BILA Anda tak punya ijazah sekolah lanjutan pertama negeri, jangan mimpi jadi kepala desa di Jawa Timur. Peraturan baru tertanggal 1 April, berstatus "surat petunjuk", yang diteken oleh Sekwilda TrimarJono atas nama gubernur Jawa Timur, mensyaratkan hal itu. Maka, diberitakan bahwa, di beberapa daerah di Jawa Timur - antara lain Lamongan, Tuban, Pasuruan, dan Probolinggo beberapa calon kepala desa baru dicoret namanya oleh panitia kecamatan bila tak bisa menunjukkan ijazah negara sekolah lanjutan pertama. Itulah yang membuat A. Gaffar Rahman, anggota Komisi A (Pemerintahan) DPRD Jawa Timur langsung memberi komentar. Surat Petunjuk, katanya, "Bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1979." Benar, undang-undang itu menyebutkan bahwa calon kepala desa sekurang-kurangnya harus berijazah sekolah lanjutan pertama atau yang berpengetahuan atau berpengalaman sederajat dengan itu (Pasal 4 huruf j). Tapi pasal ijazah itu harus ijazah negara, tak disebut-sebut. "Lho, kami ini justru ingin melaksanakan UU itu sebaik-baiknya," kata Mohamad Faried, kepala Hubungan Masyarakat Pemda Jawa Timur. Sebab, katanya pula, ada calon kepala desa membawa ijazah SLP, ternyata aspal, asli tapi palsu. Ini terjadi di Probolinggo tahun lalu. "Ini untuk mendapatkan kepala desa yang pengetahuannya seragam," tambah Faried. Untuk memudahkan persyaratan itu, pihak Kanwil P & K Jawa Timur kini membuka ujian negara persamaan SLP tiap tahun. "Imi semua untuk menjamin mutu dan mencegah munculnya ijazah palsu," kata Faried. Ini artinya, peserta ujian SLP swasta, antara 1972 dan 1984 pada zaman ujian sekolah sulit mencalonkan diri sebagai kepala desa di Jawa Timur. Sebab, ijazah mereka adalah hasil ujian sekolah. Yang diakui oleh pemda Jawa Timur hanyalah ijazah sekolah negeri. Sang anggota DPRD tetap berkeberatan. Tiadanya ujian negara pada tahun tertentu bukan salah murid sekolah swasta. Sebab yang mengadakan peraturan ujian sekolah adalah pemerintah juga. "Dan bukankah kurikulum swasta maupun negeri sama?" tambah Gaffar Rahman. Soal mencegah ijazah palsu itu memang penting. "Tapi bukan begitu cara mencegahnya." Dan adakah ijazah negara tak bisa dipalsukan? Jadi? Gaffar menganggap UU No. 5 Tahun 1979 sudah sangat logis. "Sebab, UU itu sudah jelas, tak perlu penafsiran lagi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini