Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GENDERANG kampanye pemilihan gubernur Ibu Kota sudah ditabuh, Ahad dua pekan lalu. Lalu menyusullah pemandangan rutin: spanduk bertaburan, artis berjoget, jalanan mampet—dan janji berhamburan. Semua calon yakin menang. Seorang anggota tim sukses Fauzi Bowo dan Prijanto, misalnya, penuh percaya diri memastikan, ”Tidak kampanye pun kami sudah menang.”
Di atas kertas, kapital Fauzi Bowo memang lebih jumbo. Paket Fauzi-Prijanto diusung empat partai besar, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan. Dalam pemilihan umum legislatif 2004, total perolehan suara empat partai ini mencapai 51 persen.
Di luar empat partai besar itu, pasangan ini juga disokong sejumlah partai kecil. Dalam pemilihan umum 2004, partai-partai itu berhasil mendulang 5,5 persen suara. Dengan begitu, di atas kertas modal awal Fauzi-Prijanto sudah di bilangan 56,5 persen.
Namun angka itu baru sahih jika semua pemilih dari partai-partai tadi jatuh cinta pada paket Fauzi-Prijanto, dan jika mesin politik partai menderu dengan tenaga penuh. Soalnya, kata sumber Tempo dari partai pendukung Fauzi, tidak semua aparat partai terjun total dalam kampanye. Lihat saja, sumber itu menambahkan, ”Sangat sedikit pimpinan partai yang tampil di panggung kampanye.”
Sumber Tempo itu mencatat absennya sejumlah petinggi partai lantaran dana kampanye belum turun. Yang dicairkan, katanya, ”Cuma dana untuk mencetak spanduk.” Tapi sebagian besar spanduk itu dicetak tim sukses, bukan bikinan partai pendukung.
Andi Ramses, sekretaris tim sukses Fauzi-Prijanto, membantah keras bahwa mesin partai kurang menderu selama sepekan kampanye ini. Setiap kali kampanye, kata Ramses, pimpinan partai tingkat provinsi dan kota, juga massa partai, selalu berjubel di lapangan. ”Jadi, tidak ada masalah,” katanya. ”Partai mendukung penuh.”
Adapun dana, kata Ramses, dibagikan kepada partai dalam setiap kampanye. Uang itu biasanya digunakan untuk menyewa tenda, panggung, dan membayar artis. Untuk artis yang menyanyi pada saat kampanye, bayaran dikirim ke organisasi tempat sang artis bernaung. Jadi, tak langsung disetor ke sang biduan.
Bantahan serupa juga terdengar dari Rido Kamaluddin, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan. Rido memastikan, ”Massa dari partai kami banyak sekali yang ikut kampanye.”
Selain lewat partai, dana tim sukses Fauzi-Prijanto juga disalurkan melalui sejumlah organisasi massa yang menyokong pasangan ini. ”Dana itu biasanya digunakan untuk akomodasi mereka di lokasi kampanye,” kata Andi Ramses.
Mesin politik pasangan ini juga menderu lewat sejumlah organisasi massa. Rupa-rupa bentuk organisasi ini. Ada yang bergerak di bidang politik, perkumpulan daerah, ada pula kelompok olahraga. Ada yang sudah lama berdiri, ada pula yang baru mencongol menjelang pemilihan kepala daerah ini.
Satu di antaranya adalah Brigade Anak Jakarta alias Braja. Petinggi organisasi ini mengklaim sudah menghimpun 12 ribu anggota yang konon tersebar di 21 kecamatan di seluruh Jakarta. Organisasi ini memiliki nama sendiri-sendiri di setiap kecamatan. Di Jatinegara, Jakarta Timur, misalnya, namanya Rayon Fatahillah. Para kader daerah itulah yang sibuk memeriahkan kampanye Fauzi Bowo di wilayah timur.
Ada lagi organisasi yang namanya—gagah nian—Blue Force. Organisasi ini sebetulnya organ taktis generasi muda Partai Demokrat. Menyebar di lima wilayah, mereka mengklaim didukung 17 ribu pengikut. Sebagian besar berbasis di daerah Mampang, Jakarta Selatan.
Organisasi yang bergerak dari kampung ke kampung juga ada. Namanya Komando Relawan Fauzi Bowo—entah mengapa singkatannya Koran. Target organisasi ini tak muluk-muluk: cukup merekrut lima anggota di setiap kampung. Ada pula organisasi dengan nama tak kalah keren: FB One. Jumlah anggotanya konon 5.000 orang.
Pasangan ini juga disokong penuh Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi). Para petinggi organisasi ini mengklaim jumlah anggotanya sekitar 1,5 juta orang. Mereka mendukung Fauzi, ”Karena dia bukan hanya milik orang Betawi, melainkan milik semua warga Jakarta,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Forkabi, Haji Achmad Husein.
Jumlah organisasi pendukung ini terus mengalir. Hingga akhir pekan lalu, kata Andi Ramses, sudah sekitar 200 organisasi massa yang merapat ke pasangan ini. Dengan dukungan partai yang banyak dan sejumlah organisasi itu, ”Kami yakin Fauzi Bowo dan Prijanto bisa mendulang 65 persen suara.”
Modal besar itu bukannya tak disadari pasangan pesaing, Adang Daradjatun dan Dani Anwar, yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Itu sebabnya, kata sumber Tempo, sejak awal tim sukses pasangan ini berusaha agar pemilihan diikuti tiga pasang calon. Tujuannya cuma satu: agar suara pemilih Fauzi bisa terbelah.
Pada hari pendaftaran pasangan calon, kata sumber ini, Adang Daradjatun dan Dani Anwar sengaja menunda pendaftaran beberapa jam. Hitungannya kira-kira begini: jika Adang tidak kunjung mendaftar, pasangan yang maju cuma satu. Artinya, pemilihan umum otomatis batal karena cuma diikuti satu paket.
Agar pemilihan gubernur jalan terus, diharapkan sejumlah partai yang mendukung Fauzi Bowo mengusung pasangan tambahan. Nah, pada saat pasangan baru itu mendaftar di Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Adang Daradjatun dan Dani Anwar segera meluncur. Dengan begitu, ada tiga pasangan yang maju. Suara sejumlah partai yang menyokong Fauzi Bowo dan Prijanto diharapkan terbelah.
Tapi ada kekhawatiran, setelah pasangan tambahan itu mendaftar, massa pendukung Fauzi Bowo, yang saat itu berjubel di kantor komisi pemilihan, akan memblokade pintu masuk, dan pendaftaran langsung ditutup. Artinya, upaya mengulur waktu itu justru bisa jadi bumerang. Cemas akan skenario itu, Adang dan Dani Anwar terpaksa datang beberapa jam sebelum pendaftaran ditutup.
Walau calon cuma dua pasang, petinggi PKS hakul yakin Adang dan Dani Anwar bakal laris manis di kamar pemilihan. Modal awal Adang sekitar 24 persen. Ini jumlah suara yang didulang Partai Keadilan Sejahtera dalam pemilihan legislatif 2004 di Ibu Kota. Jumlah itu sudah solid alias tidak bakal goyah.
Aktivis partai itu amat yakin, sekitar 45 persen dari 5,7 juta pemilih yang terdaftar belum menentukan pilihan alias masih mengambang. Nah, suara massa mengambang inilah yang harus direbut. Selain kampanye, PKS menggunakan taktik direct selling alias tatap muka, guna merebut massa mengambang ini.
Tatap muka ini dilakukan sendiri oleh para kader partai yang jumlahnya, menurut Hartono, aktivis partai itu, sekitar 100 ribu orang. Para kader ini, katanya, sudah terlatih berjuang dalam sistem multilevel marketing atau sistem sel. Setiap kader harus merekrut 20 orang dari massa mengambang tadi.
Pada umumnya para kader itu sudah fasih berbicara tentang visi, misi, dan program pasangan Adang-Dani. Jika target rekrutmen tadi tercapai, jumlah suara mengambang yang bisa didulang sekitar dua juta. Ini jumlah minimal, karena pada kenyataannya, Hartono menambahkan, ”Ada kader yang mampu merekrut melebihi target.”
Percaya akan cara ini, pasangan Adang-Dani tidak banyak mencetak spanduk, baliho, dan menabur iklan. Sebab, Hartono menambahkan, ”Iklan dan spanduk cuma efektif memperkenalkan calon, bukan sarana memperkenalkan program.”
Adang juga berharap bisa mendulang suara tambahan dari sejumlah organisasi yang berafiliasi ke partai yang mendukung Fauzi Bowo. Tambahan suara itu, misalnya, bisa dari Gerakan Pemuda Kabah, organisasi yang berafiliasi ke Partai Persatuan Pembangunan. Partai ini mendukung Fauzi Bowo, tapi sejumlah pengurus Gerakan Pemuda Kabah memilih mendukung Adang. Pada 22 Juli lalu, sejumlah petinggi gerakan itu menggelar deklarasi mendukung Adang.
Tambahan suara juga bisa datang dari Barisan Muda Demokrat, organisasi yang berafiliasi ke Partai Demokrat. Partai yang didirikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu mengusung Fauzi Bowo, tapi Barisan Muda Demokrat menggelar deklarasi mendukung Adang, 29 Juni lalu.
Semula, organisasi ini mengusung Agum Gumelar ke kursi gubernur. Setelah Agum gagal, sokongan pindah ke kubu Adang Daradjatun. Darwis Seisu, ketua organisasi itu, menyatakan bahwa pilihan terhadap Adang berdasarkan aspirasi arus bawah. Ia mengklaim jumlah anggota organisasinya sekitar 100 ribu orang, menyebar di Jakarta sampai Kepulauan Seribu.
Adang juga memiliki Relawan Oranye, yang selama ini melakukan sosialisasi. Jauh sebelum kampanye dimulai, para relawan ini sudah memasang spanduk Adang di sudut-sudut kota. Anggota kelompok ini adalah teman-teman Adang di SMA Budi Utomo, tetangga rumahnya di Kemayoran. ”Juga teman-teman anak saya dan saudara saya,” kata Adang.
Wenseslaus Manggut, Badriah, Reza M.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo