GANGGUAN terhadap kantor-kantor diplomatik Indonesia di
Negeri Belanda untuk sementara sudah reda. Namun di Canberra,
ibukota Australia, ceritanya lain lagi. Kantor KBRI di sana
minggu lalu kena giliran dihantui boikot buruh-buruh Australia,
setelah kapal dan pesawat terbang Indonesia jadi sasaran.
Seperti disiarkan oleh kantor berita UPI, ketua Trades & Labour
ouncil (TLC) Alan Evans menyerukan "boikot total" terhadap
Kedubes Indonesia. Mulai dari boikot suplai bahan pangan, bahan
bakar dan kebutuhan lainnya bagi Kedubes. Sampai boikot pos,
transpor, termasuk pengangkutan staf diplomatik Indonesia
ke/dari lapangan terbang Canberra. Sementara itu, boikot
terhadap kapal dan agen maskapai pelayaran Indonesia masih
berjalan terus.
Paling tidak, mutu pelayanan bongkar-muat barang ke kapal-kapal
Indonesia merosot terus. Akibatnya, seperti diberitakan harian
Kompas minggu lalu, pemuatan beras impor eks Australia secara
acak-acakan ke palka kapal Gesuri Lloyd memperlambat
pembongkaran di Tanjung Priok, Jakarta. Namun berbeda dengan
tanggapan sebelumnya terhadap boikot kapal Gunung Tambora dan
pesawat Garuda di Sydney -- yang diancam Malik dan FBSI untuk
dibalas dengan tindakan serupa kali ini Adam Malik tidak keras
bicaranya. Seperti dikutip oleh koran Singapura The Straits
Times sang Menlu menganggap tindakan buruh-buruh Australia itu
"tidak besar artinya".
Roger East
Lain rakyat, lain pula pemerintahnya. Sebab sementara oposisi
terhadap "campur tangan pemerintah Indonesia di Timor Timur"
makin ramai di Australia -- terakhir organisasi gerejani Pax
Christi ikut juga memperluas kampanye pro-Fretilin -- sikap
pemerintah Frazer lain lagi. Lewat sepucuk telegram yang
dibocorkan oleh koran Canberra Times, Dubrs Woolcott di Jakarta
menasehatkan atasannya agar bersikap hands-off saja dalam soal
Timor Timur. Kendati demikian, ketika mampir ke Jakarta sehabis
menghadiri pemakaman Tun Razak, Menlu Australia Andrew Peacock
mengulangi harapan pemerintahnya agar segera ada "penghentian
permusuhan, penghentian pertumpahan darah dan pelaksanaan
penentuan nasib sendiri secara sungguh-sungguh" di Timur
Timor.
Dia juga berharap agar bantuan kemanusiaan untuk rakyat Timor
Timur dari Australia lewat Palang Merah Internasional dapat
segera dilanjutkan, dan PBB memainkan peranan yang konstruktif
dalam penyelesaian sengketa Timor. Lalu khusus buat informasi
wartawan-wartawan Australia yang ikut berjubel di Restoran
Mataram Hotel Borobudur Peacock berkata bahwa kekuatirannya atas
nasib Roger East wartawan Australia yang hilang di Balibo --
sudah disampaikan kepada Adam Malik. Sayangnya Malik tidak dapat
memberikan keterangan yang pasti tentang hidup-matinya warga
Australia itu. Menurut Reuter, Menlu Peacock juga menanyakan
apakah penolakan visa RI untuk 2 wartawan Australia -- Bruce
Wilson dari Melbourne Herald dan MichaeI Richardson dari
Melbourne Age -- dapat ditinjau kembali. Tapi akhirnya di balik
perbedaan sikap yang wajar antara dua negara bebas, Andrew
Peacock lebih mementingkan "hubungan jangka-panjang" dan
"kerjasama yang erat" antara Australia dan Indonesia.
Menlu Australia itu masih akan kembali ke Jakarta, bulan Maret.
Tapi tiga perkara yang disinggungnya memang menggambarkan apa
yang sedang panas di Australia. Desakan untuk segera melanjutkan
bantuan kemanusiaan bergema dari semua kelompok. Begitu pula
soal penghentian perang. Sementara itu kawat-kawat S.O.S.
Fretilin via Darwin terus berbicara tentang "pengiriman pasukan
yang tak henti-hentinya" dari Jakarta. Delegasi mereka yang
bermuhibah ke Peking, Pyongyang, Hanoi dan Pnompenh juga dikasih
janji dukungan dari sana -- yang diwakili oleh suara keras RRT
di forum PBB. Makanya menjawab pertanyaan AP, Peacock ada
menjelaskan bahwa pemerintah RI berjanji akan secepatnya
menyelenggarakan pepera tanpa terganggu oleh pasukan
pro-Indonesia di sana.
Logika Narakobi
Indonesia memang makin penting bagi Australia yang tidak mau
mengorbankan kepentingan itu hanya untuk membela Timor yang
"kecil dan tak berarti", bak kata seorang diplomat sana. Namun
Australia juga makin penting bagi Indonesia. Pengalaman di PBB
menunjukkan, betapa usul perubahan Ralph Harry, wakil Australia
di PBB segera berhasil memperlunak usul resolusi negara-negara
Afrika yang berniat "mengutuk" Indonesia. Mungkin itu sebabnya
niat PM Australia untuk juga hadir sebagai peninjau dalam KTT
ASEAN akhir Pebruari mendatang bersama Jepang & Selandia Baru
disambut dengan tangan terbuka oleh Indonesia. Bahkan dalam
kacamata Imron Rosyidi, ketua Komisi Luar Negeri DPR-RI, peranan
Australia juga besar artinya dalam menopang kestabilan tetangga
yang baru merdeka, Papua Niugini. Ketika ditanya pendapatnya
tentang kepemimpinan PNG sekarang, Peacock menjawab: "saya
percaya pada PM Michael Somare".
Apa relevansinya Imron Rosyidi menanyakan hal itu tentunya tidk
terlepas dari hadirnya sejumlah pasukan darat, laut dan udara
Australia sebagai penjaga keamanan PNC. Tambahan pula, oposisi
terhadap peranan Indonesia di Timor telah menjalar pula dari
Canberra ke Port Moresby. Di sana 200 mahasiswa berdemonstrasi
memprotes penyerbuan Dili awal Desember lalu. "Kalau kemarin
Irian Jaya dapat diaksa bergabung dengan Indonesia, dan hari
ini Timor Timur diserbu, besok giiran Papua Niugini", begitu
seorang staf ahli PM Somare dikutip oleh Far Eastern Economic
Review. Senada dengan itu adalah ucapan seorang ahli hukum PNG,
Bernard Narakobi: "Kebanyakan rakyat Timor Timur adalah orang
Melanesia, dan termasuk penghuni Pasifik juga. Kalau mereka
sudah tidak aman lagi, bagaimana dengan kita? Dalih penyerbuan
Indonesia adalah ketidakstabilan pulau itu, yan dapat
nengganggu seluruh kawasan itu. Nah, kalau logika itu mau
dipakai, ketidakstabilan di PNG juga dapat mengundang intervensi
Indonesia".
Untunglah bagilndonesia, itu ucapan baru gelintiran suara.
Somare tentu tidak mau ambil risiko retaknya hubungan dengan
Indonesia. Urusan pelarian OPM di PNC juga belum teratasi. Maka
dia hanya mendesak gencatan senjata dan pelaksanaan pepera di
bawah pengawasan PBB di Timor, tanpa mengutuk atau mengecam
Indonesia. Namun dengan menjelangnya Pemilu di seluruh. PNG
bulan April nanti, siapa dapat menjamin bahwa Somare atau
pengantinya akan tetap bersikap pasif menghadapi perkembangan
di Timor? Mungkin untuk mencegah kemungkinan itulah, Imron
Rosyidi berusaha mengetuk pintu Australia sebagai bekas induk
semang PNG, agar melobi PNG supaya tidak ikut safari
anti-Indonesia dan lebih memperhatikan kestabilannya sendiri.
Dengan demikian tidak memperluas front yang harus diamati
Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini