JAKARTA karun itu, bila benar ada, memang luar biasa. Bayangkan: patung singa terbuat dari emas, dalam ukuran singa yang sesungguhnya. Kukunya terbuat dari intan baiduri. Matanya dari ruby. Lalu patung gajah, sebesar gajah hidup, berlapis emas. Juga patung monyet, lagi-lagi terbuat dari emas. Lantas mahkota emas yang bertatahkan intan berlian, serta kursi singgasana yang berhiaskan mutu manikam. Dan masih banyak lagi. Semuanya ditaksir bernilai US$9 milyar atau sekitar Rp15 trilyun, lebih dari separuh APBN 1988-1989. Semuanya itu diduga masih tersimpan dalam perut kapal Flor de la Ma., kapal Portugis yang tenggelam 476 tahun silam di Selat Malaka. Kini muncul sebuah rencana untuk mengangkat harta karun itu. Alkisah, pada 1511 Admiral Alfonso d'Albuquerque, panglima armada laut Kerajaan Portugis itu, berhasil menggulung Kasultanan Malaka di bawah Sultan Mahmud Syah. Sejak itu, Portugis menguasai Malaka dan sekitarnya. Lalu harta kekayaan pun mulai mengalir ke Portugis. Tersebutlah, pada 1512 d'Albuquerque bermaksud memboyong harta kekayaan itu ke negerinya. Sebagai pengangkut dipilihnya Flor de la Mar. Sayang, di awal perjalanannya, kapal itu diamuk badai, dan tenggelam ke dasar Selat Malaka, di kawasan perairan Riau. Operasi pengangkatan harta karun itu konon akan dilakukan oleh sebuah grup profesional, di bawah pimpinan Bruno de Ventiis. Pemerintah Malaysia, kata Bruno telah setuju. "Perjanjiannya telah kami tandatangani," katanya. Kini tim itu tinggal menunggu persetujuan dari pemerintah Indonesia. "Perundingan antara kedua negara itu pun kini telah memasuki babak akhir," ujar pencari harta karun dari Italia itu. Penyingkapan misteri Flor de la Mar, menurut Bruno, memerlukan riset selama 10 tahun, dan menelan biaya hampir Rp5 milyar. Untuk mencari posisi bangkai kapal itu, misalnya, tim Bruno menggunakan foto-foto satelit. Lantas, isi perut bahtera itu diketahui dari riset terhadap naskah-naskah tua, yang terserak di pelbagai perpustakaan. "Riset kami tak mungkin keliru," kaa Bruno yakin. Menurut rencana, operasi pengangkatan itu akan dilakukan Februari 1989 nanti. Untuk pembebasan kapal itu, dalam perhitungan Bruno, akan diperlukan biaya Rp50 milyar. "Saya yakin, Jakarta akan melicinkan ialan," kata Bruno. Ia berjanji akan mengembalikan benda-benda bersejarah milik Kasultanan Malaka. Selebihnya dibagi tiga: 40%, untuk Malaysia, 20% untuk Indonesia, dan 40% lainnya untuk tim Bruno. Ternyata, soal kontrak kerja sama dengan tim Bruno tak ada dalam agenda kegiatan Kementerian Luar Negeri Malaysia, meski Malaysia memang mgm mengangkat Flor de la Mar. Pihak mana yang bakal menjadi "kontraktor" belum diputuskan. "Tergantung bagaimana hasil pembicaraan dengan pemerintah Indonesia nanti," ujar Datuk Yusof Hitam, Sekjen Kementerian Luar Negeri Malaysia, pada TEMPO. Dari Kantor Ketua Kementerian Negara Bagian Malaka, ada bisik-bisik, konon soal harta karun Flor de la Mar itu telah dibicarakan dengan Indonesia. "Ada utusan dari Jakarta yang pernah datang ke Malaka," ujar sumber TEMPO di situ. Lantas isu proyek harta karun itu menjadi makin matang setelah koran The West Australian pekan lalu memberitakan bahwa pemerintah RI telah mengizinkan tim arkeolog Australia mengangkat Flor de la Mar. Pekan lalu berita itu dibantah oleh Puspen ABI. Pihak Mabes ABRI/Hankam telah mengecek semua instansi yang terkait dengan soal perizinan ekspedisi perairan, dan tak satu pun telah memberikannya. Malaysia pun belum melakukan pendekatan secara resmi tentang harta karun Flor de la Mar itu. "Mungkin ada pihak yang ngarang-ngarang berita," kata Brigjen. Nurhadi, Kapuspen ABRI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini