Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mencari Bakat Kepemimpinan

Seminar bertema "refleksi dan pemikiran lanjutan tentang pembaharuan" diselenggarakan Golkar di Jakarta. Membahas ide-ide untuk menentukan arah perkembangan Golkar 25 tahun mendatang.

21 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GOLKAR berusia seperempat abad. Masih muda dalam sejarah politik. Tapi, Senin pekan lalu, pemenang empat kali pemilu itu mencoba melihat ke depan dengan mengadakan seminar sehari bertemakan "Refleksi dan Pemikiran Lanjutan tentang Pembaharuan". Sekitar 300 pengurus dan kader Golkar serta undangan lainnya tampak memenuhi Ruan Bali di Hotel Indonesia, Jakarta. "Yang dibahas adalah hal-hal mendalam dan mendasar," kata ketua panitia seminar Jacob Tobing. Antara lain, "mengenai ide-ide untuk menentukan arah perkembangan Golkar 25 tahun mendatang." Untuk menyerap ide-ide itu, maka sengaja ditampilkan pembicara "orang luar" DPP, yakni Jakob Oetama, Pemimpin Redaksi Kompas, dan Menteri Negara PAN Sarwono Kusumaatmadja. "Orang dalam" tampil sebagai pembahas, seperti Alfian, Moerdopo, dan Ida Ayu Utami Pidada serta Kasospol ABRI Harsudiono Hartas. Dalam seminar yang dipandu oleh Fikri Jufri dari TEMPO dan Sabam Siagian dari Jakarta Post itu, Jakob Oetama membandingkan Golkar dengan Partido Revolucionario Institucional (PRI) yang berkuasa di Meksiko. Pasalnya, memang terdapat beberapa kesamaan antara kedua partai ini. PRI berhasil mempertahankan kestabilan selama 60 tahun berkuasa, hingga memberi kesempatan kepada pembangunan di bidang ekonomi. Padahal, sebelum 1929, Meksiko ditandai oleh pergolakan dan destabilisasi yang silih berganti. Namun, merosotnya kehidupan ekonomi dalam lima tahun terakhir, antara lain disebabkan anjloknya harga minyak bumi, menyebabkan PRI merasa perlu mengadakan pembaruan. Terutama dalam upaya membebaskan diri dari belitan beban utang luar negeri yang mencapai 100 milyar dolar AS. Tapi kebijaksanaan ini agaknya sulit dilakukan tanpa adanya pembaruan terhadap struktur monolitik partai. Struktur ini telah melahirkan birokrat-birokrat partai yang tak lagi luwes dan peka terhadap perkembangan masyarakat. Sementara itu, kesadaran politik rakyat Meksiko elah tumbuh, dan sikap kritis terhadap kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang -- penyakit yang biasa hinggap pada partai yang terlalu lama berkuasa -- semakin terbentuk. Dampaknya lantas terasa pada pemilihan umum tahun lalu. PRI hanya berhasil meraih 50,36% suara. Padahal, dalam pemilu sebelumnya selalu berhasil menggaet 70-90o. Maka, Presiden Salinas terpaksa lebih akomodatif menampung aspirasi lawan politiknya dalam menjalankan roda pemerintahan. Berdasarkan pengalaman PRI itu, Jakob Oetama lantas mempertanyakan ide apa yang dapat dipelajari untuk melakukan refleksi dan pembaruan dalam Golkar. Sebab, setelah 25 tahun, tentu banyak perubahan di masyarakat, hingga kebijaksanaan yang diambil seperempat abad lalu itu tentu harus ditinjau kembali. Menurut Jakob Oetama, Golkar telah berhasil melakukan transformasi ideologi dengan berlakunya asas tunggal Pancasila dalam format politik Orde Baru. Maka yang diperlukan sekarang adalah bagaimana mengisi format asas Pancasila itu. Jawabannya antara lain adalah dengan mendefinisikan doktrin-doktrin pembangunan Golkar. Misalnya saja apakah penurunan Pasal 33 UUD 45, yakni ekonomi atau pembangunan dilaksanakan "untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat", telah tercapai. Atau bahkan apakah arah pembangunan yang berlangsung sesuai dengan semangat itu. Atas dasar pemikiran seperti itulah Jakob Oetama mengimbau Golkar agar berpihak pada wong cilik, yang tak mempunyai jalur dan akses kepada para pengambil keputusan seperti kelompok profesional di perkotaan. Namun, Golkar juga tak perlu memusuhi kelas menengah, pengusaha, atau mereka yang maju berkat pembangunan. Golkar harus mengajak semua kelompok menengah dan atas untuk ikut serta memobilisasi kekuatan bagi upaya mewujudkan "sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" itu. Sementara itu, Sarwono Kusumaatmadja tampaknya lebih menyorot kesenjangan antara yang kaya dan miskin itu sebagai tantangan utama. "Di Indonesia kini 40% dari penduduk hanya kebagian 15% dari pendapatan nasional," kata bekas Ketua Dewan Mahasiswa ITB itu. Sementara itu, 20% penduduk termakmur Indonesia menikmati 56% dari pendapatan nasional. Kesenjangan ini, ditambah dengan semakin terdidiknya bangsa Indonesia, akan memberi tekanan pada mekanisme politik bangsa. Padahal, seperti diutarakan Jakob Oetama, pada masa kritis tinggal landas biasanya justru diperlukan "pengetatan" sistem politik, bukan pelonggaran. Ia menunjuk pengalaman Korea, Taiwan, dan Spanyol sebagai contoh. Oleh karena itu, Sarwono, bekas Sekjen DPP Golkar, menganjurkan agar upaya konsensus nasional mengenai rencana 25 tahun mendatang dilakukan. "Kita telah melihat ampuhnya mekanisme konsensus ini sebelumnya, mengapa tak diulangi?" katanya. Agar tetap mampu menjawab tantangan 25 tahun ke depan, Sarwono berpendapat bahwa Golkar harus menyempurnakan diri dari sekadar memikirkan strategi "bagaimana memenangkan pemilu" menjadi memberikan jawaban "mengapa Golkar harus dimenangkan". Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu agaknya akan dibahas juga dalam Rapat Pimpinan Golkar yang akan diadakan di Gedung Serba Guna Senayan, Jakarta, 17-19 Oktober ini. Golkar akan membahas hal-hal yang menjadi perhatian masyarakat seperti korupsi, manipulasi, kesenjangan sosial, lapangan kerja, dan keterbukaan. Termasuk soal suksesi? "Ah, itu tidak kami jadwalkan," kata Sekjen DPP Golkar Rachmat Witoelar. "Golkar masih dalam tahap talent scouting," tambah Ketua Umum Golkar Wahono. Artinya, mencari bakat-bakat kepemimpinan yang kelak dapat ditampilkan sebagai figur dalam kepemimpinan nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus