Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Infotainmen Fitnah Haram
PENGURUS Pusat Muhammadiyah menyetujui status haram bagi infotainmen yang menyebarkan fitnah dan ghiba atau menggunjing. Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan infotainmen fitnah dan ghiba haram karena dianggap menyebarkan aib orang lain. "Ulama dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sejak dulu sudah menfatwakan," kata Din di Makassar, Ahad dua pekan lalu.
Din mengatakan tak bisa menggeneralisasi tayangan infotainmen. Menurutnya, tayangan positif seperti kisah sukses seseorang bisa menjadi teladan bagi masyarakat. Din menyebutkan Muhammadiyah tak perlu mengeluarkan fatwa karena sependapat dengan Majelis Ulama Indonesia dan Nahdlatul Ulama, yang sudah mengeluarkan fatwa serupa.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi menyatakan tayangan infotainmen gosip bersifat ghiba itu haram hukumnya. Fatwa tersebut diputuskan berdasarkan hasil Musyawarah Alim Ulama di Surabaya, Juli 2006.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Sasa Djuarsa mengatakan setuju status haram diberikan pada tayangan yang menjurus fitnah. Menurutnya, Komisi telah menegur penyelenggara penyiaran yang menayangkan program yang melanggar ruang pribadi. Tahun ini, Komisi mengeluarkan 120 teguran, termasuk kepada tayangan infotainmen. Sanksi terberat berupa penghentian sementara.
Lahan Pendidikan Jatinangor Digugat
LAHAN di kawasan pendidikan Jatinangor, Sumedang, digugat kepemilikannya. Lebih dari 600 hektare tanah yang disengketakan itu kini ditempati Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Universitas Padjadjaran, Universitas Winaya Mukti, Bandung Giri Gahana Golf, dan Bumi Perkemahan Kiara Payung.
"Dasar gugatannya girik tahun 1840," kata Kepala Bagian Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pemerintah Jawa Barat, Rudy Gandakusumah, Selasa pekan lalu. "Lima belas tahun setelah perang Diponegoro."
Odah Saodah, 58 tahun, bersama sebelas kerabatnya mengklaim sebagai ahli waris Noerkisan Sastranegara alias Abdoerahman, pemilik sah lahan itu. Noerkisan, meninggal pada 1900, membeli tanah dari Baron Bawud seharga 1.800 gulden pada 4 Maret 1840.
Dalam gugatannya, Odah mengatakan Menteri Pertanian dan Agraria melanggar hukum karena mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan lahan di Jatinangor menjadi milik negara pada 1964. Odah menggugat Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Pertanahan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Departemen Koperasi.
Lahan itu sempat dikelola Perusahaan Perkebunan Karet Negara. Menteri Agraria lalu memberikan hak guna bangunan pada 1965, selama 25 tahun, kepada pemerintah Jawa Barat. Pemerintah mendirikan Institut Pemerintahan Dalam Negeri pada 1991.
Odah dan kawan-kawan meminta tanah yang belum ada bangunannya serta ganti rugi Rp 50 miliar. Alasannya, mereka merasa tak menerima keuntungan lahan sejak tanah itu diserahkan ke pemerintah Jawa Barat pada 1965. Kasus ini dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Sumedang, sejak 13 Juli 2009. Sidang akan dilanjutkan Rabu pekan ini.
Pelanggaran Polisi Meningkat
PELANGGARAN oleh polisi Jakarta pada 2009 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Dalam laporan akhir tahun Kepolisian Daerah Metro Jaya, Selasa pekan lalu, rekor pelanggaran terbanyak adalah kasus pungutan liar.
Pada 2008 terjadi 1.013 pelanggaran dan pada 2009 ada 1.082 pelanggaran (naik 6,81 persen). Penyimpangan itu berupa pungutan liar, penyalahgunaan wewenang, narkotik, obat-obatan, dan senjata api, penganiayaan, serta pengeroyokan.
Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Wahyono mengatakan telah mengajukan lima perwira pertama dan 74 bintara ke sidang komisi kode etik profesi. Jumlah polisi "nakal" yang diajukan ke sidang kode etik ini naik 97 persen dibanding tahun lalu.
Mandala Laporkan Tujuh Penumpang
MASKAPAI Mandala Airlines nomor RI 103 rute Pekanbaru-Batam menurunkan tujuh penumpangnya yang dinilai membahayakan keselamatan penerbangan dan penumpang lain. Mandala kemudian melaporkan ketujuh penumpang tersebut ke polisi, Rabu pekan lalu.
Kepala Komunikasi Mandala Trisia Megawati mengatakan pramugari sudah meminta penumpang tak menggunakan telepon seluler di dalam pesawat. "Namun mereka marah, menggedor-gedor ruang kokpit, dan meminta pesawat kembali," kata Trisia.
Peristiwa itu berawal ketika pesawat masih berada di landasan pacu Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Seorang penumpang menggunakan telepon seluler menghubungi kerabatnya yang tertinggal. Pramugari beberapa kali mengingatkannya agar mematikan ponsel.
Penumpang itu bersama rombongannya, enam orang, tak menggubris peringatan pramugari. Mereka malah melepas sabuk pengaman serta menggedor-gedor ruang kokpit. Mereka meminta pesawat kembali, menjemput kerabat mereka yang tertinggal.
Trisia mengatakan jumlah anggota rombongan itu delapan orang. Satu orang terlambat meski Mandala telah memberikan toleransi enam menit. Menurutnya, Mandala tak menunggu karena akan merugikan 179 penumpang lain.
Kepala Unit Kepolisian Sektor Bukit Raya, Pekanbaru, Dwi Wanto, membenarkan laporan Mandala soal tujuh penumpang itu. Menurutnya, kasus ini bisa diselesaikan dengan langkah persuasif karena tak masuk tindakan sabotase. "Lebih pada komunikasi," katanya.
Penyelundup Sabu Iran
PETUGAS Bea dan Cukai Bandar Udara Soekarno-Hatta kembali menangkap penyelundup sabu dari Iran, Ahad dua pekan lalu. Mereka menyelundupkan 948 gram sabu senilai Rp 2,1 miliar dengan cara ditelan.
Petugas menangkap Abdulloh H., 34 tahun, dan Muhammad Reeja, 25 tahun, di Terminal II-D setelah mereka mendarat dengan pesawat Qatar Airways 638 rute Teheran-Doha-Singapura-Jakarta.
Kepala Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta Baduri Wijayanta mengatakan petugas curiga terhadap gerak-gerik keduanya ketika masuk area bandara. Mereka gelisah dan wajahnya terlihat pucat sehingga petugas langsung menangkap kedua orang itu.
Ketika diperiksa, terdapat sejumlah kapsul di dalam perut mereka. Petugas harus menunggu sepuluh jam supaya kapsul itu keluar. Dari perut Reeja, keluar 43 butir kapsul, dan dari Abdulloh 57 butir. Di dalam kapsul itu terdapat kristal bening yang merupakan bahan dasar sabu.
Penyelundupan narkotik jenis sabu dari Iran ini bukan yang pertama. Sebelumnya, 38 orang Iran ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta; Juanda, Surabaya; dan Ngurah Rai, Bali. Semuanya terancam hukuman mati karena membawa lebih dari lima gram narkotik golongan I.
Satuan Tugas Mafia Hukum
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Keputusan Presiden tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Rabu pekan lalu. Kuntoro Mangkusubroto menjadi Ketua Satuan Tugas, dan anggota staf ahli bidang hukum Presiden, Denny Indrayana, sebagai sekretaris.
Satuan tugas ini beranggotakan Wakil Jaksa Agung Darmono, perwira tinggi di Markas Besar Kepolisian Inspektur Jenderal Herman Effendi, bekas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Mas Achmad Santosa, serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein. "Satuan Tugas bisa memanggil orang kalau diperlukan," kata Denny.
Satuan Tugas berwenang mengkoordinasi, mengevaluasi, dan mengoreksi lembaga penegak hukum. Satuan ini akan menangani kasus berdasarkan temuan sendiri atau laporan masyarakat. Bila kemudian ada penegak hukum yang terbukti terlibat mafia, Satuan Tugas akan berkoordinasi dengan lembaga penegak hukum untuk bertindak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo