MUHAMMAD Belfas bin Nasser jauh dari kesan seorang teroris. Wajahnya teduh, pembawaannya simpatik, bicaranya pun amat santun. Tapi namanya masuk dalam daftar 370 orang yang paling diburu FBI. Ia dituduh menjadi salah satu tokoh kunci dalam jaringan Usamah bin Ladin di Jerman dan punya keterkaitan dengan Mohammad Atta dan para teroris World Trade Center lainnya. Terakhir, ia dihubungkan dengan penangkapan Agus Budiman, seorang warga negara Indonesia yang dituduh kejaksaan Amerika pernah membantu meminjamkan paspornya kepada Ramzi Binalshibh, tersangka pembajak ke-20 yang gagal masuk ke negeri adidaya itu.
Belfas, warga negara Jerman keturunan Arab, sejatinya lebih menampakkan kesan seorang juru dakwah. Jebolan Universitas Kairo, Mesir, ini memang seorang tokoh Islam yang cukup berpengaruh di "Negeri Hitler". Sejak 1979 ia memelopori penyelenggaraan diskusi Islam secara rutin dalam bahasa Jerman. Melalui perantaraannya pulalah ratusan warga kulit putih memeluk agama Islam. Kini di seluruh Jerman berdiri 40 masjid dengan 150 ribu umat muslim.
Siapa sangka, lelaki yang masih melajang ini ternyata lahir di Sawahbesar, Jakarta, 21 Februari 1946. Sejak berusia 12 tahun ia merantau ke Hadramaut, Yaman, Mesir, lalu bekerja sebagai pendatang gelap di Jerman pada 1972. Baru Desember tahun lalu, ia resmi memperoleh paspor Jerman.
Atas segala tuduhan yang menurut dia tak masuk akal itu, Belfas cuma bisa menghela napas panjang. "Ini kampanye anti-Islam," kata pegawai kantor pos itu kepada wartawan TEMPO Karaniya Dharmasaputra, yang mewawancarainya secara khusus di sebuah hotel di Hamburg, Jerman, 12 Desember kemarin. Berikut petikannya.
Bagaimana Anda bisa terkait dengan urusan ini?
Tanggal 13 September, dua hari setelah peledakan WTC, petugas BKA (Bundeskriminalamt, FBI-nya Jerman—Red.) datang ke rumah saya. Banyak sekali, sampai jalan raya itu ditutup. Caranya kasar sekali. Mereka datang dari pukul 14.30 dan meninggalkan rumah saya pukul 02.30 dini hari. Entah apa yang mereka cari. Mereka mengambil barang-barang saya: kaset, video, jaket, celana, ikat pinggang, buku, paspor, dan lain-lain. Juga compact disk milik Agus Budiman. Sampai sekarang belum dikembalikan. Itu semua nggak jadi soal kalau mereka datang baik-baik. Saya juga mau membantu mereka. Tidak ada yang saya sembunyikan.
Mereka menunjukkan surat penggeledahan?
Mereka bilang nanti akan disusulkan. Tapi sampai sekarang tidak pernah saya terima. Mereka bilang ini sesuai undang-undang darurat. Yang membuat saya tertekan, para tetangga saya, rata-rata orang tua, jadi pada ketakutan. Teman-teman saya di kantor pos juga pada curiga. Tapi mau saya jelaskan bagaimana? Yang dimuat di surat kabar yang bukan-bukan. Saya kepala jaringan Usamah bin Ladin di Hamburg. Katanya, saya menghilang.
Anda masuk daftar buruan FBI?
Saya juga mendengar begitu, tapi itu cuma saya baca di koran. Katanya, polisi telah mengawasi saya tiga tahun. Yang saya herankan, kalau benar mereka mengawasi saya selama itu, masa mereka tidak kenal saya, tidak tahu apa yang saya perbuat? Kan tidak mungkin? Ini negara maju, kok aparatnya sembrono begitu.
Anda diperiksa polisi?
Tiga hari setelah penggeledahan, saya diperiksa di kantor polisi. Mereka menunjukkan beberapa foto tersangka teroris WTC. Beberapa orang yang berasal dari Hamburg memang saya kenal: Atta, Ramzi, Bahaji, dan lain-lain. Ada yang tidak saya kenal. Saya ini kenal banyak orang, atau lebih tepat lagi, banyak orang yang mengenal saya. Tapi biasanya cuma kenal sepintas lalu. Banyak di antaranya mahasiswa. Tapi saya rasa mereka orang baik-baik.
Benarkah Anda penghubung dan pemegang keuangan Usamah di Hamburg?
Tidak benar sama sekali. Saya cuma tahu dari membaca koran.
Bagaimana Anda mengenal Agus Budiman?
Si Agus ini dulu pernah tinggal sama saya. Kami berkawan baik. Hubungannya memang luas. Tapi dia bukan tipe teroris. Nggak ada itu. Setelah dia tamat belajar, dia mengajak saya pergi jalan-jalan ke Amerika. Dia punya adik di Maryland. Saya pikir bagus juga. Kebetulan dapat tiket murah. Tiga minggu saya di sana, mulai Oktober 2000, di Maryland, Virginia, dan Washington. Untung saya waktu itu tidak jadi pergi ke New York. Alhamdulillah. Kalau tidak, pasti tuduhan untuk saya lebih seram.
Untuk apa Anda membuat SIM palsu dengan alamat Agus?
Bikin SIM di sana kan gampang. Saya bikin hanya untuk kenang-kenangan pernah tinggal di Amerika. Itu bukan SIM palsu. Saya bikin dengan prosedur resmi di Virginia, saya tunjukkan SIM Jerman saya, lalu bayar US$ 12. Jadi, apanya yang palsu? Memang, alamat yang dipakai adalah alamat lama Agus di Virginia. Jadi, kesalahannya cuma di situ.
Anda kenal Mohammad Atta, tertuduh aksi teror WTC?
Ya, saya kenal. Sering ketemu di masjid. Di Hamburg sini ada berapa masjid, sih? Orangnya baik, pendiam. Saya yakin bukan dia pelakunya. Nggak mungkin. Guru terbangnya saja katanya belum pernah bawa Boeing, apalagi si Atta. Bawa pesawat capung saja belum pernah. Yang saya tahu malah katanya dia pernah menelepon ayahnya di Mesir sehari setelah kejadian. Kan berarti dia masih hidup. Wallahualam.
FBI menuduh Agus pernah meminjamkan paspornya kepada Ramzi Binalshibh, tersangka pembajak ke-20, yang dua kali gagal masuk ke Amerika. Agus kenal Ramzi?
Ya, mereka memang saling kenal. Hubungannya sebatas kawan atau bagaimana, saya tidak jelas. Saya juga kenal Ramzi. Kami yang sering ke masjid memang saling mengenal. Kami sering bertemu di pengajian tiap akhir pekan. Terakhir saya ketemu Ramzi di masjid dua bulan sebelum peledakan WTC. Ramzi ini mahasiswa yang berasal dari Yaman. Dia sering jadi imam. Agus memang bergaul dengan banyak orang dari segala bangsa, khususnya mahasiswa. Tapi mereka semua nggak ada potongan teroris.
Setahu Anda, mungkinkah Agus terlibat dalam aksi teror itu?
Kami pernah tinggal sama-sama. Saya yakin, Agus tidak mungkin terlibat hal seperti itu. Tidak mungkin. Dia bukan tipe orang seperti itu.
Tapi kesaksian istri Agus, Yvonna, di media Jerman memperlihatkan Agus seorang yang brutal.
Kemarin baru saja Yvonna menelepon saya. Sambil menangis dia bilang apa yang dimuat di surat kabar Jerman itu tidak benar. Cerita bahwa dia digebuki, dipaksa memakai hijab oleh Agus itu semua tidak benar. Itu bukan pernyataan dia. Media Barat memang hanya mau mendiskreditkan Islam.
Dari pembicaraan bersama mereka, apakah tidak ada indikasi sama sekali tentang rencana aksi teror itu?
Tidak. Atta itu orangnya pendiam, sopan. Andaikata mereka benar melakukannya, kan tidak mungkin mereka menceritakannya ke saya.
Anda aktif di organisasi tertentu?
Paling saya aktif di organisasi muslim.
Seberapa kuat organisasi jaringan Usamah di Jerman?
Saya malah tidak pernah mendengarnya.
Menurut Anda, peledakan WTC itu tergolong jihad?
Jelas bukan. Lagi pula, apa benar itu dilakukan oleh orang Islam? Jihad adalah berbuat sesuatu dengan mengorbankan ego kita. Berpuasa, beribadah, menuntut ilmu adalah ber-jihad. Juga dengan berperang di jalan Allah jika umat muslim diperangi. Tapi bukan untuk menjajah. Kita tidak boleh membunuh orang yang tidak berdosa tanpa hak. Di gedung WTC itu setiap hari bekerja 2.000 orang Islam, ada masjid yang setiap Jumat dipenuhi 1.000 hingga 1.500 muslim. Orang Islam mana yang bisa berbuat begitu? Tidak mungkin sama sekali orang Islam berbuat begitu.
Bagaimana Anda melihat sosok seorang Usamah bin Ladin?
Wah, susah sekali, ya. Saya tidak sempat membaca buku tentang dia, sehingga sulit sekali memberi penilaian. Jelas, dia bermaksud baik untuk Islam, tapi mungkin caranya salah. Atau barangkali dia jadi begitu karena di-jadikan target.
Jadi, menurut Anda, ada apa di balik semua ini?
Ini kampanye anti-Islam. Itu saja. Kami umat muslim di sini jadi merasa terancam. Kalau ada apa-apa, kan saya bisa jadi sasaran dendam dari mereka yang anggota keluarganya meninggal di WTC. Berbahaya sekali. Padahal saya tidak tahu apa-apa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini