Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mencoba cara jepang ?

Gagasan pangkopkamtib sudomo, ingin mencoba sistem "koban" dari jepang untuk keamanan lingkungan, pihak polisi agak ragu.(nas)

15 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEAMANAN memburuk, dan ide-ide jadi banyak. Antara lain bagaimana kalau kita menangkal kejahatan dengan cara Jepang? Ini dikeluarkan oleh Pangkopkamtib Laksamana Sudomo, beberapa waktu yang lalu. Sudomo menunjuk sistem Koban. Dalam waktu dekat ia akan mengirim tim ke Jepang buat mempelajari sistem itu. "Kalau memang cocok, tahun ini pula akan dilaksanakan di Indonesia. Jakarta menjadi proyek percobaannya," kata Sudomo. Sistem ini memang menarik. Di Jepang, sistem ini dikembangkan sejak zaman Meiji. Selama 24 jam, tiap pos atau Chuzaisbo (pos polisi di pemukiman) dipegang satu atau dua orang. Wilayahnya sama dengan ukuran rukun warga (RW) di sini. Pelaksanaan sistem Koban dikomando oleh Hashutsusho (semacam sektor kepolisian) yang berkekuatan 21 orang. Secara bergilir, polisi dari pos ini meronda wilayah yang dijaganya. Tiap Hashutsusho membawahkan beberapa polisi yang disebar di berbagai pos polisi pemukiman. Mereka ditugaskan dan tinggal di tengah masyarakat -- bersama keluarganya -- selama 3 tahun. Menurut laporan wartawan TEMPO di Tokyo, Seichii Okawa, polisi yang ditempatkan di Chuzaisho itu memang sering mengunjungi warga masyarakat. Ia mencatat jumlah anggota keluarga, pekerjaan, tempat kerja, jam pulang dan pergi bekerja, kendaraan sampai tamutamu yang sering datang ke rumah warganya. Si polisi itu juga mengajari ibu-ibu rumah tangga tentang cara mengunci pintu, mencegah kejahatan dan memberikan laporan kepada polisi. Mengenakan seragam biru tua, menyandang tongkat dan walkie talkie di pinggang kiri dan pistol di kanan, secara utin polisi berpatroli. Menyusuri lorong-lorong di antara rumah penduduk, mengamati gerak-gerik orang yang di jumpainya. Kecuali menjaga keamanan, sang polisi juga membimbing remaja mendidik anak-anak soal ketertiban lalu-lintas, dan mencegah orang mabuk-mabukan. Pos polisi Chuzaisho juga ditempatkan di hotel dan gedung perkantoran. Tugasnya sama: mengenal dan mengamati orang yang ada di situ. Rata-rata seorang polisi kebagian tugas menjaga keamanan 550 penduduk. Tapi ada pula yang kebagian lebih. Misalnya di kompleks perumahan Midori, Funabashi, Chiba Prefecture, sebuah Chuzaisho membawahkan wilayah 4,5 km persegi dengan penduduk 11.000 orang. Menurut data Kepolisian Nasionai Jepan (Keishicho), di sana ada 1.220 kantor polisi setingkat resort di Indonesia, 6.113 Hashutsusho dan 9.347 pos polisi pemukiman. Lewat sistem Koban ini, polisi dengan cepat bisa mencium tindakan kejahatan di wilayahnya. Selama 1981 misalnya, polisi Jepang mencatat ada 1,4 juta kejahatan -- tidak terbilang pelanggaran lalu lintas -- dan berhasil menggulung 870 ribu kasus. Agaknya ini pula yang menarik untuk mencoba melaksanakannya di sini. Namun demikian, menurut Kepala Direktorat Reserse Kodak Metro Jaya, Kol. Hindarto, sistem Koban itu tidak gampang diterapkan di sini. "Sistem ini membutuhkan anggota polisi lebih banyak, peralatan komunikasi yang memadai, pos polisi di mana-mana dan inisiatif anggota polisi," katanya. Jumlah polisi Indonesia cuma 120 ribu, sementara Jepang punya 250 ribu orang. Dengan sistem itu, polisi Jepang memang unggul dalam menggulung kejahatan. "Mereka ditunjang oleh peralatan komunikasi yang mutakhir, " kata Hindarto yang pernah mengamati sistem kerja polisi Jepang. Sistem serupa Koban itu sebenarnya pernah dicoba di sini. Seorang polisi diwajibkan mengenal lingkungannya dalam radius 100 meter secara intensif. Ia juga ditugasi menggerakkan kesadaran masyarakat untuk menjaga keamanan misalnya dengan siskamling. Namun Hindarto juga mengakui, belum pernah ada penilaian pelaksanaan sistem itu. Apalagi berbeda dengan sistem Koban "tugas mengenal lingkungan" bagi polisi Indonesia itu cuma sambilan. Kapolri sendiri belum memastikan perlu tidaknya mengambil alih sistem Koban. "Ini baru gagasan," kata Letjen Anton Soedjarwo kepada TEMPO. Anton yang dikenal sebagai pencetus sistem "polisi mesti mengenal lingkungannya dalam radius 100 meter itu" menganggap lebih cocok dengan siskamling. Tapi Anton juga punya rencana mirip sistem Koban. "Setiap kelurahan akan ada pos polisi," katanya. Selain siskamling, polisi juga akan lebih kerap meronda dengan sepeda masuk lorong-lorong. "Kalau ini jalan," kata Anton, "rakyat bisa langsung lapor kepada polisi yang lagi patroli bila ada apa-apa." Jadi, polisi "tidak cuma menunggu laporan di kantor," tambahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus