COBA hitung, manfaat bahasa Belanda buat kepentingan Indonesia. Untuk mengkaji riwayat Westerling, serdadu yang membunuh ribuan orang Sulawesi Selatan, yang meninggal pekan lalu misalnya, dibutuhkan modal bahasa Belanda. Untuk mengulas seberapa jauh pengaruh sajak-sajak Belanda terhadap Chairil Anwar, diperlukan penguasaan bahasa Belanda. Untuk memahami hukum kita kini, mutlak diperlukan bahasa Belanda karena memang sebagian undang-undang diturunkan dari zaman Belanda. Lalu berapa banyak fakta dan data sejarah kita yang masih tersimpan di Belanda. Singkat cerita, bahasa bekas penjajah ini memang tak bisa diabaikan. Namun, baru Universitas Indonesia yang membuka Program Studi Belanda (PSB) yaitu di Fakultas Sastranya, pada 1969. Anehnya, calon mahasiswa yang memilih program ini kecil. Mungkin karena peminatnya sedikit itu, program ini pun tak berkembang secepat umpamanya program studi Jepang, Cina, apalagi Inggris. Dari 18 tahun lalu di sini masih saja dipelajari hanya bahasa dan sastra, tutur Jessy Agusdien, 57 tahun, Ketua PSB. Jumlah mahasiswa, di program sarjana dan program diploma, kurang dari 200. Meski begitu, pihak pemerintah Belanda sejak awal selalu memberikan bantuan dan perhatian. Senin pekan lalu, misalnya, Kampus Depok kedatangan W. Deetman, Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Kerajaan Belanda, untuk meresmikan "Kongres Studi Belanda di Indonesia". Dan Kongres tak cuma mengupas soal bahasa dan sastra, melainkan banyak hal. Koesnadi Hardjasoemantri, Rektor UGM, membahas Studi Hukum dan Bahasa Belanda. Sri Sumartini, Kepala Arsip Nasional, membawakan makalah Sumber Belanda dalam Arsip Pemeliharaan dan Penggunaan. Dan banyak lagi makalah, misalnya dari Harsja Bachtiar, yang mengkaji kembali seberapa jauh sebenarnya Belanda dan budayanya mempengaruhi sejarah kita. Kongres berlangsung hampir satu minggu. Agak berbeda dengan program studi bahasa asing yang lain, yang tak menghadapi persoalan "evolusi bahasa", di Jurusan Belanda "diajarkan bidang linguistik, morfologi, maupun semantik dari abad ke-17 sampai abad ke-20," tutur Ketua PSB. Sebab banyak perbedaan dan perkembangan kosa kata maupun bentuk tulisan bahasa Belanda dari masa ke masa. Dan bila itu dipelajari memang sangat relevan dengan kepentingan Indonesia. Bukankah sejak abad ke-17 ketika Belanda pertama kali menginjakkan kakinya di bumi Nusantara, mau tak mau Belanda mulai mempengaruhi jalannya sejarah Indonesia? Sementara itu, persyaratan menyelesaikan studi di PSB makin ringan. Sejak 1983 skripsi sarjana tak harus ditulis dalam bahasa Belanda, cukup Indonesia. Tapi keringanan seperti ini bagi beberapa mahasiswa dirasakan sebagai penurunan mutu. Ishak Rafiek, 25 tahun, yang kini duduk di semester 9 di PSB FS UI, bertanya-tanya, "Apa karena dosen tak menguasai bahasa Belanda?" Tentu saja Yessy menolak dugaan itu. Menurut dia, kebijaksanaan tersebut untuk memudahkan mahasiswa, dan agar mereka tetap berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mendalami bahasa Belandanya, tersedia beasiswa studi di Belanda bagi yang mampu. Sri Indrayati, Sidartha Pratidina (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini