Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTANYAAN lugu itu diajukan Warnah binti Warta Niing kepada pembesuknya berulang-ulang. ”Pak, kepala saya akan dipancung, ya?” katanya seperti ditirukan diplomat Indonesia di Arab Saudi, Bambang Wishnu Krisnamurthi.
Perempuan 25 tahun asal Karawang, Jawa Barat, itu kini meringkuk di Penjara Malaaz, Riyadh, Arab Saudi. Bersama Sumartini binti Manaungi Galisung, 33 tahun, asal Sumbawa, ia dinyatakan bersalah oleh pengadilan Arab Saudi pada 2010. Mereka didakwa menggunakan ilmu sihir untuk melenyapkan Tisam, 17 tahun, putri majikan. Anehnya, sepuluh hari setelah menghilang, Tisam akhirnya kembali. Kedua buruh migran itu dipenjara sejak 2009.
Selain Warnah dan Sumartini, di Penjara Malaaz meringkuk Darsem binti Dawud Tawar, 30 tahun, dan Halimah binti Tarma Amir, 33 tahun, juga terpidana mati. Mereka menempati sel seukuran lapangan voli bersama belasan terpidana mati lainnya. ”Sel mereka ber-AC. Mereka selalu bercerita kedinginan dan butuh selimut,” kata Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur. Saat ini ada 23 buruh migran Indonesia yang terancam hukuman pancung.
Peluang Darsem lolos dari hukuman pancung cukup besar. Darsem didakwa membunuh saudara majikannya, Walid, yang berasal dari Yordania. Dalam persidangan terkuak bahwa Darsem membunuh karena hendak diperkosa. Namun vonis mati tetap dijatuhkan.
Upaya damai sempat tertutup. Dalam sidang mediasi untuk memperoleh pengampunan keluarga korban, keluarga korban sempat berujar, ”Walau Gunung Uhud berubah jadi emas, saya tetap minta darah Darsem.”
Lewat lobi ke keluarga majikan, pengampunan untuk Darsem diperoleh. Syaratnya, Darsem membayar 2 juta riyal atau sekitar Rp 4,7 miliar. ”Uang itu sudah ada di Kedutaan Indonesia di Riyadh, dan segera akan dibayarkan,” kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Tatang Budie Utama Razak.
Selain Darsem, Emi binti Katma Mumu kemungkinan besar lolos dari hukuman pancung. Emi, 20-an tahun, dinyatakan bersalah membunuh anak sendiri. Pemaafan dari suaminya di Sukabumi sudah diperoleh. Emi dipenjara di Dammam, 450 kilometer sebelah timur Riyadh.
Bersama Emi, ada Nurkoyah binti Marsan, yang terancam hukuman mati karena dituduh meracuni anak majikan yang berusia 3 bulan dengan racun tikus. Nurkoyah, kata Gatot, bisa lolos dari hukuman karena selama sidang tidak mengakui tuduhan itu. Berkasnya juga sudah dikembalikan mahkamah ke biro penyidikan. Satu lagi yang terancam hukuman mati di Dammam adalah Tarsini binti Tamir karena membunuh anak perempuan majikan. Hingga kini Tarsini belum disidang.
Menurut Tatang, hukum di Arab Saudi tentang pidana pembunuhan mengutamakan hak keluarga korban. Hukuman mati, misalnya, bisa dibatalkan dan diganti uang darah (diyat) jika keluarga memaafkan.
Hal yang juga menentukan vonis mati dalam kasus pembunuhan adalah pengakuan pelaku. Jika pelaku mengakui perbuatannya, pasti ia dinyatakan bersalah dan dipancung. Itulah yang dialami Satinah binti Jumadi, yang dipenjara di Kota Gaseem, 340 kilometer sebelah utara Riyadh. Tenaga kerja asal Desa Kalisidi, Jawa Tengah, ini mengakui perbuatannya membunuh istri majikan, Nura al-Garib.
Tito Sianipar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo