Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Jabat Tangan ke Pengadilan

Kasus Paniai akan disidangkan di pengadilan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memeriksa petinggi pemerintah saat penyelidikan.

3 September 2022 | 00.00 WIB

Konferensi pers Kejaksaan Agung RI terkait pelimpahan berkas perkara Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Peristiwa Paniai di Provinsi Papua Tahun 2014 ke Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Makassar, di Jakarta, 15 Juni 2022. Dok. Kejaksaan Agung
Perbesar
Konferensi pers Kejaksaan Agung RI terkait pelimpahan berkas perkara Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Peristiwa Paniai di Provinsi Papua Tahun 2014 ke Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Makassar, di Jakarta, 15 Juni 2022. Dok. Kejaksaan Agung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MERIUNG di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik berdiskusi dengan Muhammad Prasetyo, Jaksa Agung periode 2014-2019. Mereka membicarakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Menurut Taufan, saat itu Prasetyo mengusulkan penuntasan kasus Paniai, Papua Tengah.

“Saya setuju dan langsung bersalaman dengan Pak Prasetyo,” kata Taufan menceritakan ulang pertemuan itu kepada Tempo di kantornya, Rabu, 31 Agustus lalu. Ketua Komnas HAM 2017-2022 itu menyatakan pertemuan tersebut terjadi sebelum lembaganya memutuskan kasus Paniai sebagai pelanggaran HAM berat pada Februari 2020.

Menurut Taufan, kasus Paniai paling mungkin diselesaikan melalui mekanisme pengadilan HAM ad hoc. Adapun kasus lain seperti pembunuhan massal 1965 dinilai terlalu rumit karena saksi dan korban sudah berumur atau enggan berbicara serta berpotensi memicu polemik.

Peristiwa Paniai terjadi pada 8 Desember 2014 ketika warga berdemonstrasi di Lapangan Karel Gobai, Enarotali. Mereka memprotes penganiayaan yang dilakukan personel Tentara Nasional Indonesia terhadap pemuda setempat sehari sebelumnya. Massa lantas melempari pos polisi dan militer dengan batu yang dibalas dengan tembakan. Empat warga sipil tewas dan 21 orang lainnya terluka.

Komnas HAM menyelidiki kasus Paniai selama lebih dari lima tahun. Mereka memanggil sejumlah petinggi pemerintah yang menjabat saat peristiwa Paniai terjadi. Di antaranya Panglima Tentara Nasional Indonesia 2013-2015, Moeldoko, serta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan 2014-2015, Tedjo Edhy Purdijatno.

Ketua tim ad hoc Paniai, Choirul Anam, menjelaskan, pemanggilan dan pemeriksaan petinggi pemerintahan merupakan prosedur yang harus ditempuh timnya. “Mereka bisa menerangkan apa yang terjadi saat peristiwa itu,” kata Anam.

Anam mengungkapkan pemeriksaan para petinggi pemerintahan bertujuan mendapat latar belakang kebijakan dan struktur komando saat insiden Paniai meletus. Tim pemeriksa pun mendapat data pendukung setelah bertemu dengan para pejabat tersebut. Salah satunya video yang merekam momen sebelum kerusuhan pecah.

Menurut Anam, rekaman video itu antara lain memuat bunyi tembakan yang berasal dari salah satu jalan menuju Lapangan Karel Gobai, bukan di lapangan yang menjadi tempat berkumpulnya massa. “Bahan tersebut membantu kami menilai kasus Paniai sebagai pelanggaran hak asasi yang berat atau tidak,” tuturnya.

Moeldoko mengakui telah diperiksa tim penyelidik Komnas HAM. Kepada pemeriksa, lulusan Akademi Militer 1981 tersebut mengatakan operasi militer di Papua bertujuan membina teritorial, menjaga perbatasan, dan membantu polisi ketika menggelar patroli wilayah.

Kepala Kantor Staf Presiden ini menuturkan, laporan yang ia terima saat itu menerangkan ada serangan mendadak dari kelompok masyarakat. Serbuan itu disusul dengan tembakan dari arah belakang pasukan. “Anggota Koramil mengamankan dan mencegah serangan tersebut,” kata Moeldoko kepada Tempo pada Kamis, 1 September lalu.

Adapun Tedjo Edhy Purdijatno memberi keterangan kepada tim ad hoc Paniai karena sempat membentuk tim gabungan untuk menginvestigasi peristiwa tersebut. Kinerja tim tersebut dipaparkan Tedjo kepada para pemeriksa.

Tedjo mengklaim tak mengetahui hasil akhir penyelidikan tim gabungan karena ia dicopot Presiden Jokowi pada Agustus 2015. “Mereka masih bekerja di Papua ketika saya digantikan Pak Luhut Pandjaitan,” ujar mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut ini melalui pesan WhatsApp pada Sabtu, 3 September lalu.

Pada Februari 2020, Komnas HAM menetapkan peristiwa Paniai sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat dalam sidang paripurna khusus. Tim ad hoc yang dibentuk Komnas HAM menemukan ada kejahatan kemanusiaan yang menyebabkan warga Paniai meninggal dan terluka. Namun hingga sekarang pengadilan HAM kasus Paniai belum dimulai.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai Redaktur Pelaksana Desk Wawancara dan Investigasi. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus