Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Mengacu ke hadis 40

Islam jamaah menggunakan hadis 40 sebagai sumber acuan. hadis 40 disusun oleh imam yahya bin sharafuddin annawawi. kebanyakan dipetik dari riwayat bukhari dan muslim. diajarkan di sekolah madrasah.

19 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HADIS Arbain atau Hadis Empat Puluh mendadak populer. Kini hadis ini sedang dikaitkan lagi dengan ajaran Islam Murni atau Islam Jamaah. Seolah, di luar yang 40 itu selebihnya tak sahih, karena tanpa melewati "saringan" si guru ajaran alias amir. Yang mengkodisikasikan hadis pilihan "yang disalahgunakan" itu adalah Imam Nawawi. Dia bukanlah Nawawi al-Bantani dari Serang, Jawa Barat, yang juga terkenal. Nama lengkap pengumpul Hadis 40 itu: Imam Yahya bin Sharafuddin An-Nawawi. Ia lahir di bulan Muharram, 1631 Masehi, di Desa Nawa, Damsyik (Damaskus) ibu kota Syria sekarang. Sejak kecil Nawawi tak disukai kawan-kawannya, karena selalu menolak diajak bermain-main, tetapi dia sudah menunjukkan bakat seorang imam. Menginjak umur 10 tahun, Nawawi sudah hafal Quran. Awalnya ia belajar di Madrasah Rowahiyah, Damaskus, di bawah dibimbing Syekh Kamal Ishaq al-Maghribi. Gurunya ini terpikat hatinya karena si murid yang baru berumur belasan itu sangat tekun mengikutinya. Begitu eratnya hubungan mereka, sehingga Nawawi dijadikan asistennya. Ia malah mampu menamatkan kitab Tanbih hanya dalam waktu 4,5 bulan, juga kitab Al Muhadzdzab. Bahkan ia membuat syarah atau komentar untuk kitab terakhir tadi. Setelah itu, umurnya dihabiskannya untuk bergelut dengan menelaah kitab, di samping membuat syarah dan produktif menulis kitab-kitab. Sampai ia wafat dalam usia 63 tahun, Nawawi tak menikah. Hidupnya malah bergantung pada infaq atau semacam sumbangan. Imam Nawawi adalah pengikut mazhab Syafii. Kitab-kitab yang ia tulis populer di Indonesia, termasuk Hadis Arbain. Walau begitu, semua pengikut mazhab jumhur lainnya yang mengacu ke Maliki, Hanafi, dan Hambali, juga memakai kitab ini. "Dalam Hadis 40 tak ada yang terlihat menyimpang dari ajaran Islam," kata Haji Abdul Djalil Muhammad, Ketua Majelis Ulama Sum-Ut, pada Affan Bey dari TEMPO. Kitab kecil berisi 40 hadis itu disusunnya ketika Nawawi ingat pada sebuah hadis riwayat Ibnu Hajar dan Ibnu 'Adi. Bunyinya' begini: "Barang siapa yang hafal 40 hadis tentang urusan-urusan agama, maka kelak ia akan dibangkitkan Allah pada Hari Kiamat dalam rombongan ahli fikih dan agama." Ada yang mengatakan, derajat hadis ini lemah atau dhaif. Tapi Hadis Arbain itu sahih. Kebanyakan dipetik dari yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Di Indonesia, hadis tersebut lazim diajarkan di tingkat madrasah tsanawiyah, atau menjadi hafalan wajib bagi santri. "Walau jumlah hadis itu sedikit, menyangkut dasar-dasar dan kaidah hukum. Penyajiannya ringkas dan mudah dihafal. Sehingga anak-anak juga gampang mencernanya," tutur K.H. Hambali Ahmad, pimpinan Pesantren Muhammadiyah, Jawa Barat. Hadis pertama, misalnya, menerangkan masalah niat -- motivasi berbuat sesuatu. Karena tak ada perbuatan manusia di muka bumi ini yang terlepas dari masalah niatnya dalam hati. Hadis yang kedua berisi didaktik-metodik: bagaimana menerangkan persoalan pelik dengan cara praktis. Isi hadis ini memang pelik, karena menyangkut masalah iman, Islam, dan ihsan. Pada hadis keempat, pertumbuhan janin, dan bagaimana malaikat menetapkan nasib bakal manusia itu, juga diuraikan. Sedangkan hadis terakhir berisi pesan Allah agar manusia mengharap sesuatu, berdoa, dan mita ampun hanya kepada Allah, dan tidak melakukan yang syirik. Menurut K.H. Hambali Ahmad kepada wartawan TEMPO Hedy Susanto di Bandung, karena Hadis 40 memuat dasar-dasar tadi, makanya mudah memberi peluang bagi amir untuk mengacu, menginterpretasikan makna dan maksudnya itu disesuaikan dengan kepentingannya. Maklum, karena yang punya otoritas, ya, dia sendiri. "Bayangkan, bila yang harus dijelaskan itu ribuan hadis. Dia bukan saja bakal kerepotan, malah segera ketahuan bodohnya sang amir. Kalau cuma 40 hadis lebih gampang membolak-balikkannya," ujar K.H. Hambali Ahmad.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus