Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mapanget, setelah electra

Pesawat jenis vicker viscount milik mandala airlines mengalami kecelakaan ketika mendarat di manado kasus ini merupakan yang kedua terjadi di sana. penyebab musibah masih kabur. (nas)

31 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIRJEN Perhubungan Udara Kardono dua minggu lalu telah menjelaskan secara panjang-lebar sebab musabab kecelakaan pesawat Fokker F-28 Garuda di Palembang, tahun lalu. Namun sebelum penjelasan pers itu, dari Manado awal tahuri ini tersiar berita kecelakaan pesawat terbang lagi. Kali ini maskapai swasta Mandala Airlines yang jadi korban. Untuk Manado, ini kecelakaan pesawat yang kedua. Yang berbeda dengan kasus-kasus lainnya di Jawa dan Sumatera sampai sekarang masih kabur duduk perkaranya. Berikut ini laporan pembantu TEMPO Phill. M. Sullu yang menguraikan pangkal peristiwanya: Saat itu pukul 14.05 waktu Indonesia bagian Tengah, hari Rabu 7 Januari. Menara pengawas Mapanget Manado yang sesuai jadwal sedang menunggu tibanya sebuah pesawat Mandala Airlines, mendapat kontak dengan sebuah pesawat yang sedang mendekat. Inilah pesawat jenis Vicker Viscount berkode PK-RVK dengan nama gagah "Garuda Mataram" diterbangkan oleh Captain Pilot Soemitro bersama Co pilot Imansal Bahri Siregar yang sedang mengakhiri jalur terbang Jakarta -- Surabaya Ujung Pandang -- Manado. Dalam kontak pertama ini, menara Mapanget segera menyuguhkan data-data meteorologi yang disadap dari alam sekitar, kesempatan terakhir. Angin berhembus arah Selatan dengan kecepatan 200 knts, cuaca hanya memungkinkan tembus pandang sqauh 6 - 8 km, temperatur 24 derajat Celsius, sedangkan tekanan pada permukaan lapangan 996/29,43 inci. Begitu puas dengan layanan sang menara pengawas, tamu yang belum nampak itu pamit dari radio dengan pesan akan panggil lagi 5 menit sebelum pedaratan. Sesuai janji, betul pukul 14.22 tamu tadi mengadakan calling lagi untuk mendapatkan data-data terakhir. Cuaca saat itu sudah berobah. Awan stratus tidak lagi memercik bumi dengan hujan renyai tapi menyiram dengan hujan ringan yang cukup basah. Angin berobah 280 knots, dan altimeter menunjukkan 996/29.71 inci sedangkan daya tembus pandang 2 - 4 km. Setelah mendapat data terbaru sang pesawat memberi pesan akan memberi tahu kalau sudah dekat landasan. Pukul 14.27 sesuai janji Caruda Mataram itu nongol di ujung landasan sebelah selatan di atas ketinggian 1000 kaki. Sejak itu tidak ada hubungan lagi dengan tower untuk menjaga konsentrasi sang pilot melakukan pendaratan. Di saat pesawat ini menukik dan menyentuh landasan pada pukul 14.29 terjadi perobahan cuaca yang sangat mendadak. Daya tembus pandang memendek menjadi 1 - 2 km. Pesawat menyentuh laldasan pada jarak sekitar 500 meter dari ujung landasan sebelah Selatan, dengan roda kanan lebih dahulu menjamah bumi dari pada roda kiri, sehingga pesawat oleng sedikit. Sesudah itu pesawat meluncur sepanjang 1 km di atas run way, lalu menggeser ke pinggir kiri sehingga roda kiri keluar dari landasan menyapu lampu-lampu sinyal dan menggelinding sepanjang 200 meter di atas rumput. Mendekati ujung landasan, pesawat sempat kembali pada posisi semula, tapi agaknya kecepatan yang tak terkendali membwat Vicker Viscount ini seperti masih bernafsu untuk terbang sekalipun garis putih di ujung landasan sudah terlangkahi. Dengan sekali lompat, Garuda Mataram ini sempat melangkahi sebuah sungai kecil dan dua buah terusan yang sedang digali, lalu menyerunduk bukit kecil bersemak 50 meter di utara landasan. Di sini sang Mandala itu baru menjadi jinak tak berkutik, setelah mengalami kerusakan parah. Moncong berisi mesin remuk, dan sebagian isinya termuntah ke luar, termasuk potongan-potongan mesin, kursi cockpit, dan setumpuk udang titipan pada awak pesawat -- yang rupanya tidak pernah sampai ke alamat orang yang dituju. Selain itu sayap kanan sang Garuda Mataram patah berkeping, baling-balingnya terbenam pada gundukan tanah yang sempat dibajaknya, dan roda-rodanya copot terpental ke dalam sungai setelah membuat jejak yang jelas pada belukar yang digilas. Jangan Sampai Sumbing Pekerja-pekerja proyek upgrading bandar udara Sam Ratulangi yang saat itu sedang menggali terusan air, bagai mimpi melihat burung raksasa yang tiba-tiba hinggap hampir di atas kepala mereka dengan bunyi hempasan yang dahsyat. "Baru sadarlah kami bahwa ini kecelakaan pesawat setelah melihat orang-orang mulai berlonjatan dari pintu-pintu darurat yang mulai terkuak" tutur seorang pekerja yang ada di tempat itu. Tapi agaknya masih nasib baik bagi 10 penumpang bersama 1 anak dan 1 bayi dalam perut pesawat itu, karena semuanya selamat dan hanya mengalami luka-luka ringan akibat benturan. Kursi-kursi dalam kabin nampaknya tetap utuh. Tapi keenam awak pesawat termasuk sang Captain Pilot dan Co Pilotnya yang menempati moncong pesawat berlumuran darah karena luka parah. Satu di antaranya, pramugara Widodo meninggal dunia di rumah sakit. Ketiga pramugari masing-masing Rita Batrixa Nela Poli dan Rai Sudiasi kesemuanya mengalami gores-gores pada tubuhnya yang selama ini diramu rapi dengan kosmetik. Sehingga di RS Wenang ada juga yang masih sempat mohon kepada dokter: "tolong dok, mulut saya jangan sampai sumbing". Pasal keterangan resmi tentang sebab-sebab kecelakaan, semua sumber bersangkutan yang ditemui TEMPO di Manado, nampaknya kompak tutup mulut sambil angkat tangan. Pembantu TEMPO Phill M. Sullu yang mengharapkan informasi tangan pertama, senantiasa mendapatkan jawaban "itu wewenang team dari Jakarta". Dan team dari Jakarta yang terlalu keburu angkat kaki dari Manado sebelum buka mulut, punya dalih pula: "semua hasil harus digodok dulu di Jakarta". Bukan cuma itu, para pasien terdiri dari awak yang punya pengalaman tersendiri dalam peristiwa ini, juga nampaknya segera diamankan dari pembaringan rumah sakit Manado setelah dijemput oleh team dokter Hendra untuk berobat lanjut di Jakarta menyusul diterbangkannya jenazah Widodo. Candi Borobudur Namun selain dari sumber resmi yang tak bersedia disebut namanya, TEMPO ada mendapat informasi dari petugas-petugas pemadam kebakaran di Mapanget. Mereka menyebutkan bahwa terjadinya kecelakaan pesawat itu sudah dicurigai sejak dia menyentuh landasan. "Sebab tidak lazim pesawat menyentuh landasan sudah 500 meter dari ujung landasan", ucap seorang petugas pemadam kebakaran. "Sebab itu sebelum crash bell (bel kecelakaan -- Red) selesai berbunyi, mobil kami sudah melesat maju ke tempat kecelakaan", tutur petugas yang lain. Kecelakaan pesawat di tempat sama 9 tahun silam, yakni terbakarnya Lockheed Electra GIA "Candi Borobudur" yang menelan korban 21 orang tewas (Pebruari 1967), hingga tersusul oleh kisah Mandala ini belum juga tembus sebab-sebabnya ke kuping awam secara resmi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus