Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Masih soal fusi (dan kursi)

Generasi muda ka'bah (gmk) mengumumkan susunan anggota baru dpw ppp yogya. jabatan rangkap pimpinan partai dianggap menghambat proses fusi. dpp ppp di jakarta masih mengakui kepengurusan lama. (nas)

27 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOAL ribut-ribut dalam tubuh DPW PPP Yogya (TEMPO, 13 Agustus) punya buntut. Rabu malam 10 Agustus lalu, yang bernama Generasi Muda Ka'bah (GMK) "menduduki" kantor DPW di jalan Beji 4, dan mengumumkan susunan pengurus baru. Syaiful Mujab ketua DPW lama dialihkan menjadi Koordinator DPW, sedang pengurus lama yang merangkap duduk di lembaga legislatif tak dicantumkan dalam kepengurusan baru itu, seperti Abdul Malik (anggota DPRD DIY) dan Imam Suhadi (anggota DPR/MPR). Hadirnya tokoh baru seperti Muhadi Zaenal sebagai Ketua DPW baru mengundang pertanyaan juga: Orang ini dalam pemilu lalu kampanye untuk Golkar, meskipun menurut pengakuannya pernah mengajukan diri untuk kampanye buat PPP. Tapi menurut Syaiful Mujab, jangankan Muhadi minta kampanye buat PPP, tercatat sebagai anggota PPP pun tidak. "Saya ini orang Muhammadiyah yang tunduk pada instruksi pimpinan: kalau jadi PPP jadilah PPP yang baik, kalau jadi PDI jadilah PDI yang baik, kalau jadi Golkar jadilah Golkar yang baik" kilah Muhadi. Dan dalam kepengurusan baru itu, memang banyak terdapat tokoh-tokoh Muhammadiyah yang biasanya juga anggota Parmusi. Muhadi sendiri sekalipun bersedia duduk dalam kepengurusan baru tapi masih minta waktu. "Saya butuh seminggu. Kalau semuanya jalan lancar, akan diadakan konperensi," katanya kepada Syahril Chili dari TEMPO. Muhadi, menurut penilaian anak-anak GMK, "lebih mampu berorganisasi." Setidaknya bekas anggota BPH DIY ini dianggap pula mampu menjalin hubungan baik dengan pemerintah. Tapi mungkinkah Muhadi menyelenggarakan konperensi? Menurut Muhadi sendiri,hanya satu cabang (Gunung Kidul) saja yang mendukung pengurus baru. Tapi ia yakin cabang lain (Sleman, Kulon Progo, Bantul, Kodya Yogya) akan sependapat pula dengan Gunung Kidul. Lain pula keterangan Syaiful Mujab. Ketika hari Minggu 14 Agustus ia mengundang rapat kelima cabang tersebut tak satu cbang pun yang tergoyahkan. Karena itu kami tidak merasa dikup. pengurusan DPW tetap di bawah kami," kata Syaiful. Ia juga yakin, DPP PPP di Jakarta tak akan mengakui kepengurusan baru karena prosesnya bertentangan dengan AD/ART. Namun fihah GMK juga bertahan. "Kalau tidak diakui oleh DPP, akan kami serahkan kepada Pemda DIY," ujar Kamaluddin salah seorang pemuda GMK. Muhadi juga yakin DPP akan berfihak kepadanya. Alasannya tanpa dukungan generasi muda, partai tidak kuat. Apalagi katanya, orang-orangnya "cukup berprestasi dan tak tercela di mata pemerintahan." Lalu ia menuding pengurus lama yang juga tidak dilantik oleh DPP. Yang pernah dilantik menurut Muhadi, adalah haji Djamhari. Tapi setelah Djamhari meninggal ketika DPW digantiakan Thoha Abdurahman. Itu pun hanya atas dasar surat DPW NU DIY kepada DPW PPP DIY. Begitu pula ketika Syaiful Mujab menggantikan Thoha hanya dengan surat NU kepada PPP. Tampak jelas, perpecahan ini masih berpangkal pada persoalan yang itu-itu juga soal fusi. Terutama setelah ada pembagian kursi. Apakah ada unsur luar yang kemudian memanfaatkan, masih dalam tanda tanya. GMK juga melihat ketidak mantapan fusi itu. Contoh: dalam forum DPRD pernah Abdul Malik (Parmusi) dan Thoha Abdurahman (NU) saling bertentangan. Apakah dengan kepengurusan baru itu soal fusi jadi mantap? Kamaludin tak bisa memastikan. Yang jelas katanya, satu hal yang bisa diselesaikan adalah menghilangkan jabatan rangkap. Maksudnya: pimpinan partai yang merangkap anggota lembaga negara. Sementara itu di Jakarta, Nuddin Lubis dari DPP PPP menyatakan GMK tak ada hubungannya dengan partai. Ia juga "tidak dapat membenarkan" adanya kepengurusan a la GMK, meskipun misalnya GMK adalah anak-anak dari keluarga besar Ka'bah. "Apalagi menyusun sendiri kepengurusan tanpa setahu DPP," katanya ketika ditemui TEMPO di rumahnya di Tomang, Jakarta. Sampai minggu lalu ia mengintruksikan agar pengurus lama DPW PPP DIY jalan terus. Tampaknya ia mencium adanya campur tangan dari luar. Tangan siapa? "Yang jelas bukan PKI," tukasnya sembari senyum lebar. Guncangan serupa katanya, juga menimpa daerah lain seperti Jawa Timur, Sumatera Utara, Palu. "Di Jatim kita tidak mengajukan calon untuk MPR. Lalu diisi Golkar dengan mengambil orang-orang Parmusi," katanya. "Saya tak menuduh ada infirasi cuma indikasi adanya usaha pecah-belah," katanya. Meskipun DPP PPP katanya sedang mengusut siapa dalangnya, tapi sampai minggu lalu Nuddin Lubis belum mengirim tim pengusut ke Yogya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus