orang mulai
berlonjatan dari pintu-pintu darurat yang mulai terkuak" tutur
seorang pekerja yang ada di tempat itu. Tapi agaknya masih nasib
baik bagi 10 penumpang bersama 1 anak dan 1 bayi dalam perut
pesawat itu, karena semuanya selamat dan hanya mengalami
luka-luka ringan akibat benturan. Kursi-kursi dalam kabin
nampaknya tetap utuh. Tapi keenam awak pesawat termasuk sang
Captain Pilot dan Co Pilotnya yang menempati moncong pesawat
berlumuran darah karena luka parah. Satu di antaranya, pramugara
Widodo meninggal dunia di rumah sakit. Ketiga pramugari
masing-masing Rita Batrixa Nela Poli dan Rai Sudiasi kesemuanya
mengalami gores-gores pada tubuhnya yang selama ini diramu rapi
dengan kosmetik. Sehingga di RS Wenang ada juga yang masih
sempat mohon kepada dokter: "tolong dok, mulut saya jangan
sampai sumbing".
Pasal keterangan resmi tentang sebab-sebab kecelakaan, semua
sumber bersangkutan yang ditemui TEMPO di Manado, nampaknya
kompak tutup mulut sambil angkat tangan. Pembantu TEMPO Phill M.
Sullu yang mengharapkan informasi tangan pertama, senantiasa
mendapatkan jawaban "itu wewenang team dari Jakarta". Dan team
dari Jakarta yang terlalu keburu angkat kaki dari Manado sebelum
buka mulut, punya dalih pula: "semua hasil harus digodok dulu di
Jakarta". Bukan cuma itu, para pasien terdiri dari awak yang
punya pengalaman tersendiri dalam peristiwa ini, juga nampaknya
segera diamankan dari pembaringan rumah sakit Manado setelah
dijemput oleh team dokter Hendra untuk berobat lanjut di Jakarta
menyusul diterbangkannya jenazah Widodo.
Candi Borobudur
Namun selain dari sumber resmi yang tak bersedia disebut
namanya, TEMPO ada mendapat informasi dari petugas-petugas
pemadam kebakaran di Mapanget. Mereka menyebutkan bahwa
terjadinya kecelakaan pesawat itu sudah dicurigai sejak dia
menyentuh landasan. "Sebab tidak lazim pesawat menyentuh
landasan sudah 500 meter dari ujung landasan", ucap seorang
petugas pemadam kebakaran. "Sebab itu sebelum crash bell (bel
kecelakaan -- Red) selesai berbunyi, mobil kami sudah melesat
maju ke tempat kecelakaan", tutur petugas yang lain. Kecelakaan
pesawat di tempat sama 9 tahun silam, yakni terbakarnya Lockheed
Electra GIA "Candi Borobudur" yang menelan korban 21 orang tewas
(Pebruari 1967), hingga tersusul oleh kisah Mandala ini belum
juga tembus sebab-sebabnya ke kuping awam secara resmi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini