Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Peacock datang, pergi akan datang...

Kantor kbri di canberra diboikot buruh-buruh australia. mereka mendesak agar peperangan di timor-timur dihentikan dan melanjutkan bantuan kemanusiaan menlu peacock ke jakarta menegaskan hal ini. (nas)

31 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GANGGUAN terhadap kantor-kantor diplomatik Indonesia di Negeri Belanda untuk sementara sudah reda. Namun di Canberra, ibukota Australia, ceritanya lain lagi. Kantor KBRI di sana minggu lalu kena giliran dihantui boikot buruh-buruh Australia, setelah kapal dan pesawat terbang Indonesia jadi sasaran. Seperti disiarkan oleh kantor berita UPI, ketua Trades & Labour ouncil (TLC) Alan Evans menyerukan "boikot total" terhadap Kedubes Indonesia. Mulai dari boikot suplai bahan pangan, bahan bakar dan kebutuhan lainnya bagi Kedubes. Sampai boikot pos, transpor, termasuk pengangkutan staf diplomatik Indonesia ke/dari lapangan terbang Canberra. Sementara itu, boikot terhadap kapal dan agen maskapai pelayaran Indonesia masih berjalan terus. Paling tidak, mutu pelayanan bongkar-muat barang ke kapal-kapal Indonesia merosot terus. Akibatnya, seperti diberitakan harian Kompas minggu lalu, pemuatan beras impor eks Australia secara acak-acakan ke palka kapal Gesuri Lloyd memperlambat pembongkaran di Tanjung Priok, Jakarta. Namun berbeda dengan tanggapan sebelumnya terhadap boikot kapal Gunung Tambora dan pesawat Garuda di Sydney -- yang diancam Malik dan FBSI untuk dibalas dengan tindakan serupa kali ini Adam Malik tidak keras bicaranya. Seperti dikutip oleh koran Singapura The Straits Times sang Menlu menganggap tindakan buruh-buruh Australia itu "tidak besar artinya". Roger East Lain rakyat, lain pula pemerintahnya. Sebab sementara oposisi terhadap "campur tangan pemerintah Indonesia di Timor Timur" makin ramai di Australia -- terakhir organisasi gerejani Pax Christi ikut juga memperluas kampanye pro-Fretilin -- sikap pemerintah Frazer lain lagi. Lewat sepucuk telegram yang dibocorkan oleh koran Canberra Times, Dubrs Woolcott di Jakarta menasehatkan atasannya agar bersikap hands-off saja dalam soal Timor Timur. Kendati demikian, ketika mampir ke Jakarta sehabis menghadiri pemakaman Tun Razak, Menlu Australia Andrew Peacock mengulangi harapan pemerintahnya agar segera ada "penghentian permusuhan, penghentian pertumpahan darah dan pelaksanaan penentuan nasib sendiri secara sungguh-sungguh" di Timur Timor. Dia juga berharap agar bantuan kemanusiaan untuk rakyat Timor Timur dari Australia lewat Palang Merah Internasional dapat segera dilanjutkan, dan PBB memainkan peranan yang konstruktif dalam penyelesaian sengketa Timor. Lalu khusus buat informasi wartawan-wartawan Australia yang ikut berjubel di Restoran Mataram Hotel Borobudur Peacock berkata bahwa kekuatirannya atas nasib Roger East wartawan Australia yang hilang di Balibo -- sudah disampaikan kepada Adam Malik. Sayangnya Malik tidak dapat memberikan keterangan yang pasti tentang hidup-matinya warga Australia itu. Menurut Reuter, Menlu Peacock juga menanyakan apakah penolakan visa RI untuk 2 wartawan Australia -- Bruce Wilson dari Melbourne Herald dan MichaeI Richardson dari Melbourne Age -- dapat ditinjau kembali. Tapi akhirnya di balik perbedaan sikap yang wajar antara dua negara bebas, Andrew Peacock lebih mementingkan "hubungan jangka-panjang" dan "kerjasama yang erat" antara Australia dan Indonesia. Menlu Australia itu masih akan kembali ke Jakarta, bulan Maret. Tapi tiga perkara yang disinggungnya memang menggambarkan apa yang sedang panas di Australia. Desakan untuk segera melanjutkan bantuan kemanusiaan bergema dari semua kelompok. Begitu pula soal penghentian perang. Sementara itu kawat-kawat S.O.S. Fretilin via Darwin terus berbicara tentang "pengiriman pasukan yang tak henti-hentinya" dari Jakarta. Delegasi mereka yang bermuhibah ke Peking, Pyongyang, Hanoi dan Pnompenh juga dikasih janji dukungan dari sana -- yang diwakili oleh suara keras RRT di forum PBB. Makanya menjawab pertanyaan AP, Peacock ada menjelaskan bahwa pemerintah RI berjanji akan secepatnya menyelenggarakan pepera tanpa terganggu oleh pasukan pro-Indonesia di sana. Logika Narakobi Indonesia memang makin penting bagi Australia yang tidak mau mengorbankan kepentingan itu hanya untuk membela Timor yang "kecil dan tak berarti", bak kata seorang diplomat sana. Namun Australia juga makin penting bagi Indonesia. Pengalaman di PBB menunjukkan, betapa usul perubahan Ralph Harry, wakil Australia di PBB segera berhasil memperlunak usul resolusi negara-negara Afrika yang berniat "mengutuk" Indonesia. Mungkin itu sebabnya niat PM Australia untuk juga hadir sebagai peninjau dalam KTT ASEAN akhir Pebruari mendatang bersama Jepang & Selandia Baru disambut dengan tangan terbuka oleh Indonesia. Bahkan dalam kacamata Imron Rosyidi, ketua Komisi Luar Negeri DPR-RI, peranan Australia juga besar artinya dalam menopang kestabilan tetangga yang baru merdeka, Papua Niugini. Ketika ditanya pendapatnya tentang kepemimpinan PNG sekarang, Peacock menjawab: "saya percaya pada PM Michael Somare". Apa relevansinya Imron Rosyidi menanyakan hal itu tentunya tidk terlepas dari hadirnya sejumlah pasukan darat, laut dan udara Australia sebagai penjaga keamanan PNC. Tambahan pula, oposisi terhadap peranan Indonesia di Timor telah menjalar pula dari Canberra ke Port Moresby. Di sana 200 mahasiswa berdemonstrasi memprotes penyerbuan Dili awal Desember lalu. "Kalau kemarin Irian Jaya dapat diaksa bergabung dengan Indonesia, dan hari ini Timor Timur diserbu, besok giiran Papua Niugini", begitu seorang staf ahli PM Somare dikutip oleh Far Eastern Economic Review. Senada dengan itu adalah ucapan seorang ahli hukum PNG, Bernard Narakobi: "Kebanyakan rakyat Timor Timur adalah orang Melanesia, dan termasuk penghuni Pasifik juga. Kalau mereka sudah tidak aman lagi, bagaimana dengan kita? Dalih penyerbuan Indonesia adalah ketidakstabilan pulau itu, yan dapat nengganggu seluruh kawasan itu. Nah, kalau logika itu mau dipakai, ketidakstabilan di PNG juga dapat mengundang intervensi Indonesia". Untunglah bagilndonesia, itu ucapan baru gelintiran suara. Somare tentu tidak mau ambil risiko retaknya hubungan dengan Indonesia. Urusan pelarian OPM di PNC juga belum teratasi. Maka dia hanya mendesak gencatan senjata dan pelaksanaan pepera di bawah pengawasan PBB di Timor, tanpa mengutuk atau mengecam Indonesia. Namun dengan menjelangnya Pemilu di seluruh. PNG bulan April nanti, siapa dapat menjamin bahwa Somare atau pengantinya akan tetap bersikap pasif menghadapi perkembangan di Timor? Mungkin untuk mencegah kemungkinan itulah, Imron Rosyidi berusaha mengetuk pintu Australia sebagai bekas induk semang PNG, agar melobi PNG supaya tidak ikut safari anti-Indonesia dan lebih memperhatikan kestabilannya sendiri. Dengan demikian tidak memperluas front yang harus diamati Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus