Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Muhammadiyah membebaskan pilihan politik warganya. Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, memastikan organisasinya tidak akan terlibat dalam percaturan politik praktis pemilihan presiden 2019. "Karena kalau itu (Muhammadiyah terlibat dalam perebutan kekuasaan) terjadi, nanti yang terjadi adalah politisasi ormas, dan kemudian juga politisasi agama," kata Haedar, di sela acara sidang Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Haedar menegaskan bahwa Muhammadiyah akan tetap menjaga jarak dengan kontestasi pemilihan presiden yang saat ini sedang berlangsung. Ia menyatakan bahwa organisasinya juga tak berafiliasi dengan partai politik mana pun untuk mencegah terlibat dalam politik praktis. Namun bukan berarti Muhammadiyah apatis dalam perpolitikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Islam, menurut Haedar, politik merupakan bagian dari dakwah. Politik akan berjalan baik selama mengikutsertakan nilai-nilai moral dan etika. Politikus yang baik, kata dia, tentunya belajar bahwa politik bukan tentang upaya meraih kekuasaan semata, tapi juga soal kebajikan untuk orang banyak dan bertata krama.
Haedar melanjutkan, Muhammadiyah tengah mengubah orientasi dalam mengambil jarak. Sementara dulu Muhammadiyah cenderung mengambil jarak itu dengan pasif, kini organisasi keagamaan tersebut mengambil jarak secara proaktif. "Kami berkomunikasi dengan kekuatan-kekuatan partai politik. Kan pernah di Menteng kami undang seluruh ketua partai itu datang kan," kata Haedar.
Sidang Tanwir Muhammadiyah yang digelar pada 15-17 Februari membahas delapan risalah. Salah satunya adalah ihwal aktualisasi Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan, yang berdasar pada Islam sebagai agama pencerahan, pembangun kemajuan, dan peradaban (din al-hadlarah). Ada sembilan rekomendasi yang dihasilkan, di antaranya menjadikan agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa Indonesia sebagai fondasi nilai dan sumber inspirasi yang mendasar; menegakkan kedaulatan negara di bidang politik, ekonomi, dan budaya; serta menguatkan organisasi kemasyarakatan.
Di poin ketujuh risalah, Haedar menyinggung soal cara menghadapi tahun politik. Ia menyebut organisasi mendorong serta menyiapkan kadernya untuk terlibat dalam partai politik untuk memperjuangkan aspirasi dan visi Muhammadiyah.
Para pemimpin organisasi akan menjalankan komunikasi, silaturahmi, lobi, serta mengarahkan opini publik untuk memperjuangkan aspirasi dan misi Muhammadiyah dalam kehidupan politik kebangsaan. "Kami kan punya lembaga hikmah dan kebijakan publik. Kemarin sudah mulai kami siapkan yang mereka masuk ke PAN (Partai Amanat Nasional), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), PKS (Partai Keadilan Sejahtera), ke PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), ke Golkar, dan seterusnya. Kami dorong ke situ," kata Haedar.
Saat menutup sidang, Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap penyebaran dakwah yang dilakukan Muhammadiyah untuk menjaga hubungan antarsesama manusia. Hubungan sosial antarmanusia, kata Kalla, harus menjadi bagian yang diperjuangkan organisasi keagamaan, khususnya Muhammadiyah, untuk menjaga persatuan dan kesatuan negara.
Kalla menilai saat ini hubungan antarmanusia, khususnya di Indonesia, semakin lemah, meskipun secara individu, ibadah dan akidah yang dijalankan seorang muslim meningkat. "Organisasi Islam Muhammadiyah dan lain-lainnya tentulah menjadi bagian upaya, tak hanya mendekatkan kepada dua hal, akidah dan ibadah, tapi juga muamalah (hubungan manusia dalam interaksi sosial)," katanya. EGI ADYATAMA | ANT | MAYA AYU PUSPITASARI
Haluan Politik Muhammadiyah
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo