Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Ambang Janji

Ambang sungai barito selesai dikeruk. kedalamannya belum mencapai 10 m. belum dapat dilabuhi kapal haji. calon jemaah haji masih harus melalui tanjung perak. ekspor kayu meningkat.(dh)

27 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AMBANG Sungai Barito yang dikeruk bulan Agustus 1975 silam, sudah selesai dan diresmikan pemanfaatannya oleh Presiden Soeharto tanggal 5 Nopember 1976 kemarin. Walau begitu tokh omongan tak sedap masih terdengar juga -- sekurang-kurangnya bersumber dari mereka yang sering mendengar janji. Soalnya, "Jemaah haji kapal laut Kalsel tahun 1977 mendatang, boleh naik langsung di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin. Itu bila Ambang Sungai Barito selesai dikeruk", begitu kata banyak pejabat di daerah itu dua tahun lampau. Yaitu ketika pengerukan baru dimulai. Sehingga "calon jema'ah haji di daerah ini tidak perlu lagi repot-repot ke Surabaya sebelum meneruskan perjalan ke Tanah Suci. Cukup dari sini". Begitu bunyi janji lagi. Kini proyek yang menelan biaya US $ 12 juta itu sudah selesai, tapi calon jema'ah haji tahun depan masih harus liwat Tanjung Perak Surabaya. "Benarkah itu Pak Bardjo?" tanya TEMPO kepada Gubernur Kalimantan Selatan. Nah, "itulah soalnya", sahut gubernur Haji Subardjo. Diakuinya jema'ah Kalsel memang belum bisa langsung turun atau naik di Pelabuhan Trisakti. Bukan Soal Kenapa Gubernur Subardjo memang membuka kartu prihal kehendak warganya akan hal keberangkatan ke Jeddah langsung dari Trisakti itu. Menurut gubernur semula memang terbias maksud untuk mengeruk Ambang Barito sampai kedalaman tertentu sehingga kapal haji dapat merapat. Namun ia menolak kalau dikatakan bahwa rencananya tidak kesampaian. Sebab kedalaman yang dikeruk dan telah diresmikan itu, baru mencapai kedalaman 6 meter. Padahal kapal haji memerlukan kedalaman minimal 10 M baru bisa leluasa memasuki pelabuhan Trisakti. Artinya, dengan kedalaman 10 M itu, lumpur harus dihisap paling tidak 12.800.000 M3. Kenapa tidak langsung dikeruk hingga mencapai kedalaman itu? "Bukan soal kenapanya tidak", ujar Subardjo nyaris berbisik, tapi,"artinya biaya kali dua. Biaya yang dua kali itulah yang belum ada. Namun rencana tetap ada". Kata gubernur yang haji ini pula, rencana itu baru bisa terwujud dengan tergantung pada pemanfaatan alur Ambang Sungai Barito itu sendiri. "Pokoknya kita lihat dulu manfaatnya", katanya. Keyakinan akan bermanfaatnya alur yang sepanjang 14.300 Km dengan lebar 100 M itu agaknya sudah jelas. Misalnya seperti yang terlihat pada acara peresmian itu, kapal Korea yang bertonase 6000 DWT bermuatan penuh 600 ribu M3 kayu gelondong, dilepas. Juga seperti yang terbayang berdasarkan perhitungan Mudjiman SH, Kedapel V Banjarmasin, "volume ekspor kayu yang tadinya cuma 800.000 M3/tahun, akan melonjak 2.000.000 M3", katanya. Tapi ini baru di sektor kayu saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus