Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengawal Proyek Tsunami

Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh-Nias menuai beragam kritik setelah bekerja setahun. Kini, Badan Pemeriksa Keuangan mengawalnya ketat.

8 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukhari termangu di barak -pe-ngungsian di Desa Kajhu Baitussalam, Aceh Besar. Bersama istri dan anaknya, dia tinggal di ruang-an 20 meter persegi-. Di tempat ini-lah dia menghabiskan waktu sehari-an tanpa pekerjaan. ”Andai saja rumah sa-ya siap dibangun dan punya modal kerja, saya bisa mandiri,” kata Bukhari, me-ratapi nasibnya ketika di-temui Tempo suatu sore pekan lalu.

Pria 30 tahun, warga Aceh Besar ini, sa-lah satu korban tsunami Desember 2004. Gelombang dahsyat menggulung- lu-des rumah miliknya. Kini, dia ter-paksa- tinggal di barak menunggu ru-mah ban-tuan pemerintah. Ditunggu setahun, rumah yang disediakan rupanya tak kunjung layak huni. Kaca jendela reng-gang, atap masih bocor, listrik dan toilet pun belum ada. Bukhari berkeluh, ”Bagaimana kami bisa pulang.”

Keluhan Bukhari juga disuarakan oleh Forum Lembaga Swadaya Masya-rakat lokal Aceh–Nias pekan lalu. Mere-ka menemui Ketua Badan Rekonstruksi- dan Rehabilitasi Aceh–Nias Kuntoro Mang-kusubroto di kantornya, Lueng Ba-ta Banda Aceh. Haikal, ketua forum itu, mengkritik lembaga penanggung ja-wab rekonstruksi Aceh tersebut belum maksimal memperhatikan para peng-ung-si di barak.

Kritik diterima Kuntoro dengan la-pang dada. Hingga setahun usia BRR, Kun-toro tak mengelak pelbagai protes- yang menunjuk hidung BRR bekerja- lam-ban. Sejatinya, BRR juga ingin Aceh jauh lebih baik dari yang dulu. Ha-nya saja, kendala di setiap lini tak kunjung habis. Apalagi, kerusakan wilayah yang diurusinya sangat luas. ”Sebenar-nya bu-kan terlambat, tapi masih dalam pro-ses,”- kata Kuntoro kepada mereka.

BRR terkesan lamban, menurut Kuntoro, lantaran pekerjaannya hingga ke masalah tetek-bengek. Dari mengurusi- penangkapan dan kutipan liar aparat ter-hadap truk pembawa material dan BBM buat rekonstruksi sampai urusan duit retribusi toilet yang dikemplang pengelola pelabuhan. ”Yang begini juga urusan BRR,” ujar Kuntoro.

Bagi Indonesia Corruption Watch, masalahnya tak sesederhana itu. Di dalam tu-buh BRR juga ada borok. Pekan lalu me-reka mengungkap temuan baru -tentang kecurigaan adanya penggelembung-an duit perumahan sebesar 50 persen. ”Kalau 20–30 persen sih masih wajar,” ka-ta Manajer Program Monitoring Reha-bilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias dari ICW, Ridaya La Ode Ngkowe.

Ridaya mencontohkan pembuatan rumah tipe 36 untuk standar kawasan Aceh yang ditetapkan Rp 28–30 juta. Untuk ICW, ini terlalu mahal. Dari survei di lapangan, rumah tipe itu seharusnya bisa dibangun seharga Rp 15 juta. Sisa dana bisa dialokasikan memper-ce-pat perumahan bagi para pengungsi sehingga target BRR untuk membangun se-kitar 70 ribu unit rumah hingga Juli ini bisa terealisasi. ICW meminta BRR agar membendung penggelembungan dana.

Selain rumah, penyediaan kapal se-harga Rp 28 juta juga dinilai terlalu tinggi. Dengan bahan kayu berkualitas- sa-ma, masyarakat Aceh bisa membiayai perahu- seharga Rp 12–15 juta. Semua -biaya mahal ini akibat BRR tidak melibat-kan masyarakat, tapi berlebihan mengandalkan pejabat pemerintah.

Dugaan itu klop dengan temuan BPK. Juru bicara BPK untuk Rehabilitasi Aceh, Baharudin Aritonang, mengakui kelemahan BRR terletak pada sistem pe-ngendalian organisasi, khususnya pe-ker-jaan yang mengandalkan petugas pe-merintahan. ”Sistem pengendalian yang sulit itu di departemen dan dinas pe-merintahan,” kata Baharudin kepada Tempo pekan lalu.

BPK menemukan kelemahan itu sete-lah audit tahap pendahuluan kelar. Pada tahap ini, BPK telah memeriksa struktur organisasi, landasan hukum, sistem pengendalian organisasi, mekanisme -au-dit maupun akuntabilitas keuangan. Sedangkan untuk audit keuangan, BPK be-lum berani menyimpulkan terjadi penggelembungan dana, sebab audit- ang-garan BRR 2005 sedang diproses.

Audit keuangan yang sudah selesai,- kata Baharuddin, adalah pengelola-an- da-na tanggap darurat pascatsunami.- Da-lam laporan BPK kepada Dewan Per-wakilan Rakyat awal bulan ini ter-ung-kap penyalahgunaan dana tanpa per-tang-gungjawaban, pembayaran tanpa bukti transaksi, markup, dan berbagai pembo-rosan dana bantuan. Saat itu, tanggung jawab ada pada Badan Koordinasi Nasio-nal. BRR belum berdiri.

Rawannya kemungkinan penyimpang-an duit rehabilitasi dan rekonstruksi- Aceh-Nias memancing kedatangan 12 ne-gara anggota Perhimpunan Badan Pe-meriksa Keuangan sedunia. Dalam pertemuan dua pekan lalu di Jakarta, me-re-ka sepakat ikut mengawasi dan- meng-audit proses- rehabilitasi dan re-kon-struksi AcehNias. Mereka akan ter-ga-bung dalam Dewan Penasihat BPK. ”Ka-mi ingin agar dana bantuan itu tidak ada yang dikorupsi,” kata Ketua BPK Anwar Nasution.

Dunia internasional memang mena-ruh- perhatian besar terhadap pengelolaan dana bantuan tsunami Indonesia karena, menurut Anwar, Indonesia memiliki citra buruk sebagai negara korup. Sejumlah negara donor khawatir- tsu-na-mi menjadi ajang mengail keuntung-an pribadi atau popularitas, bukan aksi ke-manusiaan. Bahkan awal bulan ini, Pre-siden Bank Dunia Paul Wolfowitz mene-mui langsung Anwar. Wolfowitz- minta berbagai bantuan Bank Dunia untuk Aceh diawasi serius.

Keinginan BPK luar negeri ikut meng-audit proyek BRR maupun lembaga swadaya di Aceh dibenar-kan oleh Deputi Komunikasi dan Hu-bungan Kelembagaan BRR Sudirman- Said. ”Kami merespons BPK luar ne-geri-,” kata dia ketika ditemui Tempo di Aceh pekan lalu. Laporan itu akhir-nya ju-ga- akan disampaikan kepada BPK Indo-ne-sia.

Hingga saat ini, BPK Indonesia telah meng-audit BRR sebanyak lima kali. Pe-meriksaan dilakukan mulai dari imple-mentasi cetak biru, kontrol internal, aspek lingkungan, kinerja beberapa sek-tor, sampai audit keuangan. Tetapi Su-dirman menegaskan belum pernah ada cerita BPK menemukan dugaan korupsi maupun penyimpangan dana.

Dia cuma mengakui tidak seluruh cetak biru rancangan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional dipakai. Sebab ada penyesuaian-penyesuaian dari sejumlah target yang semula dibikin tergesa-gesa. Alasan ini rupanya bisa di-terima BPK maupun Bappenas. Hasil- yang terpenting, kata dia, diketahui ada-nya ketimpangan administratif dan manajemen lembaga.

Untuk itu, satu demi satu, BRR mulai- melakukan perbaikan, di antaranya- ke-gagalan memberdayakan aparat peme-rintah daerah yang mengelola proyek melalui departemennya. Mereka yang ter-gabung dalam Satuan Kerja BRR ini dianggap tidak maksimal. Karena itulah, satuan Kerja pengelola proyek mulai dibikin satu atap dalam BRR. Jumlah Satuan Kerja tak akan ditambah, tetapi mereka tetap diambil dari aparat pemerintah. ”Agar konsolidasinya mudah,” kata Sudirman.

Soal jumlah karyawan BRR juga menjadi kendala BRR untuk bekerja optimal. Staf BRR bila ditambah tenaga ahli, staf khusus, tim terpadu Dewan Peng-awas dan Dewan Pengarah, cuma 402 orang. Padahal, mereka mengerjakan 1.773 proyek. Itulah sebabnya, menurut Sudirman, BRR melakukan perekrutan enam direktur, 56 manajer, dan ratusan staf. Mereka akan bekerja operasional untuk 11 kabupaten di Aceh- Nias.

Penambahan ini, sekaligus menyiapkan ”hajat besar” membangun 78 unit rumah dari dana APBN, lembaga swada-ya, dan lembaga donor. Selama ini, BRR mengklaim telah membangun 41 ribu ru-mah atau 30 persen dari target. Begitu pula proyek pembangunan pelabuhan, jembatan, rehabilitasi area tambak dan sawah, pembangunan gedung sekolah, dan lainnya.

Sudirman meminta belum tercapai-nya target kerja lembaganya bisa dimaklumi. Sisa waktu empat tahun masa kerja BRR masih sempat untuk mengejar target, plus pembangunan nonfisik. Dia optimistis semua terlaksana sampai akhir masa tugas.

Eduardus Karel Dewanto, Adi Warsidi (Aceh), Agus Supriyanto, Rudy Prasetyo (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus