DUET Surjadi dan Nico Daryanto akhirnya "menang". Pekan lalu, keluar Kepres Nomor 322 tertanggal 29 November 1988, yang menghentikan keanggotaan Marsoesi dkk. dari DPR dan MPR. Dengan demikian, pegangan terakhir para banteng kawakan itu telah rontok. Ada lima belas nama yang recalling-nya gol berkat Kepres itu. Lima di MPR dan sepuluh lainnya sebagai anggota DPR/MPR. Keputusan Presiden itu sekaligus juga menyetujui pengangkatan limabelas anggota baru di badan legislatif itu. Tak semua nama yang di-recall itu berasal dari kubu pembangkang. Parulian Silalahi dan Popo Iskandar Haroen, misalnya, adalah pendukung Kubu Surjadi yang ditarik dari anggota MPR, untuk kemudian ditempatkan sebagai anggota DPR/MPR. Tidak semua yang diganti itu karena menentang kepemimpinan Surjadi. Achmad Subagyo di-recall karena ketabrak SK Ketua Umum PDI No. 059/1986, yang antara lain, membatasi keanggotaan di DPR/MPR hanya dua kali jabatan saja. Batas itu telah dilewati oleh tokoh berjenggot tipis ini. Dua belas orang yang lain di-recall lantaran dianggap membangkang, melakukan pelanggaran berat terhadap disiplin partai. Bahkan tujuh orang di antara mereka -- Dudy Singadilaga, Marsoesi, Kemas Fachruddin, Thaib Ali, F.C. Palaunsuka, Suparman Adiwijaya, dan Yusuf Merukh -- selain dicopot dari DPR/MPR, juga dipecat dari partai. Lantas, lima lainnya ditarik dari kursi MPR (dua orang) dan DPR/MPR (tiga orang). Sebagaimana Achmad Subagyo, kelima orang itu tak dipecat dari keanggotaan PDI. Surjadi merasa lega dengan turunnya kepres itu. "Keputusan itu persis dengan yang diminta," ujarnya. Maksudnya, Presiden mengabulkan pencoretan ke-15 nama, dan menyetujui pengangkatan ke-15 nama anggota baru itu tanpa perubahan apa pun. Ketua Umum PDI itu mengakui bahwa proses mulus itu tak lepas dari ikhtiarnya melobi kanan-kiri. "Kami memang melakukan konsultasi dengan pihak-pihak yang terkait," ujarnya. Kendati mengaku tak kaget, Thaib Ali, yang keterjang Kepres itu, berang. Bekas ketua PDI Aceh ini menganggap, ia diperlakukan tak wajar. Dia merasa telah puluhan tahun berada dalam front yang sejalan dengan Orde Baru, yang menentang separatisme dan komunis, tapi begitu mudah dijatuhkan oleh Surjadi. "Saya kecewa mengapa itu tak dipertimbangkan," ujarnya. Kedudukan Thaib Ali di Senayan bakal diambil alih oleh Muhammad Yusuf Ali abang sekandungnya. Thaib mengakui, sikapnya terhadap Surjadi bertolak belakang dengan Yusuf. "Soal abang-adik itu di rumah, tapi sikap politik, bisa saja, berbeda," ujarnya ringan. Seperti Thaib Ali, Marsoesi, bekas Ketua PDI Ja-Tim, juga mengganggap vonis recalling atas dirinya dan kawan-kawan sekubunya itu salah alamat. Mestinya, kata Marsoesi, Surjadi dan Nico yang turun dari panggung politik. "Justru Surjadi-Nico yang berkepentingan menyapu bersih kader pembela Pancasila dan UUD 45 dari tubuh PDI," ujarnya. Ia bertekad untuk terus berjuang lewat DPP PDI Tandingan yang dibentuknya Maret lalu, yang katanya, mendapat dukungan kuat di banyak daerah. Pertentangan Marsoesi dkk. dengan Surjadi-Nico mencuat, terutama setelah Surjadi mengeluarkan SK 059/86. Surat keputusan itu membatasi masa jabatan di DPR, hanya dua periode. Sedangkan jabatan rangkap -- seperti Ketua DPD PDI sekaligus anggota DPR Pusat -- tidak diperkenankan. Pertentangan meledak karena para tokoh, seperti Marsoesi, Thaib Ali, Dudy Singadilaga adalah pemegang jabatan rangkap itu. Sedangkan Kemas Fachruddin, Palaunsuka, dan Achmad Subagyo, yang rencananya hanya dipasang sebagai vote getter dalam Pemilu, ternyata, enggan menanggalkan kursinya di DPR, kendati telah lebih dari dua kali masa jabatan. Tarik tambang pun berlangsung. Sampai keluarnya Kepres, pekan lalu itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini