Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Baku tembak TNI-Polri dengan milisi Organisasi Papua Merdeka kembali terjadi pada Ahad lalu.
Konflik bersenjata ini ditengarai disebabkan adanya penolakan terhadap pembangunan patung Yesus Kristus di Distrik Sugapa oleh TPNPB-OPM.
Pengiriman pasukan organik ke tanah Papua hanya akan memperpanjang rentetan konflik.
JAKARTA – Baku tembak antara personel TNI/Polri dan milisi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) pada Ahad, 21 Januari lalu, di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah, menambah panjang catatan konflik bersenjata di Bumi Cenderawasih. Sejumlah pegiat dan peneliti mendesak diterapkan pendekatan dialogis untuk memadamkan bara konflik.
Kepala Staf Umum TNI Letjen Bambang Ismawan (depan) saat upacara pemberangkatan Satgas Yonif 116/Garda Samudera ke Papua untuk mengamankan sejumlah obyek vital, di Pangkalan Udara Sultan Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, 12 Desember 2023. ANTARA/Ampelsa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Profesor riset pada Pusat Riset Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cahyo Pamungkas meminta pemerintah mengganti metode penanganan konflik dari pendekatan keamanan menjadi dialogis. Dia menjelaskan, dari riset yang dilakukan BRIN, penggunaan pendekatan dialogis cenderung efektif untuk menekan terjadinya kasus kekerasan di Papua. “Contohnya bisa kita lihat pada bagaimana konflik di Aceh terselesaikan,” ujar Cahyo saat dihubungi pada Rabu, 24 Januari 2024.
Cahyo menekankan pendekatan dialogis juga harus dilakukan secara serius dan berkomitmen. Menurut dia, pemerintah pusat mesti turun langsung ke Papua untuk melakukan pendekatan ini. Sebab, klaim pendekatan dialog dengan mengutus pejabat di Papua dan tokoh keagamaan tidak dikehendaki TPNPB-OPM. “Perlu ada apresiasi, yaitu dialog langsung, bukan diwakili,” ujarnya. “Dialog itu nantinya menciptakan rasa saling percaya untuk tidak melakukan kontak senjata.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Jumat lalu, situasi di Distrik Sugapa, Intan Jaya, kembali memanas setelah TPNPB-OPM melancarkan serangan dan membakar rumah-rumah, termasuk rumah dinas milik anggota DPRD Intan Jaya di Kampung Bilogai, Distrik Sugapa. Insiden tersebut mengakibatkan seorang anggota Brigade Mobil Polri, Brigadir Satu Alfando Steve Karamoy, meninggal. Satu hari berselang, personel TNI dari Batalion Infanteri Para Raider 330/Tri Dharma merespons serangan itu dan menyebabkan seorang milisi TPNPB-OPM tewas.
Konflik bersenjata ini terus berlanjut hingga hari berikutnya. Pada Ahad, 21 Januari lalu, milisi TPNPB-OPM dari Komando Daerah Operasi Pertahanan VIII Intan Jaya pimpinan Undius Kogoya menyerang pos Yonif Para Raider 330/Tri Dharma. Kepala Satuan Tugas Damai Cartenz 2024 Komisaris Besar Faizal Ramadhani mengatakan serangan tersebut gagal dan menyebabkan empat milisi TPNPB-OPM meninggal. Hasil identifikasi menyebutkan keempat orang tersebut adalah Oni Kobagau, Jaringan Belau, Agustia, dan Ones. “Satu lainnya atas nama Melkias Matani. Semuanya KKB (sebutan TPNPB-OPM oleh TNI/Polri),” kata Faizal.
Penolakan terhadap Pembangunan Patung Yesus Kristus
Konflik bersenjata ini ditengarai disebabkan oleh penolakan terhadap pembangunan patung Yesus Kristus di Distrik Sugapa oleh TPNPB-OPM. Kepala Satgas Humas Operasi Damai Cartenz 2024 Ajun Komisaris Besar Bayu Suseno mengatakan penolakan pembangunan patung tersebut dilakukan dengan propaganda adanya bahan peledak di dalam patung tersebut. “Mereka juga membuat propaganda bahwa Blok Wabu akan dibuka untuk area tambang,” katanya.
Adapun juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom membantah tudingan milisinya disebut membuat propaganda perihal adanya bahan peledak dalam pembangunan patung Yesus Kristus ataupun pembukaan Blok Wabu untuk area tambang. Dia menegaskan bahwa itu semua fakta, bukan propaganda. “Mereka para TNI-Polri ingin memusnahkan kami di Sugapa,” kata Sambom. “Mereka juga ingin membuka Blok Wabu untuk mencuri sumber daya milik orang Papua.”
Dihubungi terpisah, aktivis hak asasi manusia Yones Douw mengatakan turut prihatin akan konflik bersenjata yang tidak kunjung mereda. Papua, kata dia, semestinya menjadi wilayah yang damai, aman, dan tenteram, bukan malah menjadi palagan tempur antara personel TNI/Polri dan TPNPB-OPM. Dia meminta pejabat yang kerap berkunjung ke Papua tidak sekadar melakukan kampanye politik, tapi juga menggelar dialog untuk memadamkan bara konflik ini. “Kami ingin pemerintah di Jakarta serius menyelesaikan ini,” katanya.
Satuan Tugas Pengamanan Daerah Rawan Batalion Infanteri Para Raider 432/WSJ pada upacara pelepasan di Pelabuhan Pelindo IV Jayapura, 27 Juni 2021. Tni.mil.id
Yones berharap Presiden Joko Widodo yang kerap mengunjungi Papua bertindak nyata menyelesaikan konflik bersenjata. Menurut dia, sebagai presiden yang berasal dari kalangan sipil dan memiliki banyak pendukung di Papua, Jokowi semestinya dapat memberi atensi terhadap penanganan konflik ini. Menurut dia, pengiriman pasukan yang terus dilakukan Jakarta malah memicu konflik.
Selama sembilan tahun memerintah, Jokowi tercatat paling banyak mengunjungi tanah Papua. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu berkunjung ke Papua sebanyak 19 kali, dengan kunjungan terakhirnya pada 23 November 2023.
Cahyo Pamungkas mengatakan pengiriman pasukan organik ke tanah Papua hanya akan memperpanjang rentetan konflik. Secara statistik, kata dia, korban konflik bersenjata di Papua ini adalah personel TNI/Polri, milisi TPNPB-OPM, serta warga sipil yang paling banyak menjadi korban. “Artinya, menambah jumlah personel pasukan ke Papua itu bukan solusi untuk mengakhiri konflik,” ujarnya.
Adapun Ketua Komisi Nasional HAM Papua Frits Ramandey juga mendorong adanya dialog pemerintah dengan TPNPB-OPM. Pendekatan dialog yang dilakukan langsung antara pemerintah pusat dan TPNPB-OPM akan membuka keran terjadinya jeda kemanusiaan di Papua. “Ini harus dilakukan agar korban tidak terus berjatuhan,” kata Frits. Komnas HAM Papua beserta tokoh gereja akan selalu bersedia memfasilitasi dialog. “Kami tidak ingin lagi Papua menjadi tempat gugurnya orang yang tidak bersalah.”
Adapun Koordinator Staf Khusus Kepresidenan Ari Dwipayana dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno belum menjawab pesan pertanyaan Tempo ihwal langkah yang akan dilakukan Jokowi untuk menyelesaikan konflik bersenjata di Papua menjelang masa akhir jabatannya. Pesan yang dikirim melalui nomor WhatsApp ke kedua pejabat ini hingga semalam hanya memunculkan notifikasi terkirim.
ANDI ADAM FATURAHMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo