Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

10 April 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Babak Baru Korupsi E-KTP

Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut sejumlah nama yang diduga menekan Miryam S. Haryani sehingga mencabut keterangannya ketika bersaksi di sidang korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). "Pengusutan ini supaya terang, siapa yang menekan dia," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Kamis pekan lalu.

Komisi antikorupsi juga telah menetapkan Miryam sebagai tersangka kesaksian palsu pada Rabu pekan lalu. Pada hari yang sama, KPK memeriksa pengacara Elza Syarief, yang pernah mendapat cerita dari Miryam tentang nama orang-orang yang menekannya. Nama-nama tersebut, kata Elza, tertuang dalam dakwaan dua bekas pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

Menurut dakwaan jaksa, Miryam merupakan simpul utama kasus korupsi yang melibatkan Irman dan Sugiharto. Kepada penyidik, Miryam mengatakan pernah diperintah Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat saat itu, Chairuman Harahap, menerima sedikitnya Rp 3 miliar dari Sugiharto di rumahnya. Duit itu lalu dibagikan kepada pimpinan, ketua kelompok fraksi, dan anggota Komisi II DPR. Chairuman membantah hal itu. "Tidak benar," katanya.

Seorang politikus Golkar mengatakan Miryam pernah diantar Markus Nari, politikus Golkar lainnya, datang ke rumahnya. Kepada sang politikus, Miryam bercerita bahwa dia pernah bertemu dengan Ketua DPR Setya Novanto di ruang kerjanya. Setya memprotes kesaksian Miryam, yang menyebutkan ada pembagian uang suap e-KTP di kalangan politikus Senayan. Markus membenarkan pernah mengantar Miryam ke rumah koleganya itu. Namun dia menolak menceritakan isi keluh-kesah Miryam. "Saya hanya mengantar," ujar Markus.

Setya hanya geleng-geleng ketika ditanya soal ini. "Silakan di pengadilan saja," kata Setya beberapa waktu lalu. Miryam juga membantah ada tekanan dari koleganya. "Tak ada teror, I am happy," tuturnya.

Saksi Menguatkan

Keterangan Miryam kepada KPK tidak berdiri sendiri. Ada sejumlah saksi yang menguatkan pengakuannya.

1. Irman
Saat diperiksa KPK, Irman mengaku pernah dihampiri Miryam dalam sebuah rapat dengar pendapat di DPR. Mengaku atas perintah Ketua Komisi, Miryam meminta uang reses. Irman lalu menyuruh Sugiharto meminta sejumlah uang kepada rekanan proyek.

2. Sugiharto
Atas perintah Irman, sekitar Februari 2011, Sugiharto mengaku mengantarkan uang sebesar US$ 500 ribu atau sekitar Rp 4,8 miliar ke rumah Miryam di Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Uang dimasukkan ke tas hijau tua.

3. Yosep Sumartono
Bekas anak buah Irman ini mengaku pernah mengantarkan uang Rp 1 miliar yang ditujukan untuk Miryam. Saat menyerahkan uang, Yosep juga menyodorkan kuitansi sebagai bukti penerimaan uang.


KPU Diisi Wajah Baru

Presiden Joko Widodo segera melantik tujuh komisioner Komisi Pemilihan Umum periode 2017-2022 yang dipilih Dewan Perwakilan Rakyat pada Kamis pekan lalu. "Pelantikan akan dilakukan secepatnya," kata juru bicara Presiden, Johan Budi S.P., Kamis pekan lalu.

DPR memilih tujuh komisioner dari 14 calon yang diajukan Presiden. Dua komisioner inkumben yang terpilih lagi adalah Hasyim Asy'ari dan Arief Budiman. Lima komisioner lainnya adalah mantan Wakil Ketua Komisi Independen Pemilihan Aceh Ilham Saputra; anggota KPU Kalimantan Barat, Viryan; Ketua Badan Pengawas Pemilu Banten Pramono Ubaid Tanthowi; anggota KPU Jawa Tengah, Wahyu Setiawan; dan anggota KPU Sumatera Utara, Evi Novida Ginting.

Setelah dilantik, komisioner baru KPU akan menggelar pleno internal untuk memilih ketua. Dalam seleksi di DPR, Pramono Ubaid dan Wahyu Setiawan terpilih dengan suara terbanyak, yakni 55 suara.


Menteri Dilarang Mencabut Perda

Mahkamah Konstitusi mencabut kewenangan Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan peraturan daerah. Hal itu tertuang dalam putusan uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. "Mengabulkan sebagian," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan putusan, Rabu pekan lalu.

Menurut MK, peraturan daerah merupakan produk hukum yang dibuat lembaga eksekutif dan legislatif sehingga pembatalannya harus melalui uji materi di Mahkamah Agung. Putusan ini tidak bulat karena empat dari sembilan hakim konstitusi berbeda pendapat.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku kecewa terhadap putusan uji materi yang diajukan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia ini. "Saya tidak habis pikir. Ini akan berimplikasi pada program pemerintah," katanya. Pada Juni tahun lalu, Menteri Dalam Negeri mencabut atau merevisi 3.000 perda karena dianggap menghambat investasi.


Saldi Isra Calon Pengganti Patrialis

Presiden Joko Widodo sudah memutuskan calon hakim konstitusi pengganti Patrialis Akbar, yang terbelit kasus suap di Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi Presiden belum membuka identitas si calon. "Nanti akan segera dilantik," kata juru bicara Presiden, Johan Budi S.P., Jumat pekan lalu.

Awal pekan lalu, Panitia Seleksi Mahkamah Konstitusi menyetor tiga nama calon hakim pengganti Patrialis kepada Presiden. Menurut Ketua Tim Panitia Seleksi Harjono, ketiga nama itu ialah Saldi Isra, Bernard Tanya, dan Wicipto Setiadi. Setelah menerima usul tiga nama, Presiden mempunyai waktu tujuh hari kerja untuk memilih.

Harjono menerangkan, dari tiga nama yang disampaikan kepada Presiden Jokowi, Saldi menempati urutan pertama, disusul Bernard dan Wicipto. Urutan itu mencerminkan peringkat dari sisi penilaian panitia seleksi. Dari sekian aspek penilaian, kata Harjono, "Aspek integritas mendapat perhatian utama."


Sidang Ahok Tetap Digelar

Pengadilan Negeri Jakarta Utara tetap menggelar sidang lanjutan dugaan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama pada Selasa pekan ini. Ketika membuka sidang, majelis hakim akan menyampaikan sikap mereka sehubungan dengan permintaan polisi agar tuntutan dibacakan setelah pemilihan Gubernur Jakarta, 19 April nanti.

"Bagaimanapun harus majelis hakim yang menyikapi itu," kata juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Hasoloan Sianturi, Kamis pekan lalu. Sidang ke-17 ini digelar setelah majelis hakim memeriksa 41 saksi dan ahli berkaitan dengan pernyataan Ahok yang menyebut Surat Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu, September tahun lalu.

Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengirim surat ke pengadilan pada Selasa pekan lalu. Polisi meminta hakim menunda sidang pembacaan tuntutan atas Basuki. Alasannya, sidang itu akan berdampak pada keamanan karena berlangsung pada masa tenang kampanye pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. Dalam putaran kedua, Basuki-Djarot Saiful Hidayat bersaing dengan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. "Permohonan itu wajar demi keamanan," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus