Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
OESMAN Sapta Odang berhari-hari menghindari media setelah terpilih sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah. Ia memilih melakukan konsolidasi internal setelah kisruh pemilihan ketua lembaga itu. Kamis pekan lalu, Oesman akhirnya bersedia diwawancarai.
Politikus berlatar belakang pengusaha asal Kalimantan Barat ini mengatakan khawatir pernyataannya ditafsirkan macam-macam. "Saya bisa menyelesaikan persoalan dengan cara kampung," kata Oesman kepada Wayan Agus Purnomo, Linda Trianita, dan Ahmad Faiz dari Tempo. Dengan gaya bicara yang meledak-ledak, Oesman mengaku beruntung karena bisa menjadi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua DPD, dan Ketua Umum Partai Hanura.
Bagaimana Anda akhirnya terpilih menjadi Ketua DPD?
Saya kira setiap calon pasti dilobi oleh anggota. Itu bukan cuma saya. Kira-kira dua minggu sebelum pemilihan sudah ada komunikasi. Mereka itu memiliki semangat, tapi saya tidak mengatur mereka. Saya sedih melihat DPD terus berbeda pendapat dengan DPR. Semestinya dua kamar ini saling menghargai. Harus ada solusi.Kenapa Anda tidak maju setelah Irman Gusman (Ketua DPD sebelumnya) diberhentikan?
Saya bisa saja ikut bertarung, tapi saya melihat tata tertib DPD. Jabatan tersebut hanya sampai 2017. Untuk apa saya memaksakan? Apa yang bisa saya kerjakan dalam jangka waktu singkat tersebut? Orang cerdas bisa mengukur program dengan durasi waktu. Lihat saja, selama 12 tahun DPD enggak ada hasil apa-apa.Jadi waktu itu Anda membiarkan calon lain maju?
Bukan membiarkan, tapi memang tidak terpikir untuk maju. Kemudian kemarin saya didatangi kawan-kawan, diminta maju. Pimpinan sekarang banyak enggak cocok karena pernah bertarung sebelumnya. Yang begini kan tidak pantas dibicarakan di luar.Tidak semua pemimpin DPD legawa terhadap kepemimpinan Anda.…
Tidak ada. Itu hanya cerita di koran.Setelah terpilih menjadi Ketua DPD, Anda bakal melepas posisi Wakil Ketua MPR?
Saya dulu dipilih sebagai Wakil Ketua MPR oleh semua partai. Kalau mau melepas, saya harus bertanya. Kalaupun diganti, penggantinya harus dari DPD.Siapa yang bakal dicalonkan?
Kita mesti bicara satu-satu. Ini harus cepat selesai. Tata dulu, baru nanti kita lihat siapa yang bisa ikut kerja, siapa yang bisa duduk di sana. Kalau ditanya sekarang, saya sulit menjawab.Benarkah Anda mengajak 70 anggota DPD masuk Partai Hanura?
Siapa bilang? Itu kan kalian yang menulis. Kalau 30-40 orang adalah. Tapi di DPD bukan hanya Hanura. Ada juga partai lain, PAN, Golkar, PKS, dan Gerindra.Kenapa banyak sekali yang hijrah ke Hanura?
Saya pun tidak tahu.Kalau DPD dipenuhi orang partai, apa bedanya dengan DPR?
Undang-undang kan tidak melarang pengurus partai masuk DPD. Salahnya di mana? Justru, dengan adanya semua partai politik, kami bisa menyalurkan pikiran mengenai keinginan DPD. Lembaga ini kan didirikan untuk penyeimbang, cuma sekarang tidak berfungsi. Satu-satunya jalan adalah kompromi. Ada orang partai dan sekarang bisa berkomunikasi. Kalau kewenangan sudah diberikan, mungkin partai tidak boleh lagi di DPD.Dengan sisa waktu dua setengah tahun, apa target itu bisa tercapai?
Paling tidak kami bisa memulai dengan jelas, berani dan bertanggung jawab untuk menghasilkan kesamaan pandangan dengan DPR. Lobi-lobi harus diperkuat dengan orang yang bisa berbicara di kamar lain. Sekarang DPD itu bikameral banci, diberi ruangan tapi tidak ada kewenangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo