Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Masjid Dan Kota Yang

Raja Khalid dari Arab Saudi datang ke Jenewa untuk meresmikan pembukaan masjid yang pertama di Swiss. Arsiteknya, Osman Gurdogan, seorang keturunan Turki. Khutbah diberikan dalam bahasa Prancis. (ag)

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

2 JUNI yang lalu, Raja Khalid dari Arab Saudi datang ke Jenewa. Bukan untuk mencari senjata, tetapi untuk meresmikan pembukaan mesjid pertama di Jenewa, bahkan boleh dikatakan yang pertama di Swiss. Sebelumnya, di Zurich juga sudah ada sebuah mesjid kecil. Tetapi yang di Jenewa ini merupakan yang pertama yang berdiri sendiri sebagai bangunan mesjid dengan arsitekturnya yang khas. Rumah ibadat yang terletak di Jalan Colladon itu dirancang oleh Osman Gurdogan, seorang arsitek Swiss keturunan Turki. Dapat dimengerti kalau pengaruh gaya Turki-Byzantium sangat dominan pada arsitekturnya. Dibangun sejak 1975, mesjid ini sanggup menampung 350 jemaah. Tidak besar menurut ukuran kita --bahkan lebih kecil dari misalnya Masjid Washington apa lagi rencana Pusat Islam di New York. Toh bagi masyarakat Jenewa yang umumnya "peka" terhadap masalah agama, hal itu cukup merangsang suara-suara. Kepekaan agama itu terasa dengan perlunya Dewan Gereja di Jenewa mengingatkan kepada masyarakat: untuk "tidak perlu gelisah." Karena Jenewa sebagai kota internasional, kata mereka, memang memerlukannya. Mesjid itu diadakan untuk memberi kesempatan kepada umat Islam dari berbagai bangsa yang ada di Jenewa untuk melakukan sembahyang bersama menghadap ke Mekah -- yang terletak 22 derajat ke arah selatan Jenewa. Dan "tidak dimaksud untuk mengislamkan orang-orang Jenewa," kata seruan itu. Pengumuman itu juga menegaskan agar mereka menghormati mesjid itu sebagaimana mereka menghormati gereja .... Osman Gurdogan, si arsitek, mengatakan bahwa kesulitan pertama adalah memasukkan arsitektur mesjid itu agar serasi dengan bangunan di sekitarnya. Kesulitan kedua: bagaimana membuat kehadiran mesjid, dengan panggilan sembahyang lima waktunya melalui pengeras suara di menara, tidak membangkitkan sentimen keagamaan masyarakat sekitar. Pengeras Suara Arsitektur mesjid lantas dirancangnya sedemikian rupa agar harmonis dengan bentuk-bentuk bangunan lingkungan. "Yang penting nanti kan bagaimana kwalitas orang-orang yang mengisi mesjid ini," kata Osman kepada wartawan TEMPO di Jenewa. Meskipun kecil, interior mesjid ini, sebagaimana umumnya mesjid-mesjid di Dunia Barat, sangat megah. Hiasan dinding gaya Timur Tengah mengisi seluruh ruang sembahyang, dari lantai sampai ke atap. Lampu kristal di serambi utamanya, yang juga merupakan sumbangan dari Arab Saudi, mencapai berat satu ton. Marbut mesjid ini, yakni pengurus sehari-hari, adalah orang Indonesia, Basalamah, asal Padang dan sudah 25 tahun menetap di Jenewa. Selain menjadi marbut, ia juga mengajar agama Islam kepada anak-anak. Mula-mula memang hanya kepada keluarga Indonesia, tapi, seperti yang terjadi di Amerika, lama-lama kan para tetangga Barat sendiri pada datang. Budi Wibowo, yang juga jadi pengurus mesjid, menuturkan bahwa shalat Jum'at sudah diselenggarakan di situ. Jemaatnya 200 orang, dan khutbah diberikan dalam bahasa Perancis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus