Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Delapan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi sedang bersiap-siap menempelkan papan penyitaan di tiga unit rumah toko (ruko) di kompleks pertokoan Intan Bisnis Center, Garut, Jawa Barat, Rabu dua pekan lalu. Tiba-tiba, dari dalam ruko menghambur seorang perempuan. Tahu beberapa wartawan menunggu di luar, sang perempuan menutup paras dan berjalan memutar menghindari kamera, lalu naik ke mobil pikap hijau yang menunggu di depan ruko.
Berjilbab cokelat, perempuan paruh baya itu ternyata Cucu Rukmini Suwanda, pemilik ruko dan istri Bupati Garut Agus Supriadi, yang kini tersangka kasus korupsi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Agus sudah ditahan oleh KPK di Jakarta sejak pekan lalu. Menurut sumber KPK, ruko itu hampir saja dipindahnamakan kepada orang lain. Esoknya, KPK juga menyita tiga mobil dan menempelinya dengan stiker ”Disita” di kaca depan. Sebuah vila di puncak bukit dan rumah di Kota Garut juga dibeslah.
Semuanya, menurut dokumen KPK, dibeli dari uang APBD. Wakil Ketua KPK Tumpah Hatorangan Panggabean mengatakan, Agus memakai uang APBD 2007 Rp 6,9 miliar untuk membayar utang-utang pribadinya, membeli aneka mebel, mobil, dan rumah. Menurut Tumpak, penangkapan Agus tak perlu menunggu laporan pertanggungjawabannya di depan DPRD, ”Memakai dana pemerintah untuk keperluan pribadi, kapan pun tetap salah,” katanya.
Sementara Agus sudah mondok di hotel prodeo, Bupati Pelalawan, Riau, Azmun Jaafar, masih bebas keluar masuk kantornya. Padahal Azmun dibidik KPK dalam kasus penyalahgunaan izin pemanfaatan kayu (IPK). Selama tujuh tahun menjabat, Azmun menerbitkan 168 IPK yang membolehkan pemegangnya menebang kayu di lahan konsesi mereka, dengan imbalan dana iuran hasil hutan. Sayangnya, ketika kewenangan memberikan IPK itu ditarik oleh Departemen Kehutanan, Jaafar masih saja menerbitkannya. Alhasil, KPK menganggap lima di antara izin itu bermasalah.
Menurut dokumen yang ada di tangan KPK, kelima izin itu diterbitkan untuk PT Persada Karya Sejati, PT NPM, CV Tuah Negeri yang bekerja sama dengan PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP), CV Putri Lindung Lindung Bulan dengan PT RAPP, CV Mutiara Lestari dengan PT RAPP, dan Koperasi Tuo Sakti dengan PT RAPP. Dalam sebuah dokumen terdapat kuitansi yang mencantumkan pemberian uang dari salah satu perusahaan kayu itu kepada Bupati sebesar Rp 600 juta.
Isu pengusutan Azmun Jaafar membuat perusahaan kayu mengerut, bahkan ada yang langsung tutup. Contohnya, PT Persada Karya Sejati di kompleks pertokoan Tanjung Datuk, Pekanbaru. Sepanjang pekan lalu, kantor berlantai tiga itu terkunci rapat, lengang tanpa penjagaan. Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), Suseno Setiawan, mengatakan penetapan Azmun sebagai terangka terhitung langkah maju dalam menyelamatkan hutan Riau. ”Selama ini tersangkanya sopir truk dan tukang potong kayu,” kata Suseno kepada Tempo.
Menurut hasil penyelidikan Jikalahari, Bupati telah memberikan IPK untuk kawasan hutan rawa gambut, yang menurut undang-undang konservasi 1995 terlarang ditebangi. Namun, kepada Tempo yang menemuinya selepas acara ulang tahun Provinsi Riau, Kamis pekan lalu, Azmun Jaafar hanya menggelengkan kepala. ”Saya tidak bersedia berkomentar,” ujarnya seraya bersicepat memasuki mobil.
Sekretaris Jenderal KPK, Samsa Ardisasmita, menyebutkan adanya 20 kasus korupsi di daerah yang sedang ditangani komisinya, dan 14 di antaranya melibatkan bupati dan wali kota. Sebagian besar menyangkut pembelian mobil pemadam kebakaran, sisanya penyelewengan APBD dan penyalahgunaan IPK.
Sayangnya, ia tak mau berkomentar panjang. ”Kalau diungkapkan, mereka bisa memusnahkan alat bukti,” ujarnya. Menurut catatan Tempo, kasus mobil pemadam kebakaran telah menyeret sembilan bupati dan wali kota ke depan penyelidik KPK. Sedangkan kasus dana APBD yang saat ini sudah sampai di meja KPK menyerempet para bupati di daerah Jawa Tengah.
Satu di antara bupati yang sudah dipanggil KPK adalah Begug Poernomosidi, 61 tahun. Menjabat selama tujuh tahun, Bupati Wonogiri ini kelihatannya hidup sederhana. Sehari-hari ia tinggal sebatang kara di rumah dinasnya, karena istri dan kedua anaknya bermukim di Tomang, Jakarta Barat. Rumah di Jakarta pun milik istrinya. Di rumah dinasnya tak terlihat mobil mewah, cuma jip Cherokee AD 1 G, mobil dinas yang dipakainya setiap hari. Begug memang punya rumah sendiri di Solo, yang dibelinya sebelum menjabat bupati.
Lalu, apa gerangan yang menjerat Begug? Menurut Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), perkumpulan antikorupsi yang melaporkannya ke KPK, nama Begug dikaitkan dengan penyelewengan penggunaan APBD 2002-2004. Meskipun OMS tak menyebut namanya sebagai pelaku, Begug sebagai penanggung jawab penggunaan anggaran itu turut diperiksa.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun ini, penyimpangan anggaran itu mencapai belasan miliar rupiah. Koordinator OMS, A.P. Handoyo, menyebutkan anggaran yang dikorupsi itu berasal dari pos pengadaan buku wajib sekolah dasar pada 2003 senilai Rp 7,2 miliar, sedangkan penyelewengan tahun sebelumnya mencapai Rp 12 miliar lebih. ”Mereka melakukannya berjemaah dengan anggota legislatif,” Handoyo menambahkan.
Ada pula penggelembungan uang tunjangan tenaga kesehatan, dari Rp 407 juta menjadi Rp 1,9 miliar. Handoyo juga menyebut adanya penyelewengan dana Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Lindung, bantuan permodalan koperasi, yang terjadi selama 2004. Sedangkan Begug cuma berkomentar pendek, ”KPK minta klarifikasi tentang nilai aset saya, bukan tentang anggaran daerah.”
Selain Bupati Wonogiri, yang juga kebat-kebit adalah Bupati Sleman Ibnu Subiyanto. Berulang kali para aktivis lembaga swadaya masyarakat dan mahasiswa berdemonstrasi menuntut polisi memeriksanya. Ibnu diduga kuat mengetahui adanya korupsi dalam proyek pengadaan buku pelajaran untuk SD hingga SMA di Sleman, senilai Rp 29,8 miliar. Kontrak diteken oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dengan PT Balai Pustaka.
Dalam kasus buku itu, pengadilan negeri setempat pada Juli lalu telah menghukum Kepala Dinas Pendidikan Sleman dengan lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Pada hari yang sama, pengadilan juga menjatuhkan hukuman empat tahun enam bulan penjara berikut denda Rp 200 juta kepada pimpinan proyeknya. ”Kedua orang itu melaksanakan perintah bupati,” kata Naya Amin Zaini, Ketua Jogja Corruption Watch. ”Jadi, bupatilah yang paling bertanggung jawab.” Namun hingga akhir pekan lalu KPK belum menahan Ibnu.
Pejabat lain yang ”tertabrak” kasus korupsi adalah mantan Wali Kota Makassar Amiruddin Maula. Ia diduga menggelembungkan dana pembelian mobil pemadam kebakaran. Bukan cuma satu atau dua mobil, tapi sepuluh mobil, yang masing-masing berharga Rp 900 juta. Usut punya usut, ternyata beberapa daerah lain bisa membeli satu mobil sejenis dengan harga Rp 500-600 juta.
Untuk ukuran pegawai negeri, kehidupan Amiruddin memang tergolong makmur. Ia punya rumah di Jalan Pengayoman, Kompleks Bougenville, perumahan paling elite di Makassar. Rumahnya terlihat lebih besar dibanding yang lain. Dengan luas tanah sekitar 1.200 meter, harganya kini di atas Rp 1 miliar.
Sayangnya, rumah itu terkunci rapat dalam beberapa pekan ini, ditinggalkan si empunya, yang dipindahkan KPK ke hotel prodeo di Jakarta. Anak dan istri Amiruddin, menurut petugas keamanan setempat, juga sudah lama tak tampak di kompleks itu.
Menurut Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Makassar, Aminullah Teng, pada saat pembelian, Maula memang tidak memerintahkan perlunya membandingkan harga mobil dengan daerah lain. Mereka langsung membeli dari PT Istana Sarana Raya, yang direkomendasikan oleh pejabat Departemen Dalam Negeri.
I G.G. Maha Adi, Imron Rosyid (Wonogiri), Jupernalis Samosir (Riau), Syaiful Amin (Sleman), Irmawati (Makassar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo