Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Menggugat Dewan Kelurahan

4 Februari 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAKSUD yang mulia, bila tidak direncanakan dengan baik, akan menuai hasil yang buruk. Inilah yang terjadi dengan Dewan Kelurahan DKI Jakarta, badan yang menurut Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2000 dibentuk sebagai lembaga konsultatif antarkelurahan di Jakarta. Dewan yang akan bermitra dengan kelurahan-kelurahan di Jakarta ini dibentuk dengan terburu-buru. Surat keputusan pembentukannya baru dikeluarkan pada 19 Januari 2001, tapi dewan ini diharapkan sudah terbentuk pada akhir Januari. Padahal, untuk mendapatkan 2.646 orang anggota dewan dari rukun warga (RW) yang ada, harus berlangsung proses yang demokratis dan itu tidaklah mudah. Pertama-tama harus dibentuk panitia pemilihan anggota Dewan Kelurahan tingkat rukun tetangga (RT) yang dilakukan oleh ketua RW. Dan secara berjenjang, lurah pun membentuk panitia pemilihan tingkat RW. Nah, panitia di tingkat RT mengumpulkan warganya untuk memilih satu orang mewakili RT tersebut, yang kemudian diadu di tingkat RW untuk mencari satu calon anggota Dewan Kelurahan. Karena waktunya begitu mepet, tidak semua RT bisa melaksanakan pemilihan itu. Di Jakarta Utara, misalnya, dari 454 RW, baru 70 RW yang bisa melaksanakan pemilihan. Ketua RW yang bisa melaksanakan pemilihan itu harus bekerja keras. Soekardja, salah seorang ketua RW di Kelurahan Kebonbawang, Jakarta Utara, umpamanya, sempat keteteran. Tapi, sebagai bekas tentara, ia patuh pada perintah. "Saya melaksanakan tugas sesuai dengan instruksi dari atas. Untuk memasyarakatkan instruksi itu, saya menyelipi pesan sponsor pemerintah pada setiap pertemuan warga," katanya kepada Andari Karina Anom dari TEMPO. Limit waktu yang sempit itu membuat beberapa kepala RW langsung main tunjuk wakilnya. Penunjukan itulah yang kemudian menuai protes. Anggota Komisi A DPRD DKI Jaya, Syarifin Maloko, yang berasal dari Jakarta Utara, misalnya, mengaku menerima banyak keluhan soal wakil Dewan Kelurahan yang main tunjuk itu. "Ini sudah menyimpang dari tujuan mendidik demokrasi bagi warga negara dari lapisan terbawah," katanya. Ramainya protes ini membuat rencana pelantikan Dewan Kelurahan, Sabtu dua pekan lalu, dibatalkan. Bahkan, awal pekan lalu, DPRD dan Pemda DKI Jakarta membatalkan semua hasil pemilihan calon anggota Dewan Kelurahan. "Proses pemilihan harus dimulai dari awal lagi," ujar Ketua Komisi A, Binsar Tambunan. Sebenarnya, mengapa ada sebagian warga berebut menjadi anggota Dewan Kelurahan? Rupanya, ada gaji sebesar Rp 700 ribu sampai Rp 1,2 juta untuk tiap anggota dewan yang jadi iming-iming. Tak aneh, di beberapa tempat, menurut Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, orang berani "beli" untuk mendapatkan kedudukan itu. "Masyarakat jangan memilih orang yang seperti itu. Kalau ketemu, segera laporkan," ia mengimbau. Namun, perebutan itu ternyata hanya terjadi di lingkungan warga yang berpenghasilan rendah sampai menengah. Di kawasan penghuni kelas menengah ke atas, sulit mendapatkan anggota Dewan Kelurahan. "Tidak sedikit dari mereka yang menolak," ujar Lurah Menteng Dalam, H.M. Sjahri. Bukan soal itu saja yang mesti dipikirkan Gubernur Sutiyoso. Fungsi Dewan Kelurahan pun perlu dipertimbangkan. Direktur Pusat Studi Pengembangan Kawasan, Laode Ida, misalnya, mengkritik keberadaan Dewan Kelurahan yang hanya disebut sebagai lembaga konsultatif. "Lembaga itu seharusnya menjadi lembaga kontrol atau legislatif di tingkat kelurahan," katanya. Bau-bau BAU kerusuhan sampai pekan lalu masih tercium di Kota Bau-bau, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Memang, puing-puing rumah yang terbakar mulai dibersihkan, tapi warga kota masih takut ke luar rumah. Ibu kota pulau penghasil aspal itu tampak lengang. Tentara, polisi, dan Brimob tampak berjaga di sudut-sudut kota dengan menenteng senjata. Kerusuhan ini merebak sejak Jumat dua pekan lalu sampai awal pekan lalu. Saat itu, penduduk saling menyerang dengan senjata tajam, batu, dan bom, yang membuat ratusan warga, terutama perempuan dan anak-anak, mengungsi ke Kabupaten Muna dan Kendari. Situasi ini bermula dari kecurigaan penduduk yang melihat dua orang sedang memasang bom di SMU Negeri 3 Lipu. Dua orang itu lalu naik ke dalam mobil Toyota Kijang. Di belakang mobil itu, terlihat sebuah sepeda motor yang dikendarai dua orang berboncengan. Massa segera menangkap dua lelaki yang naik motor itu dan memukulinya hingga tewas. Tak dinyana, yang tewas adalah Brigadir Kepala Suharyono dan Ajun Inspektur Dua (Aipda) Zulkarnain, polisi yang bertugas di Polsek Batuuga, Bau-bau. Kejadian ini kemudian memicu perang antarkampung. Penduduk Wameo?tempat tinggal kedua polisi itu?bergabung dengan Kampung Kaulaba menyerang Lipu dan Kotabengke, musuh lamanya. Akibatnya, 700 warga harus mengungsi karena rumahnya dibakar. Saling serang terus terjadi hingga Senin pekan lalu dan baru mereda setelah aparat keamanan gabungan TNI dan Polri diterjunkan. Di saat aksi mereda, isu merebak. Dikabarkan bahwa kerusuhan ini berbau politis karena persaingan antarpartai politik. Untuk meredam agar isu tak berkembang dan kerusuhan tak terulang, Bupati Buton, Saidoe, bersama jajaran musyawarah pimpinan daerah setempat bertemu dengan tokoh-tokoh masyarakat dan agama. Untuk mempercepat penyelesaian peristiwa ini, Bupati Saidoe meminta agar pelaku pembunuhan dua anggota polisi itu menyerahkan diri. "Kalau situasinya begini terus, semua warga akan dirugikan. Biarlah kasusnya terus disidik dan pengadilan yang akan memutuskan," katanya. Dompu GARA-GARA satu sapi mati, ratusan jiwa mengungsi. Sebanyak 421 orang transmigran asal Bali yang tinggal di unit permukiman transmigrasi So-Nggajah, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu, Pulau Sumbawa, Ahad dua pekan lampau mengungsi ke banjar, tempat mereka biasa beribadah. Mau beribadah? Tampaknya bukan. Sebab, mereka dijaga ketat seratusan polisi dan tentara. Penjagaan aparat itu, menurut Kepala Polres Dompu, Nusatenggara Barat, Ajun Komisaris Ngudi Prajitno, adalah agar warga jangan terprovokasi oleh isu yang tak bertanggung jawab. Aksi pengungsian ini berawal dari matinya sapi penduduk asli Dompu. Pemilik sapi itu berpikir sapi yang mati tersebut masih bisa dimanfaatkan dagingnya, lalu diberikan kepada salah seorang penghuni kampung transmigran asal Bali yang tidak makan daging sapi itu. Nah, oleh warga transmigrasi itu, daging sapi tersebut dijual kepada orang lain. Lewat radio dengkul, berkembang isu orang Bali menjual daging sapi mati. Penduduk Dompu, yang kebanyakan beragama Islam, tak terima. Akhirnya, warga menyerang perkampungan transmigran asal Bali itu dan 53 rumah dibakar habis. Sampai akhir pekan lalu, warga masih mendiami tempat pengungsian. Sebagian besar minta dipindahkan. Namun, pemerintah setempat berjanji akan segera merehab bangunan yang terbakar itu. Selama warga transmigrasi masih bertahan di tempat pengungsian, polisi meminta agar penduduk muslim dan Hindu menyerahkan persoalan itu kepada polisi. Tindakan pun sudah diambil. Tiga orang yang diduga sebagai provokator amuk massa itu ditangkap, sementara puluhan lainnya diperiksa. Bireun Tak selamanya dekat kantor polisi berarti aman. Bank BRI Cabang Bireun, Aceh, Senin dini hari pekan lalu dirampok dan gedungnya dibakar, walaupun letaknya hanya 150 meter dari markas polsek. Pelakunya, 40 orang yang menggunakan mobil Chevrolet dan dua sepeda motor, mendatangi bank yang terletak di pusat kota itu. Dengan senjata laras panjang dan pistol, kawanan itu menodong satpam dan minta agar ditunjukkan tempat penyimpanan uang. Mereka berusaha membongkar brankas, tapi gagal. Satpam digiring ke luar dan diikat di tiang listrik. Peralatan elektronik berupa 27 komputer digondol. Brankas dibakar sehingga meluluhlantakkan seluruh bangunan bank itu, tapi tempat uang dari besi tersebut tetap tak bisa dibuka. Akibat pembakaran itu, seluruh arsip nasabah dan surat-surat penting musnah. Kejadian di BRI Cabang Bireun ini sudah yang kedua kalinya?setelah beberapa unit mobil pelayanan dibakar dan dirampas kawanan berpistol. Lalu, di manakah gerangan polisi? Kepala Polres Aceh Utara, Ajun Komisaris Besar Wanto Sumardi, memberikan jawaban yang menggelikan. Polisi, katanya, tidak tahu kejadian itu karena tidak ada masyarakat yang memberitahukan. "Selain itu, kebetulan saat itu aparat sedang tak berpatroli," ujarnya. Masih di kota yang sama, beberapa jam sebelum perampokan bank itu, terjadi sweeping aparat di Desa Aluerangan. Gara-garanya, satu truk yang membawa aparat dari Yonif 156 Siliwangi terbalik di kawasan itu. Mereka menduga kejadian ini merupakan ulah Gerakan Aceh Merdeka. Karena itu, mereka menyisir dan terjadi bentrokan dengan penduduk setempat. Tembakan pun meletus, seorang penduduk (Siti Hasanah) tewas, dan empat lainnya luka-luka. Denpasar LAPANGAN Puputan Renon, Denpasar, Bali, Rabu pekan lalu bagaikan lautan manusia. Di sana berkumpul 5.000 orang pekerja hotel berkaus putih yang menamakan diri Serikat Pekerja Pariwisata. Para pengunjuk rasa menuntut penyelesaian yang adil atas terjadinya kasus pemutusan hubungan kerja di Kartika Plaza Beach Hotel. Tampak spanduk-spanduk yang dibawa pekerja mengecam dinas tenaga kerja dan pengelola hotel itu. Unjuk rasa serikat pekerja pariwisata ini, menurut ketuanya, Nyoman Nadyana, merupakan solidaritas atas kasus Hotel Kartika Plaza yang berlarut-larut. Pemogokan di Kartika Plaza sudah berlangsung sejak 18 Desember lalu. Upaya penyelesaian melalui dua kali pertemuan antara karyawan dan manajemen hotel di DPRD Bali menemui jalan buntu. Karena itulah para pekerja itu kemudian sengaja berdemonstrasi di lapangan depan Kantor Gubernur. "Kami ingin Gubernur dan Depnaker bersikap proaktif membela nasib pekerja," ujar Nyoman. Pengunjuk rasa datang dari berbagai kabupaten di pulau seribu dewa itu. Para pengunjuk rasa memberikan ultimatum agar kasus itu diselesaikan dalam waktu seminggu. Wakil Gubernur Bali, Alit Putra, yang hadir di tengah-tengah unjuk rasa itu, berjanji akan mempertemukan para pekerja dengan pemilik hotel, Tommy Winata. Selama ini, komunikasi antara kedua pihak dianggap terhambat oleh manajemen yang tidak transparan. "Pemda Bali menganggap kasus Kartika Plaza sebagai prioritas masalah yang harus segera diselesaikan," katanya. Rencananya, Senin pekan ini, Tommy akan bertemu dengan para pekerja itu. Ahmad Taufik dan laporan dari daerah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus