PARA pelajar sekolah dasar di empat provinsi bagian selatan Thailand berbatasan dengan Malaysia kembali ke pangkuan sekolahnya, menjelang akhir September lampau, setelah istirahat belajar sebulan lebih. Musabab libur panjang itu adalah tragedi yang menimpa sekolah mereka: 33 gedung serempak terbakar pada dinihari awal Agustus silam. Masih ada sekolah yang selamat. Namun, semua guru kompak mogok dengan alasan keselamatan mereka tidak terjamin padahal sekitar 200 personel komando antiteroris didrop dari Bangkok. Suasana di kawasan selatan Negara Gajah Putih itu memanas setelah penggranatan kuil Ratsamosorn di Ruso, Narathiwat. Lalu ada yang mencoba membakar masjid di Kota Pattani, dan penyergapan satuan tentara unit pembangunan di Yala. Terakhir, kereta ekspres Bangkok-Sungaigolok diberondong roket. Sampai hari ini belum jelas siapa biang laku khianat yang mengipas keresahan warga muslim mayoritas di empat provinsi tersebut. Penduduk tidak percaya bahwa pelakunya kaum mereka sendiri, yang oleh Bangkok dijuluki separatis, seperti dituduhkan pejabat keamanan. Suara senada bahkan diutarakan Den Thomeena, deputi menteri dalam negeri. Seperti disiarkan koran Daily News, 20 September lalu, Den, yang juga wakil rakyat dari Provinsi Pattani, sejak awal telah menyanggah tuduhan Bangkok yang menyebut pembakar sekolah itu kaum separatis muslim. Lebih jengkel lagi dia karena abangnya, Amin Thomeena, diisukan sebagai dalang kasus tadi. ''Buktikan keterlibatan abang saya. Kalau ada bukti, saya siap mengosongkan kursi saya,'' ujarnya, seperti dilaporkan Ahmad Latief dari TEMPO. Amin kini mengungsi di Negara Bagian Kelantan, Malaysia. Jadi, siapa gerangan pelakunya? Den Thomeena menyingkapkan, mungkin saja suasana rusuh sengaja diciptakan, terutama setelah pihak keamanan merasa kehilangan pengaruh dan kesempatan. Sejak PM Chuan Leekpai menerajui negara itu, untuk wilayah ini anggaran belanja sektor pertahanannya diciutkan. Padahal selama ini banyak pejabat yang ditugasi ke selatan merasa bagai mendapat durian runtuh. Adanya bentrokan kecil saja cukup menjadi alasan mereka membengkakkan anggaran operasional. Dalihnya, ya, demi pemulihan stabilitas nasional. Ibaratnya, inilah kesempatan menambang uang di punggung orang alias di tengah derita penduduk. ''Ini bukan rahasia lagi. Banyak pejabat mengaut untung di selatan, melalui pelacuran, perjudian, penyelundupan, pasar gelap senjata, narkotik, dan ketegangan yang dibuat di daerah ini,'' kata Den di koran tadi. Jadi, memang ada pihak yang berkepentingan agar keadaan jangan aman. Agar belangnya tetap jadi teka-teki, lima pemuda diciduk dan dipaksa mengaku berbuat. Padahal, menurut penduduk, mereka tidak melakukan apa- apa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini