Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

MOMEN

10 Agustus 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Upi Terima Udin Award

KOORDINATOR Koalisi Jurnalis Tolak Kriminalisasi Pers Makassar, Jupriadi Asmaradhana, 35 tahun, memperoleh Udin Award 2009, Jumat pekan lalu. Udin Award adalah penghargaan tahunan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.

Jurnalis yang akrab disapa Upi itu dijerat pasal pencemaran nama karena aktivitasnya membela kebebasan pers. Upi saat itu memprotes pernyataan Inspektur Jenderal Polisi Sisno Adiwinoto, Kepala Kepolisian Sulawesi Selatan dan Barat waktu itu, yang menganjurkan pejabat tak ragu-ragu memidanakan jurnalis yang salah. Sisno lalu melaporkan Upi ke polisi. Perlawanan Upi disokong Koalisi Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen, dan Perhimpunan Jurnalis Indonesia.

Kereta Menyeruduk, Seorang Tewas

KERETA Pakuan Ekspres rute Bogor-Jakarta menabrak bagian belakang kereta ekonomi yang mogok di Kebon Pedes, Bogor, Selasa pekan lalu. Akibat kecelakaan ini, asisten masinis kereta Pakuan, Akbar Felani, tewas. Ujas, 40 tahun, masinis Pakuan, dirawat di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor dalam keadaan kritis. Setidaknya 55 orang terluka dalam kecelakaan itu.

Peristiwa ini terjadi saat kereta ekonomi dengan masinis Supangat mogok di dekat pintu perlintasan Bubulak, sekitar 3 kilometer dari Stasiun Bogor. Departemen Perhubungan menduga masinis Pakuan, Ujas, nyelonong karena melanggar sinyal. ”Indikasi awal, KA-221 (Pakuan Ekspres) tak sempat mengerem,” kata Direktur Jenderal Perkeretaapian, Tundjung Inderawan.

Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kota Bogor Ajun Komisaris Irwansyah mengatakan telah memeriksa Supangat pada Rabu hingga Kamis pekan lalu. Kepada polisi, Supangat menyatakan sudah mengabarkan keretanya mogok kepada petugas pemberangkatan kereta api Hendri Febianto di Stasiun Bogor. Tapi Hendri Febianto membantah keterangan Supangat.

Tundjung mengatakan sedang mengevaluasi secara menyeluruh kejadian itu, termasuk operator PT KA Commuter Jabodetabek. ”Bisa kami grounded jika terbukti melanggar,” katanya. Komisi Nasional Keselamatan Transportasi juga menurunkan empat investigator ke lokasi kejadian.

Sidang Gugatan Mega-Kalla

MAHKAMAH Konstitusi, Selasa pekan lalu, menyidangkan sengketa pemilu presiden yang diajukan pasangan calon presiden Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto. Megawati dan Kalla menduga ada penggelembungan suara yang menguntungkan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Jika tuntutan itu dikabulkan, mereka yakin suara Yudhoyono bakal melorot hingga di bawah 50 persen dan pemilu akan diselenggarakan dua putaran.

Menurut kuasa hukum Megawati, Arteria Dahlan, tanpa penggelembungan suara, Yudhoyono-Boediono hanya mendapat 45 juta suara atau 49 persen. Adapun Kalla-Wiranto merasa berhak maju ke babak kedua karena mengklaim memperoleh 39 juta suara atau 32 persen. Kuasa hukum Kalla-Wiranto, Chairuman Harahap, mengatakan penggelembungan suara untuk pasangan Yudhoyono-Boediono mencapai 25 juta.

Menurut versi Komisi Pemilihan Umum, Yudhoyono-Boediono memperoleh 74 juta suara (61 persen), Megawati-Prabowo 33 juta suara (27 persen), dan Kalla-Wiranto 15 juta suara (14 persen). Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud Md. mengatakan mereka yang menggugat harus memberikan bukti kuat. Mahkamah akan memutuskan sengketa pemilu presiden pekan ini.

Taufiq Kiemas Puji Pidato Presiden

KETUA Dewan Pertimbangan Pusat PDI Perjuangan Taufiq Kiemas memuji pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010 di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senin pekan lalu. Menurutnya, pidato Yudhoyono sejalan dengan PDI Perjuangan karena mengusung kebijakan prorakyat. ”Selama ini mengambang,” kata Taufiq. ”Sekarang lebih jelas.”

Berbeda dengan Taufiq, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sekaligus calon presiden pesaing Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilu 8 Juli lalu mengatakan pidato itu belum menyentuh kepentingan rakyat. Menurutnya, pemerintah belum lepas dari ketergantungan modal asing dan utang luar negeri.

Pujian Taufiq Kiemas ini memunculkan spekulasi bahwa PDI Perjuangan akan bergabung dengan Partai Demokrat dan mendapat jatah kursi kabinet. Pertemuan Megawati dan Boediono pada 27 Juli lalu juga disebut-sebut menjadi indikasi melunaknya sikap PDI Perjuangan.

Ketua Dewan Pembina Pusat PDI Perjuangan Arif Budimanta membantah partainya telah bernegosiasi dengan Partai Demokrat dalam pembagian jatah kabinet. Ia mengatakan partainya baru akan bersikap setelah ada keputusan hasil pemilu dari Mahkamah Konstitusi. ”Namanya komunikasi politik wajar dong dilakukan,” katanya.

Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan di Dewan Perwakilan Rakyat, Ganjar Pranowo, mengatakan oposisi merupakan langkah etis yang akan diambil partainya karena kalah pemilu. ”Oposisi baik untuk demokrasi, meski pahit dan susah,” kata Ganjar.

Pengusutan Dana Kampanye Asing Macet

ANGGOTA Badan Pengawas Pemilu Wirdyaningsih pada Senin pekan lalu menyatakan lembaganya tidak bisa melaporkan ke polisi penerimaan dana kampanye dari pihak asing kepada pasangan Yudhoyono-Boediono. Penyebabnya, Komisi Pemilihan Umum terlambat mengirim salinan laporan penerimaan dan pengguna-an dana kampanye, ”Sehingga tak memenuhi syarat formal hukum,” kata Wirdyaningsih.

Seharusnya KPU melapor ke Bawaslu pada 18 Juli, namun itu baru dilakukan empat hari kemudian. Padahal batas waktu yang ditetapkan undang-undang adalah 26 Juli. Karena mepet, Bawaslu hanya membuat rekomendasi agar KPU meminta pertanggungjawaban administratif kepada pasangan Yudhoyono-Boediono. Dana asing yang diterima direkomendasikan harus dimasukkan kas negara. ”Fakta ini bisa dipakai untuk mempertanyakan kredibilitas pemilu,” kata Bambang Widjojanto, tim ahli hukum Bawaslu.

SBY-Boediono diduga menerima sumbangan Rp 3 miliar dari BTPN, sebuah perusahaan yang 71,6 persen sahamnya dimiliki Texas Pasifik Grup Nusantara. Perusahaan ini berafiliasi dengan Texas Pacific Group Amerika Serikat.

Selain Yudhoyono, pasangan Mega-Prabowo juga menerima Rp 5 miliar dari PT Kertas Nusantara. Sebagian saham perusahaan itu dimiliki Fayola Limited Incorporation, yang bermarkas di Mauritius. Undang-undang menyatakan kandidat presiden dilarang menerima dana asing.

Merpati Jatuh 15 Tewas

PESAWAT Merpati MZ 9760D terbang dari Bandara Sentani Jayapura menuju Oksibil, Kabupaten Bintang Pegunungan, Papua, jatuh di kaki Pegunungan Maoke, Ambisibil, Pegunungan Bintang, Papua, Ahad pekan lalu. Lima belas penumpang dan awak pesawat tewas. Umumnya jenazah ditemukan dalam keadaan tak utuh.

Koordinator tim pencarian pesawat Merpati yang juga komandan Lapangan Udara Jayapura, Kolonel Penerbang Suwandi Miharja, mengatakan saat ditemukan jenazah terpencar di beberapa lokasi.

Pesawat berangkat pukul 10.15 WIT itu hilang kontak pada pukul 10.28 WIT, Ahad lalu. Seharusnya, pesawat mendarat di Lapangan Terbang Oksibil pada pukul 11.05 WIT. Pesawat sempat dinyatakan hilang di Kampung Ampisibil, Distrik Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Kondisi pesawat hancur berantakan. Dari posisinya, diperkirakan burung besi itu menabrak bukit. Bagian depan pesawat hancur, sedangkan ekornya masih utuh. Cuaca buruk diduga menjadi penyebab insiden ini.

Pesawat mengangkut tiga kru dan delapan penumpang pria dewasa, dua wanita dewasa, serta dua anak-anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus