Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Henry Kissinger Menulis Memoir

Henry kissinger menulis memoir yang menarik perhatian amat luas, berjudul "White House Years". 

20 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HENRY Kissinger menulis memoir, dan seluruh dunia menunggu. Maka ketika bukunya keluar, 1.521 halaman dan harga sekitar Rp 15.000, berhamburanlah penerbitan media massa mengutipnya. Bagian-bagian yang disarikan dari White House Years disiarkan dalam hampir seluruh koran di dunia. Majalah Time sudah tiga kali berturut-turut memuat versi yang telah diringkas, seraya mengumumkan bahwa jilid kedua buku itu sedang disiapkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kissinger memang berharga. Ia untuk waktu yang panjang (sejak Nopember 1968 hingga 1977) duduk di kursi yang sangat menentukan politik luar negeri Amerika Serikat, negeri raksasa itu. Ia ikut menggelindingkan perubahan-perubahan besar. Ia pergi ke Peking secara sembunyi-sembunyi dan menjalin hubungan Amerika-Cina ketika hal itu tak terbayangkan. Ia berunding dengan Vietnam Utara untuk mencoba mengakhiri keterlibatan Amerika di Asia Tenggara -- dan dapat Hadiah Nobel Perdamaian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menyaksikan hari-hari terakhir Presiden Nixon yang terlibat dalam kekotoran politik Watergate. Ia ikut menjatuhkan Presiden Allende di Chili dan ia, seorang Yahudi, bersahabat dengan Sadat. Dan ia pintar menulis. Ia jernih dalam menyusun pikiran. Kalimatnya terang serta ringkas tapi hidup. Ia punya banyak anekdot tentang tokoh-tokoh dunia. Ia bisa lucu, dan sekalipun sadar akan kepintaran dan kekayaan pengalamannya, ia bisa mentertawakan diri sendiri.

Tapi sementara itu juga ia harus diterima dengan berhati-hati. Ia bisa meyakinkan, tapi siapa tahu ia masih terus berbohongi' White House Years ditulis ketika debu belum seluruhnya reda ke tanah, setelah perang dan pertikaian sengit di pojok-pojok dunia. White House Years juga ditulis ketika Amerika --dan Kissinger--masih dituding-tuding untuk darah yang tumpah di Indocina dan kekotoran-kekotoran yang terjadi di Amerika Latin serta Iran.

Kissinger mustahil tak ingin membikin pleidooi. Michael Maccoby dalam studinya yang termashur tiga tahun yang lalu menyebut Kissinger sebagai seorang gamesman yang berbakat: satu tipe tokohyang minat utamanya adalah tantangan, kegiatan bersaing, di mana ia bisa kasih unjuk bahwa dialah si pemenang. Ringkasnya, ia seorang yang menyambut kerja dan kehidupan bagai sebuah game. Karya Kissinger yang mutakhir ini, sebuah buku, mungkin juga hanya satu unsur dalam permainan itu -- seperti halnya tindakan-tindakannya dulu.

Kissinger masih senyum dengan matanya yang kelap-kelip tajam, dan dalam keadaan lebih langsing, ia konon siap untuk jadi Senator. Dan seorang yang belum mau pensiun masih bisa bohong. Ia mengakui tanpa rasa bersalah, tapi penuh penjelasan, 'bagaimana pemerintah AS di masanya menjatuhkan Presiden Allende dan ikut mengocok politik dalam negeri Chili.

Tapi ia mengesankan ia tak tahu sebelumnya bahwa Marsekal Lon Nol menggulingkan Pangeran Sihanouk--sementara Sihanouk yakin bahwa CIA main untuk menyingkirkannya. Mana yang benar? Tapi memang tak jarang buah pikiran Kissinger yang muncul di sana-sini dalam bukunya menunjukkan bahwa ia pun tak bebas dari beban moral.

Di antara keyakinan keras dalam menghadapi apa yang ia anggap musuh, ia sering masih terpaksa menjawab dengan rasa berdosa. Bagaimana orang bisa cuma Otak yang menghalalkan segala-galanya, untuk seterusnya?

Di tahun 1970 Kissinger yang sedang sibuk dengan pemboman Kamboja bahkan mengadakan kontak dengan sejumlah kaum pafifis muda yang menentang perang. Pertemuan mereka tanpa hasil. Tapi, kata Kissinger, 'Dialog kami adalah dialog yang tak akan berakhir terus-menerus antara negarawan dengan para nabi, antara mereka yang bekerja dalam kerangka waktu melalui tahap-tahap yang dapat dijangkau, dengan mereka yang memprihatinkan masalah kebenaran dan hal-hal yang kekal."

Ia mengerti oposisi itu. Dan ucapannya tentang Iran terdengar benar walaupun ia bersimpati kepada Shah "Bijaksanalah sang Penguasa yang mengerti bahwa pembangunan ekonomi . . . membawa juga kemestian untuk membangun insitusi politik baru guna menampung bertambah majemuknya masyarakat." Shah tidak tahu itu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Goenawan Mohamad

Goenawan Mohamad

Penyair, esais, pelukis. Catatan Pinggir telah terhimpun dalam 14 jilid. Buku terbarunya, antara lain, Albert Camus: Tubuh dan Sejarah, Eco dan Iman, Estetika Hitam, Dari Sinai sampai Alghazali.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus