KEAMANAN memburuk, dan ide-ide jadi banyak. Antara lain
bagaimana kalau kita menangkal kejahatan dengan cara Jepang? Ini
dikeluarkan oleh Pangkopkamtib Laksamana Sudomo, beberapa waktu
yang lalu. Sudomo menunjuk sistem Koban. Dalam waktu dekat ia
akan mengirim tim ke Jepang buat mempelajari sistem itu. "Kalau
memang cocok, tahun ini pula akan dilaksanakan di Indonesia.
Jakarta menjadi proyek percobaannya," kata Sudomo.
Sistem ini memang menarik. Di Jepang, sistem ini dikembangkan
sejak zaman Meiji. Selama 24 jam, tiap pos atau Chuzaisbo (pos
polisi di pemukiman) dipegang satu atau dua orang. Wilayahnya
sama dengan ukuran rukun warga (RW) di sini.
Pelaksanaan sistem Koban dikomando oleh Hashutsusho (semacam
sektor kepolisian) yang berkekuatan 21 orang. Secara bergilir,
polisi dari pos ini meronda wilayah yang dijaganya. Tiap
Hashutsusho membawahkan beberapa polisi yang disebar di berbagai
pos polisi pemukiman. Mereka ditugaskan dan tinggal di tengah
masyarakat -- bersama keluarganya -- selama 3 tahun.
Menurut laporan wartawan TEMPO di Tokyo, Seichii Okawa, polisi
yang ditempatkan di Chuzaisho itu memang sering mengunjungi
warga masyarakat. Ia mencatat jumlah anggota keluarga,
pekerjaan, tempat kerja, jam pulang dan pergi bekerja, kendaraan
sampai tamutamu yang sering datang ke rumah warganya. Si polisi
itu juga mengajari ibu-ibu rumah tangga tentang cara mengunci
pintu, mencegah kejahatan dan memberikan laporan kepada polisi.
Mengenakan seragam biru tua, menyandang tongkat dan walkie
talkie di pinggang kiri dan pistol di kanan, secara utin
polisi berpatroli. Menyusuri lorong-lorong di antara rumah
penduduk, mengamati gerak-gerik orang yang di jumpainya.
Kecuali menjaga keamanan, sang polisi juga membimbing remaja
mendidik anak-anak soal ketertiban lalu-lintas, dan mencegah
orang mabuk-mabukan.
Pos polisi Chuzaisho juga ditempatkan di hotel dan gedung
perkantoran. Tugasnya sama: mengenal dan mengamati orang yang
ada di situ. Rata-rata seorang polisi kebagian tugas menjaga
keamanan 550 penduduk. Tapi ada pula yang kebagian lebih.
Misalnya di kompleks perumahan Midori, Funabashi, Chiba
Prefecture, sebuah Chuzaisho membawahkan wilayah 4,5 km persegi
dengan penduduk 11.000 orang.
Menurut data Kepolisian Nasionai Jepan (Keishicho), di sana ada
1.220 kantor polisi setingkat resort di Indonesia, 6.113
Hashutsusho dan 9.347 pos polisi pemukiman. Lewat sistem Koban
ini, polisi dengan cepat bisa mencium tindakan kejahatan di
wilayahnya. Selama 1981 misalnya, polisi Jepang mencatat ada 1,4
juta kejahatan -- tidak terbilang pelanggaran lalu lintas -- dan
berhasil menggulung 870 ribu kasus.
Agaknya ini pula yang menarik untuk mencoba melaksanakannya di
sini. Namun demikian, menurut Kepala Direktorat Reserse Kodak
Metro Jaya, Kol. Hindarto, sistem Koban itu tidak gampang
diterapkan di sini. "Sistem ini membutuhkan anggota polisi lebih
banyak, peralatan komunikasi yang memadai, pos polisi di
mana-mana dan inisiatif anggota polisi," katanya. Jumlah polisi
Indonesia cuma 120 ribu, sementara Jepang punya 250 ribu orang.
Dengan sistem itu, polisi Jepang memang unggul dalam menggulung
kejahatan. "Mereka ditunjang oleh peralatan komunikasi yang
mutakhir, " kata Hindarto yang pernah mengamati sistem kerja
polisi Jepang.
Sistem serupa Koban itu sebenarnya pernah dicoba di sini.
Seorang polisi diwajibkan mengenal lingkungannya dalam radius
100 meter secara intensif. Ia juga ditugasi menggerakkan
kesadaran masyarakat untuk menjaga keamanan misalnya dengan
siskamling. Namun Hindarto juga mengakui, belum pernah ada
penilaian pelaksanaan sistem itu. Apalagi berbeda dengan sistem
Koban "tugas mengenal lingkungan" bagi polisi Indonesia itu cuma
sambilan.
Kapolri sendiri belum memastikan perlu tidaknya mengambil alih
sistem Koban. "Ini baru gagasan," kata Letjen Anton Soedjarwo
kepada TEMPO. Anton yang dikenal sebagai pencetus sistem "polisi
mesti mengenal lingkungannya dalam radius 100 meter itu"
menganggap lebih cocok dengan siskamling.
Tapi Anton juga punya rencana mirip sistem Koban. "Setiap
kelurahan akan ada pos polisi," katanya. Selain siskamling,
polisi juga akan lebih kerap meronda dengan sepeda masuk
lorong-lorong. "Kalau ini jalan," kata Anton, "rakyat bisa
langsung lapor kepada polisi yang lagi patroli bila ada
apa-apa." Jadi, polisi "tidak cuma menunggu laporan di kantor,"
tambahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini