RUANG kerja yang terletak di lantai II itu didominasi warna
putih. Sebuah pot bunga anggrek menghias meja kerja berwarna
hitam, menghidupkan suasana. "Dulu suasana ruangan ini suram,
menyeramkan. Kursi dan meja-meja yang ada di sini seolah akan
menenggelamkan saya karena besarnya. Saya merasa kecil sekali.
Akhirnya, perabot yang ada, yang hampir semua berbentuk ukiran
dengan warna gelap, saya ganti. Begitu juga warna cat ruangan
ini", kata penghuni ruang tersebut, Ny. Nani Sudarsono, Menteri
Sosial.
"Meja ini juga bersih bukan ? Seorang manajer yang baik mejanya
tidak akan dipenuhi buku atau berkas segala macam," ujarnya
sambil tersenyum. "Saya memang menginginkan ruangan ini sebersih
aparat Departemen Sosial," tambahnya lagi.
Satu-satunya menteri wanita dalam Kabinet Pembangunan IV yang
memegang departemen ini ternyata menjadi menteri pertama yang
melakukan perombakan besar-besaran dalam departemennya. Awal
pekan lalu ia mengganti lima dari enam pejabat eselon I
Departemen Sosial. Dan Rabu pekan ini dilantiknya 32 pejabat
baru eselon II. Sedangkan eselon III akan dibereskannya bulan
depan.
Ia membantah pembenahan ini ada kaitannya dengan berbagai
penyelewengan di departemennya. "Pembenahan ini benar-benar
untuk penyegaran belaka. Banyak di antar mereka yang telah lama
memegang jabatan tersebut," katanya.
Istilah penyegaran yang dipakai Ny. Nani kali ini agaknya
tepat. Beberapa pejabat teras Departemen Sosial memang telah
sangat lama menduduki kursi mereka. Inspektur Jenderal
Departemen Sosial Hartomo, misalnya, telah memegang jabatan
penting tersebut sejak 1972, sedang Direktur Jendral Bantuan
Sosial, Harun Alrasyid, sejak 1974.
Tujuan penyegaran ini, menurut Ny. Nani, guna mempersiapkan
aparatur untuk melaksanakan tugas masa kini dan masa datang.
Untuk itu, Departemen Sosial dirombak secara struktural, diikuti
dengan memperluas beberapa bidang yang sebelumnya tidak banyak
ditangani, misalnya penanganan masalah karang taruna.
Dijelaskannya juga soal "catur tertib": tertib organisasi,
administrasi, operasional dan personil, yang ditetapkannya
sebagai garis kebijaksanaan menteri sosial. "Tujuannya, sebagai
upaya peningkatan dan pemantapan sesuai dengan kondisi obyektif
yang dihadapi," kata Menteri Nani.
Sasaran "catur tertib" bukan diarahkan kepada perorangan pejabat
atau pegawai di lingkungan Departemen Sosial. "Tetapi diarahkan
kepada refungsionalisasi dan revitalisasi Departemen Sosial
secara menyeluruh," ucap Ny. Nani.
Empat bulan setelah Ny. Nani dilantik, bekas kepala Kantor
Wilayah Departemen Sosial Kalimantan Timur, Moeljono, diajukan
ke pengadilan dengan tuduhan korupsi. Dalam sidang -sidang
pengadilan kemudian, terungkaplah betapa kuat dan luas korupsi
telah menggerogoti departemen ini.
Beberapa saksi mengungkapkan adanya "keharusan menyetor sebelas
persen dari dana proyek "Perincian pembagiannya: satu persen
untuk dana taktis menteri sosial, dua persen untuk para dirjen,
dua persen untuk dana taktis kepala Kanwil, dua persen untuk
melayani tamu Kanwil dan Dharma Wanita Kanwil, sedang yang untuk
pimpinan proyek.
Pengumpulan dana oleh para pimpinan proyek, selain atas dasar
imbauan Kakanwil, juga dilakukan "karena adanya permintaan lewat
interlokal dari atasan di Jakarta," kata seorang saksi. Adapula
yang "melalui sebuah nota yang dibawa oleh seorang petugas dari
Jakarta, dari seorang direktur di Departen Sosial."
Dalam wawancaranya dengan TEMPO bulan Juli lalu, Moeljono memang
mengakui menerima dana sepuluh persen dan proyek, tapi uang itu
tak digunakannya untuk kepentingannya pribadi. Selain untuk
berbagai pengeluaran yang diperlukan proyek "tapi tidak ada
dalam DIP", menurut pengakuannya, dana itu juga "untuk konsumsi
dan akomodasi tamu dari pusat". Para tamu itu termasuk akuntan,
petugas Inspektorat Jenderal dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Mungkin pelayanan itulah yang membuat hasil pemeriksaan beberapa
lembaga pengawas tersebut terhadap Kanwil Departemen Sosial
Kalimantan Timur selama ini selalu "baik" (TEMPO, 23 Juli 1983).
Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR pekan lalu, Ny. Nani
cuma mengatakan "kasus upeti ini sudah ditangani secara tuntas".
Namun, tampaknya, dalam membenahi departemennya Ny. Nani sangat
memperhatikan segi kemanusiaan. "Memang sulit melakukan suatu
tindakan, apalagi yang menyangkut diri manusia, karena juga
harus dipikirkan nasib keluarga yang mereka tanggung," ujar ibu
tiga anak tersebut.
Pembenahan yang dilakukan Ny. Nani tampaknya disambut gembira
banyak karyawan Departemen Sosial. "Dia itu orang gila. Tembok
sebegitu tebal ditembusnya," ujar seorang pegawai golongan I/D
pekan lalu. "Mudah-mudahan tindakan Bu Nani tidak hangat-hangat
tahi ayam. Sejak bekerja di sini, saya sudah mengalami tiga
menteri. Masak baru kali ini ada pembersihan," kata seorang
pegawai rendahan lainnya.
Menteri Nani sendiri agaknya mennyadari besarnya harapan yang
ditumpahkan kepadanya. Dalam wawancaranya dengan wartawan
TEMPO James R. Lapian pekan lalu, ia dengan hati-hati mengakui
keterbatasannya. "Kami tidak bisa bertindak sendiri karena
pelaksanaan kerja Departemen Sosial, terutama di tingkat
terbawah melibatkan juga pihak lain." Disebutkannya juga
beberapa kelemahan departemennya, antara lain keterbatasan
personalia dan jangkauan perangkat struktural yang hanya sampai
pada daerah tingkat II, sedang basis wilayah operasinya terutama
di daerah pedesaan.
Ny Nani, yang rupanya juga tetap ingin dikenal sebagai "teman
akrab, ibu yang bijak, dan pimpinan yang tegas'" kata-kata yang
diucapkannya Maret lalu setelah pelantikannya. "Saya bukan
singa betina seperti yang dikatakan sementara orang," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini