SOAL gelar rektor Universitas Pakuan (Unpak), Bogor, hingga akhir pekan lalu tak kunjung terselesaikan. Soekotjo Tjokrosoewarno, rektor itu, gelar doktor dan insinyurnya dimasalahkan oleh sebagian dosen dan mahasiswanya. Bahkan 24 Maret yang lalu lima mahasiswa Unpak mengirimkan surat pengaduan kepada Kepala Kepolisian Resort 821, Bogor. Isinya, antara lain, menyatakan keresahan beberapa sarjana muda Unpak yang ijazahnya ditandatangani Soekotjo. Karena gelar rektor itu dipersoalkan, para sarjana muda itu khawatir janganjangan ijazahnya tak diakui pula oleh masyarakat. Tak hanya surat kepada polisi. Konon dosen dan mahasiswa Unpak mengirimkan surat pula kepada Departemen P & K, menanyakan keabsahan gelar rektor mereka. Ada jawaban yang dinyatakan sangat rahasia. Menurut sumber TEMPO di Departemen P & K, surat jawaban ditulis oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, 10 April yang lalu. Tapi tak langsung ditujukan ke Unpak, melainkan ke Koordinator Perguruan Tinggi Swasta wilayah Jawa Barat. Isi surat, doktor yang diper leh Soekotjo dari Universitas La Madrid dl ilipina dianjurkan untuk tak dipakai. Sebab, universias itu sendiri ternyata belum diakui oleh pemerintah Filipina. Soekotjo hanya berhak mencantumkan gelar B.Sc.-nya yang diperolehnya dari University of British Columbia, di Kanada. Gelar ini memang sudah disahkan pihak Departemen P & K dan dianggap sederajat dengan ijazah sarjana di sini. Tapi itu pun bukan berarti boleh diubah menjadi "insinyur", seperti yang kemudian sering dipakai Soekotjo. Soekotjo sendiri, meski sudah menyatakan bersedia mengundurkan diri dari Unpak, tetap berkeras. "Apakah gelar saya diakui atau tidak oleh Departemen P & K, yang penting wawasan ilmiah yang saya punyai," katanya kepada TEMPO. Tapi gelar di Indonesia memang masalah pelik. Bukan soal pengesahan gelar dari luar negeri. Gelar dar dalam negeri sen diri sebenarnya merupakan penerusan dari tradisi gelar sejak zaman kolonial. Terlebih lagi, dan ini yang menyebabkan ramainya dunia gelar di sini tata cara Demakaian gelar belum ada. Maka, Astrolog, Teuku Shahriar Mahyudin, misalnya bisa saja mencantumkan C.L.M.Sc. di belakang namanya, gelar yang tidak biasa dipakai di sini. Dia memang banyak bergerak di bidang astrologi dan bela diri - ia pun pendiri salah satu perguruan karate di Jakarta. Maka, tak kurang Menteri P & K sendiri, kepada mingguan Masa Depan, - mingguan khusus untuk kalangan Departemen P & K - 2 April, menyatakan perlunya penertiban gelar. "Pemakaian gelar hendaknya dilakukan untuk kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan keahlian yang melekat pada gelar tersebut," kata Menteri. Dicontohkannya, bila ia menulis surat kepada menteri yang lain, tak perlu mencantumkan profesor doktornya. "Untuk jabatan menteri tak diperlukan gelar seperti itu," tambahnya. Tapi bila Nugroho Notosusanto menulis buku tentang sejarah, tentunya pantas gelar doktornya dicantumkan (gelar itu memang diperolehnya dalam bidang sejarah). Toh, dalam buku .Sejarah Nasional Indonesia yang disusun oleh Nugroho dan dua seJarawan yang lain, tak tercantum gelar-gelar itu. Maka, bagi Menteri, sungguh aneh bila ada orang mencantumkan gelarnya dalam undangan kenduri atau mantu. "Itu tak ada relevansinya." Tapi memang, tata tertibnya belum ada, apalagi sanksinya. Gelar baru menjadi masalah bila digunakan dalam instansi pemerintah. "Itu untuk menentukan tingkat dan golongan kepegawaiannya," kata Sidharto Pramoetadi, direktur Pengembangan Sarana Akademis. Di luar itu gelar dicantumkan atau tidak, tak ada soal. Bahkan untuk gelar "doktor kehormatan" atau doctor honoris causa, ketentuan kapan boleh dan tak boleh dipakai tak jelas. Dalam Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1980 tentang pemberian gelar doktor kehormatan, tak disebut-sebut etika pemakaiannya. Hanya disebutkan dalam pasal 10, "Penerima gelar doktor kehormatan berhak mencantumkan di depan namanya gelar doktor kehormatan, disingkat Dr.H.C." Yang bisa lebih merepotkan yakni banyak orang bekerja - baik di instansi swasta maupun negeri - di bidang yang tak sesuai dengan ilmu yang dipelajarinya. Misalnya, seorang dokter hewan yang menjadi staf administrasi di departemen. Atau, insinyur yang menjadi administrator olah raga. Gelar bisa jadi cuma embel-embel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini