SEKALI lagi Sugiharto, Ketua F-KP menantang pemerintah pekan
lalu. Fraksinya akan menggunakan hak angket untuk mengurangi
kebocoran pelaksanaan APBN.
DPR belum pernah menggunakan 'hak angket'. Karena belum ada
undangundang yang mengaturnya? Satu-satunya undang-undang yang
mengatur ialah UU Angket no. 6/1954 yang belum dicabut. Dalam
undang-undang bikinan jaman liberal itu, panitia angket DPR
dapat memanggil setiap warga negara dan lembaga pemerintah
untuk diselidiki.
"Peraturan masih harus disempurnakan, tapi tidak berarti tidak
bisa menggunakan hak angket itu," kata Sayuti Melik dari F-KP.
DPR-GR di bawah pimpinan Letjen (Purn) Sudirman memang pernah
mencoba mengangket pemerintah tahun 60-an "Tapi saya tidak
melihat hasilnya," kata Yuti. Konon Presiden Soekarno menolak
usul yang disampaikan Sudirman itu.
Sekarang suasananya lain. Presiden sendiri mengundang lembaga
itu mengajukan kritik yang baik. Itu pula kiranya yang mendorong
F-KP mulai berani bicara soal penyelewengan. Di samping itu,
Peraturan Tata Tertib DPR--yang juga mengatur hak angket--sudah
diselesaikan 2S Juni lalu.
Mortir
Usul mengadakan penyelidikan (Tatih pasal 15-21) dapat dilakukan
sejumlah anggota yang tidak hanya berasal dari 1 fraksi, yang
kemudian disampdikan kepada pimpinan DPR. Selanjutnya pimpinan
DPR menyampaikan usul itu beserta perincian pembiayaannya pada
Presiden. Bila usul diterima, DPR membentuk panitia khusus 10
orang. Hasil akhir laporannya disampaikan pada Presiden.
Kalangan DPR berharap bakal berhasilnya pelaksanaan hak angket
itu. "Sekarang saya tidak melihat pelaksanaan hak angket sebagai
move politik seperti di masa lampau," kata Sayuti Melik.
"Mengangket tidak berarti sekedar mencari kesalahan eksekutif.
Tapi ada usaha saling memperbaiki."
Pihak pimpinan DPR melihat, sudah waktunya anggota DPR
melaksanakan hak itu. "Banyak soal yang sudah mendesak, misalnya
yang terjadi di daerah," kata Wakil Ketua KE Masjkur, tanpa
menunjuk masalah konkrit yang perlu diangketkan. Wakil Ketua
lainnya, Mh. Isnaeni, juga menyatakan pemerintah tidak bakal
menghambat anggota DPR melaksanakan haknya.
Sedang Ketua DPR Daryatmo pada Kompas minggu lalu menyebut: "Itu
hak DPR yang harus dilaksanakan." Namun ia menyarankan agar
digunakan secara tepat. "Jangan nanti terjadi, untuk menghadapi
satu orang musuh kita menggunakan mortir," katanya. Ia setuju,
hak angkt diterapkan untuk menangani masalah korupsi,
pelaksanaan APBN dan pembangunan.
F-PDI rupanya juga sependapat dengan gagasan itu. "Setuju, meski
agak terlambat," kata TAM Simatupang, dari fraksi itu pada
TEMPO. Ia melihat masalah korupsi, tanah dan perburuhan perlu
segera diangketkan. "DPR harus berani menyelidiki kebocoran PBN
sejak perencanaan," tambahnya. Maksudnya, "penentuan harga
anggaran, oleh Bappenas, juga harus diselidiki." Ia melihat
kebocoran terjadi sejak tahap itu.
Hak angket juga diperlukan untuk membidik kebocoran yang secara
yuridis formil tidak terbukti. "Semakin banyak orang pinter,
semakin banyak dalih seakan membenarkan korupsi. Hany: hak
angket yang bisa menembusnya," tambah Simatupang. Namun ia tidak
mcnutup mata kesulitan yang menghambat. Keterbukaan pemerintah
memang salah satu kuncinya. Tapi dalam tubuh DPR sendiri juga
ada ganjalan seperti voting kelompok mayoritas di Badan
Musyawarah.
Imam Sofwan, dari F-PP melihat usul angket yang harus datang
dari 2 fraksi sebagai salah satu kesulitan. "Kalau sasaran
angket dikehendaki semua, tidak sulit. Tapi kalau menyangkut
masalah politik fraksi, itu agak susah," kata impinan F-PP itu
pada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini