Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
PDIP meminta KPK mengusut kasus korupsi yang diduga melibatkan Joko Widodo dan keluarganya.
Organisasi mantan penyidik KPK menilai penahanan Hasto Kristiyanto sudah tepat.
Pengejaran Harun Masiku yang diduga melibatkan Hasto seharusnya tuntas sejak 2020.
ELITE Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan kembali menuding Komisi Pemberantasan Korupsi mempolitisasi hukum karena menahan Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, pada Kamis, 20 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tudingan tersebut berulang kali dialamatkan kepada KPK sejak penyidik lembaga antirasuah kembali gencar mengusut keterlibatan Hasto dalam kasus suap terhadap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, yang melibatkan Harun Masiku, kader PDI Perjuangan, tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara PDIP, Mohamad Guntur Romli, mengatakan penegak hukum mempolitisasi hukum dalam penanganan kasus dugaan korupsi Hasto tersebut. Ia juga menuding KPK tebang pilih dalam menangani perkara dugaan korupsi. "Ada kasus besar lain yang menyebut mantan Presiden Joko Widodo dan keluarga serta jaringan koalisi penguasa dibiarkan," katanya, Ahad, 23 Februari 2025.
KPK menahan Hasto di Rumah Tahanan Negara Kelas I, Jakarta Timur, untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan suap yang menjeratnya pada Kamis pekan lalu. Hasto merupakan tersangka kasus dugaan suap terhadap Wahyu dan dugaan perintangan penyidikan perkara ini. Kasus suap dalam urusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024 terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I itu juga melibatkan kader PDIP lain, Harun Masiku, yang kini menjadi buron KPK.
Dalam berbagai kesempatan, Hasto mengklaim ia disasar oleh KPK karena kerap mengkritik pemerintahan Jokowi. Salah satunya sikap Hasto dan partainya yang menentang agenda perpanjangan masa jabatan presiden yang menggelinding di periode kedua pemerintahan Jokowi pada 2019-2024.
Hasto juga menuding adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh Jokowi dengan terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 Tahun 2023. Putusan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu itu menjadi pembuka jalan bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden 2024.
Namun berbagai kritik Hasto itu mulai mengemuka setelah PDIP dan Jokowi berbeda sikap politik dalam pilpres 2024. Jokowi, yang awalnya merupakan kader PDIP, mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Gibran.
Sedangkan PDIP, yang menjadi penyokong utama pemerintahan Jokowi, mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Hubungan keduanya makin renggang setelah PDIP memecat Jokowi, Gibran, dan Muhammad Bobby Afif Nasution—menantu Jokowi—sebagai kader partai berlambang banteng dengan moncong putih pada akhir tahun lalu.
Ketua Bidang Reformasi Hukum Ronny Talapessy (tengah), didampingi Ketua Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Ganjar Pranowo (kanan) dan Ketua Tim Hukum Todung Mulya Lubis (kiri), memberikan pernyataan soal penangkapan Sekretaris Jendral Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto di kantor DPP PDIP, Jakarta, 20 Februari 2025. Antara/Bayu Pratama S.
Hasto menanggapi penahanannya tersebut dengan meminta KPK menegakkan hukum tanpa terkecuali. "Termasuk memeriksa keluarga Pak Jokowi," ujar Hasto di gedung KPK sebelum penahanan pada Kamis pekan lalu. Ia tak mengungkap kasus keluarga Jokowi yang dimaksudkan itu.
Sebelumnya, dosen Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, dan kelompok Nurani 98 pernah melaporkan Jokowi beserta keluarganya kepada KPK dalam kasus dugaan pencucian uang dan gratifikasi. Ubedilah juga menyertakan bukti-buktinya. Namun KPK tidak mengusut laporan itu hingga ke tahap penyidikan karena dianggap tak cukup bukti.
Jokowi sudah beberapa kali menanggapi laporan itu. Mantan Wali Kota Solo tersebut mempersilakan KPK memeriksa dia dan keluarganya. Ia juga tidak mempermasalahkan tudingan Hasto ihwal cawe-cawe politik dalam pemilihan presiden. "Sudah sering muncul pernyataan seperti itu. Masak, saya ulang-ulang terus? Kalau ada bukti hukum, ada fakta hukum, ya silakan," katanya kepada awak media di kediamannya, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Jumat, 21 Februari 2025.
Kasus suap terhadap Wahyu Setiawan sesungguhnya menggelinding sejak awal Januari 2020. Kasus itu berawal dari operasi penangkapan KPK terhadap Wahyu dan beberapa kader PDIP pada 8 Januari 2020. Dia ditangkap karena menerima suap dalam pengurusan PAW anggota DPR periode 2019-2024 dari PDIP di dapil Sumatera Selatan I.
Harun Masiku, kader PDIP, diduga terlibat dalam menyuap Wahyu. Penyidik KPK pernah mengejar Harun dalam operasi penangkapan tersebut. Tapi ia menghilang di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Harun lantas menjadi buron KPK hingga kini. Saat itu penyidik juga hendak menggeledah ruang kerja Hasto sebagai Sekretaris Jenderal PDIP di kantor DPP PDIP, Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat. Penggeledahan itu gagal terealisasi. Di pengadilan, Wahyu terbukti menerima suap sekitar Rp 600 juta. Ia bebas bersyarat setelah menjalani hukuman 7 tahun penjara.
Setelah kasus ini lama mengendap, KPK kembali menggenjot penyidikan kasus Harun saat pilpres 2024 berlangsung. Penyidik beberapa kali memeriksa Hasto Kristiyanto sebagai saksi kasus itu hingga ditetapkan menjadi tersangka pada akhir tahun lalu. Ia disangka terlibat dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto bersiap menjalani pemeriksaan sebagai saksi di gedung KPK, Jakarta, 20 Agustus 2024. Tempo/Ilham Balindra
Hasto melawan penetapan tersangka ini dengan mengajukan permohonan praperadilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal praperadilan tidak mengabulkan gugatan Hasto. Lalu Hasto mengajukan permohonan praperadilan kedua saat KPK menahannya.
Ketua IM57+ Institute—organisasi nonpemerintah yang beranggotakan mantan penyidik KPK—Lakso Anindito menilai penahanan Hasto sudah tepat. Lakso mengatakan penahanan Hasto bisa menjadi bukti bahwa KPK percaya diri dengan kelengkapan bukti yang dimiliki karena penahanan punya batas waktu.
"Penahanan ini sebetulnya adalah upaya yang tepat untuk menghindari berbagai praduga adanya intervensi politik," ujarnya. Ia mengungkapkan, hanya waktu yang bisa menguji apakah KPK melakukan tebang pilih dalam menangani perkara.
Koordinator Indonesia Corruption Watch Agus Sunaryanto mengatakan narasi tentang politisasi dalam perkara Hasto tidak terhindarkan. Sebab, Hasto adalah sekretaris jenderal partai besar. PDIP merupakan partai pemenang pemilu legislatif pada 2014, 2019, dan 2024. Partai ini juga menjadi pendukung utama pemerintahan Jokowi selama dua periode pada 2014-2024.
Agus berpendapat, KPK seharusnya mengusut tuntas kasus Harun yang diduga melibatkan Hasto sejak Firli Bahuri menjadi Ketua KPK (2019-2023). Namun KPK tak menuntaskannya saat PDIP masih menjadi partai penguasa dan kadernya menjabat presiden.
Agus mendorong KPK segera melimpahkan perkara Hasto ke pengadilan tindak pidana korupsi. Pengadilan akan membuktikan bukti-bukti yang dimiliki KPK sehingga mentersangkakan Hasto. "Kalau tidak (terbukti), tentu akan menjadi bumerang bagi KPK dan bisa menjustifikasi narasi yang dibangun Hasto selama ini," ucapnya.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai kelindan urusan hukum dan politik dalam perkara Hasto tidak terhindarkan. Meski begitu, ia mengingatkan PDIP tidak cuci tangan dengan perkara tersebut.
Menurut Agung, pengusutan perkara Hasto tersebut seharusnya tidak mandek ketika PDIP menjadi partai penguasa. "PDIP tidak boleh ahistoris terhadap proses bahwa mereka juga diduga terlibat dalam intervensi (perkara) itu," tuturnya. ●
Septia Ryanthie dan Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo