Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kisah Bedinde di Mansion Kakerbeck

Dokumen skandal Helmut Kohl yang hilang ditemukan di rumah Habibie di Jerman. Inikah buntut perseteruan kasus Bulog II?

23 Desember 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SKANDAL dana politik tak henti menguntit Habibie. Setelah kasus Bank Bali dan Bulog II, kini nama presiden ketiga Republik itu dikait-kaitkan dengan aib yang tengah menerpa karibnya, mantan Kanselir Jerman, Helmut Kohl. Geger datang dari sebuah berita koran Jerman, Die Zeit. Pada terbitan Kamis, 13 Desember lalu, mingguan ini menurunkan laporan utama tentang kejaksaan Jerman yang untuk keempat kalinya memeriksa Kohl. Kasusnya adalah dana gelap senilai DM 2 juta atau sekitar Rp 9 miliar yang masuk ke kas Partai Uni Kristen Demokrat (CDU) antara tahun 1993 dan 1998. Kohl mengaku menerima duit itu dan juga telah meminta maaf atas kesalahannya melanggar prinsip keterbukaan keuangan partai. Tapi hingga kini ia tak bersedia mengungkapkan siapa sang pemberi dana—satu hal yang diwajibkan dalam undang-undang pemilu Jerman. Kohl tetap memilih bungkam, meski belakangan mulai terungkap bahwa ”sang dermawan” tak lain dari Karlheinz Schreiber, seorang pedagang senjata Jerman-Kanada yang tersangkut kasus penggelapan pajak. Kuat diduga di baliknya ada unsur penyuapan yang terkait dengan penjualan 36 tank ke Arab Saudi dan proyek bisnis senjata lainnya. Hingga kini, penyelidikan terus berjalan alot lantaran dua pertiga dokumen penting menghilang hanya beberapa hari setelah kekalahan Kohl dalam pemilu 1998. Yang mengagetkan, tiba-tiba saja nama Habibie muncul. Dalam laporannya, Zeit berkisah kasus ini terungkap setelah sejumlah dokumen penting berisi daftar nama orang yang pernah menyuap Kohl ditemukan di mansion milik Habibie di Kakerbeck—kota kecil 60 kilometer dari Hamburg, di Jerman Utara. Cerita gawat ini, begitu ditulis Zeit, datang dari pengakuan seorang perempuan warga Jerman yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga Habibie. Dan yang juga menggoda rasa ingin tahu, tulisan berjudul ”Jalan setelah Kakerbeek” (bukan Kakerbeck sebagaimana lazimnya) ini diterbitkan hanya berselang dua hari setelah Habibie diperiksa di Kantor Konsulat Jenderal RI di Hamburg sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi dana Bulog senilai Rp 54,6 miliar yang menyeret Akbar Tandjung. Melalui pengacaranya, Yan Juanda Saputra, Habibie kontan menyangkal. ”Itu lelucon terbesar,” kata Yan menirukan. Soalnya, ada banyak fakta yang tak klop. Dokumen yang hilang itu, misalnya, antara lain berkaitan dengan divisi penjualan senjata di MesserschmittBoelkow-Blohm (industri strategis dan pesawat terbang terkemuka di Jerman). Sedangkan posisi Habibie di perusahaan itu ada di divisi teknologi terapan. Hilangnya berkas penting ini pun terjadi pada 1998, saat Habibie menjabat sebagai wakil presiden dan tinggal di Jakarta. Hal lain, panitia khusus yang dibentuk parlemen Jerman sendiri tak pernah mengaitkan Habibie dengan urusan ini. Begitu pula dengan kejaksaan. Dan yang lebih penting, kata Yan, bedinde yang merupakan sumber berita juga telah menyangkal kebenarannya. Memang, hanya lima hari setelah Zeit terbit, muncul berita serupa di Stader Tageblatt, sebuah harian di Jerman. Pada edisi 18 Desember lalu, koran itu menurunkan tulisan berjudul ”Dokumen Kohl: Pembantu itu Tak Melihat Apa pun. Rumor Liar tentang Vila Kakerbeck Milik Mantan Presiden Habibie”. Isinya secara telak membantah berita Zeit. Ditulis Stader, berita itu dianggap tidak kredibel oleh pihak kejaksaan di Bonn dan ternyata tak datang langsung dari mulut sang pembantu. Kabar itu datang pertama kali dari ”bualan” (ini istilah yang digunakan Stader) seorang warga Kakerbeck sekitar satu setengah tahun lalu kepada sejumlah ”wartawan koran kuning.” Warga itu pun kini telah menarik kisahnya. Yang lebih parah, bedinde Habibie pun kini keras menyangkal. ”Itu semua berita bohong,” katanya. Diwawancarai Stader, sang pembantu menyatakan tak pernah melihat dokumen apa pun karena, menurut dia, rumah Habibie tertata amat tertib dan tak pernah sehelai kertas pun tercecer di meja. Karena itulah Yan melihat ”ada udang di balik berita.” Menurut kabar yang diterimanya dari seorang pengurus pusat Golkar, asal-muasalnya tak jauh-jauh dari Indonesia sendiri dan berkaitan dengan pusaran skandal Bulog II. Maksudnya, isu ini sengaja diembuskan sebagai counter atas keterangan Habibie yang memojokkan Akbar? ”Bukan tidak mungkin mengarah ke sana,” kata Yan. Kubu Akbar, diwakili pengacara Ruhut Sitompul, punya komentar menarik. ”Kalau benar Habibie terlibat, kesaksian dia dalam kasus Bulog jelas tak patut didengar,” kata peng-acara sekaligus pemain sinetron ini. Toh, ia membantah kliennya terlibat. ”Bang Akbar tak mungkin bermain dengan cara seperti itu,” katanya. Jadi, dari mana angin keras ke alamat Habibie ini datang? Karaniya Dharmasaputra, Gita Widya Laksmini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus