Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mbah Maridjan atau dikenal dengan sebutan gelar Mas Penewu Suraksohargo lahir pada 5 Februari 1927 di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari djkn.kemenkeu.go.id, Mbah Marijan merupakan seorang juru kunci Gunung Merapi yang diangkat pada 1982 menggantikan sang ayah yang telah meninggal dunia. Sebelumnya, Mbah Maridjan sempat menjabat sebagai wakil juru kunci sejak 1970.
Mbah Maridjan mendapatkan gelar Mas Penewu Suraksohargo setelah diangkat menjadi abdi dalem oleh Sultan Hamengku Buwono IX.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak lahir hingga wafat pada usia 83 tahun, ia hanya bermukim di satu tempat, yakni lereng Gunung Merapi. Secara emosional, ia merasa memiliki kedekatan dengan Gunung Merapi. Sebagai juru kunci Mbah Marijan melihat fenomena alam dengan menggunakan kacamata naluriah yang merujuk pada kebiasaan Niteni (mengamati).
Dikutip dari penelitian tentang Karisma Mbah Maridjan Sebagai Juru Kunci Gunung Merapi Di Yogyakarta oleh Yuyun Khabibi, Mbah Maridjan sendiri memiliki tugas khusus melaksanakan upacara labuhan ke puncak Merapi.
Masyarakat sekitar lereng Gunung Merapi mengakui dan mempercayai, bahwa Mbah Maridjan adalah orang yang paham tentang Gunung Merapi, karena setiap kejadian-kejadian yang muncul dari gunung tersebut, hanya Mbah Maridjan, orang yang di percaya mempunyaiwewenang memberikan jawaban atas kejadian tersebut.
Sebagai juru kunci, Mbah Maridjan melakukan perannya dengan sungguh-sungguh. Meskipun Gunung Merapi memuntahkan lava pijar dan awan panas (wedhus gembel) yang membahayakan keselamatan, Mbah Maridjan bersikukuh untuk tidak mengungsi. Sikapnya yang terkesan mbalelo adalah wujud tanggung jawab terhadap tugas yang diamanatkan Ngarsa Dalem Sultan Hamengku Buwono.
Nama Mbah Maridjan kian mencuat tatkala Gunung Merapi meletus pada 2006. Sosoknya yang berani dan gigih membuatnya juga dipercaya sebagai bintang iklan minuman energi Kuku Bima Ener-G! yang membuat namanya mencuat.
Rumah juru kunci Merapi Mbah Maridjan usai terjadi awan panas yang menerjang Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Selasa (26/10/2010).TEMPO/Arif Wibowo
Pada 26 Oktober 2010 terjadi amuk Merapi, Gunung Merapi meletus disertai awan panas setinggi 1.5 kilometer. Sebagian besar di wilayah bahaya erupsi termasuk Kinahrejo sudah mengungsi.
Namun Mbah Maridjan dan beberapa orang menolak ke pengungsian. Pada saat itu istri anak dan cucu sudah terdeteksi. Begitu letusan Gunung Merapi usai, Mbah Maridjan ditemukan oleh Tim SAR di rumahnya bersama 16 orang lain yang juga telah meninggal dunia. Dia setia mengemban tugas "menjaga" Gunung Merapi hingga akhir hayat.
Dikutip dari slemankab.go.id, Mbah Maridjan dikebumikan di kompleks kuburan Srunen, Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Mbah Maridjan dimakamkan di sisi barat kuburan kakeknya yang bernama Parto Setiko. Bersamaan saat ia dikuburkan juga dikebumikan empat keluarga Maridjan yaitu Ngudi, Nardi, Mursiam dan Nurul.
Pasca kepergian Mbah Maridjan, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengangkat anaknya, Asih, sebagai Juru Kunci Gunung Merapi pada 4 April 2011.