TIDAK perlu SIT dan tanpa redaksi, sebuah tabloid delapan halaman terbit di Surabaya sejak Selasa pekan lalu. Dijual di pasaran Rp 250 - lebih mahal dari harga koran lokal - tabloid itu cuma berumur empat hari. Tabloid itu memang hanya berisi jawaban dan analisa ringkas atas soal Sipenmaru yang berlangsung empat hari yang diterbitkan IPIEMS (Institut Pendidikan Ilmu Eksakta Menengah Surabaya). Adalah Danie Hanaidi, direktur IPIEMS, yang punya gagasan. "Mendadak," kata lelaki 40 tahun itu. Sebab, hanya 10 hari sebelum Sipenmaru dimulai baru timbul ide menerbitkan jawaban tadi. Mulanya adalah sebuah pertanyaan, mengapa jawaban soal ujian masuk perguruan tinggi negeri yang diterbitkan IPIEMS tahun lalu tak laku. Waktu itu lembaga pendidikan swasta yang memberikan kursus bimbingan tes sejak 11 tahun lalu menerbitkannya tiga bulan setelah ujian masuk. "Terpikir oleh saya mengapa tak menerbitkannya sehari setelah ujian masuk saja," katanya. Pertimbangannya, sama dengan koran, "kehangatan". Untuk mengejar kehangatan itu, maka dicoba untuk kerja sama dengan Jawa Pos. Harian beroplah 50.000 ini setuju menyisihkan dua halaman setiap hari. "Tapi beberapa hari sebelum Sipenmaru, JP membatalkan karena alasan teknis, ' tutur Daniel. Karena kesulitan mewujudkan ide tadi, IPIEMS kemudian menyisihkan dana Rp 16 juta untuk blaya penerbltan. Selama empat hari berturut-turut, tim 40 orang yang dibentuk untuk membahas soal-soal Sipenmaru bekerja dari pukul 13.00 lepas ujian masuk - hingga lewat senja. Sebagian dari 800 murid IPIEMS yang ikut ujian masuk diminta menyetor naskah soal untuk delapan komisi tim yang dibagi menurut bidang studi yang diujikan. Dalam pembahasan, kesulitan umumnya ditemui pada soal- soal bidan studi eksakta. Beda dengan IPS yang, seperti kata Daniel yang turut dalam komisi IPS, "Lebih gampang dan cepat diselesaikan. Mungkin karena lebih banyak bersifat argumentatif ketimbang menggunakan dalil. Hasil godokan tim, yang dibayar Rp 15.000 per orang, ini kemudian dikirim ke percetakan milik grup IPIEMS tengah malam. Keluar dalam bentuk tabloid, "subuh sudah bisa diedarkan," kata Daniel. Di Surabaya diedarkan melalui loper grup Selecta. Untuk tiap eksemplar yang dijual di pasaran dengan Rp 250, grup Selecta mendapat Rp 50. Lebih dari 30 agen grup Selecta kecipratan bisnis ini. Sampai Senin pekan ini, menurut Daniel, baru 50.000 eksemplar yang terjual dari 155 .000 yang dicetak. "Sampai sekarang tetap seret lakunya," kata Heri, staf sekretariat IPIEMS cabang Semarang. Tabloid itu menang disebar di enam kota, Semarang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Malang, dan Surabaya. Tapi ternyata soal yang diujikan di kota-kota itu tak sama dengan soal di Surabaya yang dijadikan patokan untuk menjawab oleh tim. Yang sama cuma soal di Semarang. "Kami betul-betul tak menduga akan lain," kata Daniel menyesal. Hal inilah yang menyebabkan mengapa tabloid itu tak selaku kacang goreng. Meskipun begitu, Daniel mengaku masih untung, sebab dana Rp 16 juta tak terpakai semuanya. Perhitungannya dana itu akan habis kalau setiap hari diterbitkan 80.000 eksemplar, seperti dicetak pada hari pertama. Tapi lantaran soal di antara enam kota tadi tidak sama, jumlah tabloid yang dicetak mulai hari kedua dan selanjutnya dikurangi menjadi 25.000 tiap hari. Itu hanya untuk konsumsi Surabaya dan Semarang, yang soalnya kebetulan sama. Total yang habis akhirnya cuma Rp 6 juta. "Kan untung. Sebab, hasilnya sudah masuk Rp 10 juta." Harian Jaa Pos - yang tadinya akan bekerja sama dengan IPIEMS tapi batal karena "kelupaan" mempertimbangkan tawaran itu - akhirnya melakukan kegiatan serupa. Membayar tim yang terdiri dari empat orang dari lembaga bimbingan tes Airlangga - yang tak ada hubungannya dengan Unair - sebesar Rp 75.000 untuk memecahkan soal Sipenmaru, Jaa Pos kemudian setiap hari memuat jawaban itu pada satu halaman penuh. "Sebenarnya, ini desakan pembaca sejak dua tahun lalu untuk menerbitkan jawaban itu," kata Dahlan Iskan, redaktur pelaksana Jawa Pos. Yang menarik, jawaban IPIEMS dan Airlangga yang dimuat Jawa Pos banyak berbeda. Menurut Daniel, jawaban soal hari pertama (IPS) lebih dari 40 jawaban yang tak sama. Mana yang benar? "Masing-masing punya alasan sendiri. Saya tak bisa mengatakan bahwa IPIEMS yang benar," kata - Daniel. Meski jawaban soai itu belum tentu benar bagi peserta Sipenmaru, tabloid IPIEMS itu dianggap ada gunanya juga. "Setidaknya buat memperkirakan jumlah jawaban yang benar dari soal Sipenmaru. Kalau banyak yang salah, biar bisa ancang-ancang mendaftar ke PT swasta," ujar Rudi Tejasukmana, yang membeli tabloid IPIEMS. Bagi panitia Sipenmaru sendiri, adanya usaha-usaha yang baru pertama kali dilakukan tahun ini rupanya tak jadi persoalan. "Tak ada gunanya," kata Wiwit Widianto, sekretaris Panitia Sipenmaru. Lagi pula, soal di setiap kota memang dibikin tidak sama guna mencegah kebocoran. "Soal di Bogor dan Jakarta saja tidak sama," katanya. Wiwit juga menjelaskan soal-soal Sipenmaru yang, menurut IPIEMS, ada yang tak punya pilihan jawaban. Itu, katanya, mungkin kesalahan cetak. "Tapi mungkin juga disengaja. Sebab, ini besar manfaatnya untuk menguji kemampuan siswa guna menganalisa suatu persoalan. Dari sini kita tahu, mana siswa yang menggunakan otak dan mana siswa yang hanya sekadar main tembak saja," ujar Wiwit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini