Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

"Agri-Bisnis Yang Bagaimana?"

Agri-bisniss yang berskala multi-nasional & berbagai macam estates tak sesuai dengan kebutuhan ekonomi rakyat Indonesia. Jenis agri-bisniss yang dapat dikembangkan adalah perusahaan perkebunan kita.

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARU-BARU ini sebuah forum ilmiah telah mengusulkan agar agri-bisnis dikembangkan di Indonesia. Yang dimaksudkan dengan kata tersebut adalah sistim bertani dalam bentuk perusahaan besar, yang menggunakan modal banyak dan mekanisasi pertanian yang intensif, menggunakan tanah-tanah pertanian yang luas dan hasilnya dimaksudkan untuk menjadi komoditi komersiil yang umumnya diekspor ke luar negeri. Banyak jenis usaha pertanian yang dapat dimasukkan ke dalam kategori ini. Susan George dalam How The Other Half Dies menceritakan secara panjang lebar bagaimana agri-bisnis di kebanyakan negara berkembang mengambil bentuk perusahaan multi-nasional dengan modal raksasa yang meng-eksploatir tanah-tanah luas, dan buruh tani berupah rendah, untuk memprodusir hasil pertanian yang akan dijadikan bahan konsumsi tinggi yang bersifat luks untuk keperluan para konsumen di negara yang telah maju industrinya. Tanah-tanah pertanian terbaik, yang seharusnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan pokok di dalam negeri, dialihkan oleh agri-bisniss ini untuk memenuhi konsumsi sekunder bagi mereka yang tidak begitu memerlukan. Sebaliknya, negara-negara yang kekurangan pangan pokok itu harus meng-impor gandum atau beras yang mereka perlukan dari negara yang telah maju industrinya itu. Suatu proses pertanian komersiil yang janggal, yang membuat menderita rakyat kecil di negara berkembang, dan hanya menguntungkan sejumlah importir yang memperoleh pelayanan istimewa dari pemerintah belaka. Mata rantai agri-bisniss berbentuk koperasi multi-nasional, ini telah mencengkamkan kukunya ke banyak negara berkembang, terbukti dari keseragaman para pemilik modal yang menggunakan merek-merek dagang seperti Milo, Nestle, Dole, Delmonte, United Banana, dan seterusnya. Mereka menguasai pasaran dunia, mendidik rakyat yang belum mampu untuk memimpikan konsumsi makanan yang mewah, mengambil tanah-tanah pertanian terbaik untuk usaha mereka, membelokkan pendaya-gunaan dana pembangunan yang sudah terbatas itu untuk keperluan infra-struktur yang mereka butuhkan, dan membuat semakin tinggi laju proses pemiskinan di sebagian besar negara dunia. Jenis Lain Kalau agri-bisniss yang semacam ini yang kita undang datang ke negeri kita, banyak keberatan harus diajukan pada ide tersebut. Pasal 33 UUD 1945 jelasjelas menolak kehadirannya yang eksploatatif itu. Pola pembangunan kita yang mengutamakan pemenuhan kebutuhan pangan pokok tidak memungkinkan penggunaan tanah-tanah pertanian di Jawa untuk korporasi agri-bisniss multi-nasional itu. Penempatannya di luar Jawa, terutama di jalur Trans' Sumatera Highway, akan mendesak dan bahkan dapat menggagalkan penggunaan lokasi yang direncanakan bagi pemukiman para transmigran dan penciptaan perkebunan rakyat secara massal. Di pihak lain, agri-bisniss berbentuk korporasi multi-nasional itu akan semakin membuat parah kesenjangan antara si miskin dan si kaya yang telah mulai terasa di negeri kita sekarang ini. Keuntungan yang diperoleh darinya, seperti derasnya arus modal yang masuk dan input ketrampilan teknis yang dibawakan dari luar, tidaklah seimbang dengan kerugian besar yang ditimbulkannya bagi kehidupan bangsa kita. Ada jenis agri-bisniss lain yang dapat ditumbuhkan di sini. Jenis itu adalah berbagai macam estates yang dikelola oleh perusahaan negara, seperti idee: rice estate yang dicanangkan oleh Ibnu Sutowo semasa masih menjadi dirut Pertamina dahulu. Puluhan ribu hektar tanah akan diolah secara mekanis untuk memprodusir hasil-hasil pertanian tertentu, dapat berupa kebutuhan pangan pokok, dapat pula tidak. Keberatan utama bagi usaha seperti ini adalah peng-alihan modal yang sudah terbatas itu dari usaha lain-lain yang memang benarbenar diperlukan, yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin. Keberatan lainnya adalah perbedaannya yang cukup tajam dengan gagasan Presiden Suharto untuk mengajak koperasi membeli saham perusahaan-perusahaan perkebunan yang sekarang dimiliki negara. Kalau perusahaan-perusahaan perkebunan yang ada saja masih belum mempunyai modal cukup untuk memulihkan kapasitas produksi yang mereka capai sebelum Perang Dunia II, semasa mereka masih berstatus perusahaan swasta asing, bagaimana mungkin dialokasikan modal besar bagi agri-bisniss dari jenis estates ini? Kalau demikian, tinggal ada satu jenis agri-bisniss yang dapat dikembangkan di sini, yaitu meneruskan pengembangan perusahaan-perusahaan perkebunan kita, sebelum nanti pada akhirnya dialihkan kepada pemilikannya oleh koperasi. Pada saat ini, hidup perkoperasian kita belum cukup matang untuk penampungan perkebunan-perkebunan negara yang ada, baik dari aspek modal, ketata-laksanaan, organisasi produksi dan pemasarannya sekali, maupun dari aspek ketrampilan teknik berproduksinya. Koperasi harus menjadi kuat sebelum menerima tugas melanjutkan usaha perkebunan. Karenanya, sebelum masa itu tercapai, layaklah kalau perusahaan-perusahaan perkebunan yang ada dibina dan dikembangkan sebagai jenis agri-bisniss yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan kita. Sedangkan di luar itu, marilah upaya di bidang pertanian kita pusatkan pada pemenuhan kebutuhan pangan pokok oleh rakyat, dengan tidak mengenyampingkan usaha sampingan mereka seperti horticultura dan sebagainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus