SOAL ribut-ribut dalam tubuh DPW PPP Yogya (TEMPO, 13 Agustus)
punya buntut. Rabu malam 10 Agustus lalu, yang bernama Generasi
Muda Ka'bah (GMK) "menduduki" kantor DPW di jalan Beji 4, dan
mengumumkan susunan pengurus baru. Syaiful Mujab ketua DPW lama
dialihkan menjadi Koordinator DPW, sedang pengurus lama yang
merangkap duduk di lembaga legislatif tak dicantumkan dalam
kepengurusan baru itu, seperti Abdul Malik (anggota DPRD DIY)
dan Imam Suhadi (anggota DPR/MPR).
Hadirnya tokoh baru seperti Muhadi Zaenal sebagai Ketua DPW baru
mengundang pertanyaan juga: Orang ini dalam pemilu lalu kampanye
untuk Golkar, meskipun menurut pengakuannya pernah mengajukan
diri untuk kampanye buat PPP. Tapi menurut Syaiful Mujab,
jangankan Muhadi minta kampanye buat PPP, tercatat sebagai
anggota PPP pun tidak.
"Saya ini orang Muhammadiyah yang tunduk pada instruksi
pimpinan: kalau jadi PPP jadilah PPP yang baik, kalau jadi PDI
jadilah PDI yang baik, kalau jadi Golkar jadilah Golkar yang
baik" kilah Muhadi. Dan dalam kepengurusan baru itu, memang
banyak terdapat tokoh-tokoh Muhammadiyah yang biasanya juga
anggota Parmusi.
Muhadi sendiri sekalipun bersedia duduk dalam kepengurusan baru
tapi masih minta waktu. "Saya butuh seminggu. Kalau semuanya
jalan lancar, akan diadakan konperensi," katanya kepada Syahril
Chili dari TEMPO. Muhadi, menurut penilaian anak-anak GMK,
"lebih mampu berorganisasi." Setidaknya bekas anggota BPH DIY
ini dianggap pula mampu menjalin hubungan baik dengan
pemerintah.
Tapi mungkinkah Muhadi menyelenggarakan konperensi? Menurut
Muhadi sendiri,hanya satu cabang (Gunung Kidul) saja yang
mendukung pengurus baru. Tapi ia yakin cabang lain (Sleman,
Kulon Progo, Bantul, Kodya Yogya) akan sependapat pula dengan
Gunung Kidul.
Lain pula keterangan Syaiful Mujab. Ketika hari Minggu 14
Agustus ia mengundang rapat kelima cabang tersebut tak satu
cbang pun yang tergoyahkan. Karena itu kami tidak merasa dikup.
pengurusan DPW tetap di bawah kami," kata Syaiful. Ia juga
yakin, DPP PPP di Jakarta tak akan mengakui kepengurusan baru
karena prosesnya bertentangan dengan AD/ART. Namun fihah GMK
juga bertahan. "Kalau tidak diakui oleh DPP, akan kami serahkan
kepada Pemda DIY," ujar Kamaluddin salah seorang pemuda
GMK.
Muhadi juga yakin DPP akan berfihak kepadanya. Alasannya tanpa
dukungan generasi muda, partai tidak kuat. Apalagi
katanya, orang-orangnya "cukup berprestasi dan tak
tercela di mata pemerintahan." Lalu ia menuding pengurus
lama yang juga tidak dilantik oleh DPP. Yang pernah dilantik
menurut Muhadi, adalah haji Djamhari. Tapi setelah Djamhari
meninggal ketika DPW digantiakan Thoha Abdurahman. Itu pun
hanya atas dasar surat DPW NU DIY kepada DPW PPP DIY.
Begitu pula ketika Syaiful Mujab menggantikan Thoha hanya
dengan surat NU kepada PPP. Tampak jelas, perpecahan ini masih
berpangkal pada persoalan yang itu-itu juga soal fusi. Terutama
setelah ada pembagian kursi. Apakah ada unsur luar yang kemudian
memanfaatkan, masih dalam tanda tanya.
GMK juga melihat ketidak mantapan fusi itu. Contoh: dalam forum
DPRD pernah Abdul Malik (Parmusi) dan Thoha Abdurahman (NU)
saling bertentangan. Apakah dengan kepengurusan baru itu soal
fusi jadi mantap? Kamaludin tak bisa memastikan. Yang jelas
katanya, satu hal yang bisa diselesaikan adalah menghilangkan
jabatan rangkap. Maksudnya: pimpinan partai yang merangkap
anggota lembaga negara.
Sementara itu di Jakarta, Nuddin Lubis dari DPP PPP menyatakan
GMK tak ada hubungannya dengan partai. Ia juga "tidak dapat
membenarkan" adanya kepengurusan a la GMK, meskipun misalnya GMK
adalah anak-anak dari keluarga besar Ka'bah. "Apalagi menyusun
sendiri kepengurusan tanpa setahu DPP," katanya ketika ditemui
TEMPO di rumahnya di Tomang, Jakarta.
Sampai minggu lalu ia mengintruksikan agar pengurus lama DPW PPP
DIY jalan terus. Tampaknya ia mencium adanya campur tangan dari
luar. Tangan siapa? "Yang jelas bukan PKI," tukasnya sembari
senyum lebar. Guncangan serupa katanya, juga menimpa daerah lain
seperti Jawa Timur, Sumatera Utara, Palu. "Di Jatim kita tidak
mengajukan calon untuk MPR. Lalu diisi Golkar dengan mengambil
orang-orang Parmusi," katanya.
"Saya tak menuduh ada infirasi cuma indikasi adanya usaha
pecah-belah," katanya. Meskipun DPP PPP katanya sedang mengusut
siapa dalangnya, tapi sampai minggu lalu Nuddin Lubis belum
mengirim tim pengusut ke Yogya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini