Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUM! Suara ledakan keras membahana dari sebuah mobil Suzuki Futura yang tengah melaju di keramaian Kota Nganjuk, Jawa Timur. ''Saya kaget dan panik,'' kata Nyonya Syamsul, pemilik toko dekat tempat kejadian. Ledakan itu disusul bunyi desis mesiu bersahut-sahutan, menggetarkan dinding bangunan di tepian jalan.
Dua orang meloncat keluar mobil. Seorang di antaranya berusaha memadamkan api yang membakar tubuhnya. Apinya padam, tapi Azmi Ishaq harus segera dibawa ke rumah sakit. Seorang lagi sempat terbakar, tapi menghilang dari kerumunan massa. Sedangkan Rifzikka Helta, sang sopir yang berusaha keras keluar dari jebakan api, tewas mengenaskan. "Orang-orang tak bisa menolong karena ledakan yang susul-menyusul dari dalam mobil," kata Nyonya Syamsul. Seorang lagi, Wijianto, belakangan ditemukan gosong dalam posisi duduk di jok mobil.
Korban bisa lebih banyak lagi seandainya dalam perjalanan dari Yogya dengan tujuan Surabaya itu, Helta tidak mampir di Ngawi serta menitipkan istri dan dua anaknya kepada sang mertua. Ketiga penumpang itu digantikan oleh Nashruddin Adi Sucipto, adik ipar Helta, yang menghilang dari kerumunan massa segera setelah kejadian. Adi, yang hanya terluka ringan, ditangkap polisi dua hari kemudian.
Menurut polisi, ledakan mobil itu disebabkan oleh bubuk mesiu dan butiran peluru yang dimuatnya. ''Ada amunisi diletakkan di atas mesin mobil dan bergesek-gesek sehingga meledak," kata seorang reserse Polres Nganjuk. Di tempat kejadian, polisi menemukan lebih dari seribu butir peluru dan bubuk mesiu yang belum terbakar. Mereka juga mengumpulkan puluhan selongsong peluru dan serpihan granat tangan. Sebagian berserakan di halaman toko Ny. Syamsul. "Butiran peluru itu, ketika dikumpulkan, sampai dua ember banyaknya," katanya. Menurut Kapolres Nganjuk, Letnan Kolonel I Nyoman Bratajaya, peluru tersebut ternyata jenis organik militer, M-16 ukuran 7,2 mm.
Siapa sebenarnya orang-orang yang nekat membawa mobil sarat amunisi ini? Polisi menyebut-nyebut nama Laskar Jihad Ahlussunnah Wal-Jamaah. Inilah organisasi yang bermarkas di Yogyakarta dan beberapa waktu lalu mengorganisasikan unjuk rasa menggemparkan di Jakarta. Mereka mengajak ummat Islam untuk berjihad di Maluku.
Pernyataan polisi itu didukung oleh sejumlah dokumen yang ditemukan berserakan dari mobil. Dokumen dikeluarkan Pengurus Pusat Forum Ahlussunnah Wal-Jamaah tertanggal 10 Februari, yang ditandatangani Sekjen Ir. Ma'ruf Bahrum. Lebih kuat lagi, polisi juga menemukan rompi antipeluru dalam mobil. Rompi serupa pernah disita polisi Tanjungperak saat menggeledah penumpang kapal tujuan Ambon beberapa waktu lalu.
Ayip Syafruddin, Ketua Forum Komunikasi Ahlussunnah Wal-Jamaah, membantah adanya hubungan Laskar Jihad dengan ledakan di Nganjuk itu. ''Pernyataan polisi itu mendiskreditkan organisasi kami. Dokumen dan kop surat kan bisa dipalsu oleh siapa saja," katanya. Ayip meyakini tidak seorang pun anggota Laskar Jihad ada di dalam mobil itu. ''Kalaupun ada, itu oknum dan bukan atas kebijakan organisasi membawa amunisi.''
Letkol Nyoman memang mengatakan kaitan itu masih sekadar dugaan. "Masih perlu penelusuran lebih lanjut," ujarnya. Polda Ja-Tim juga tak berani menuduh terus terang kaitan Laskar Jihad dengan meledaknya mobil di Nganjuk. "Masih kami selidiki," ujar Kepala Direktorat Reserse (Kaditserse) Polda Ja-Tim, Kolonel Suharto.
Sampai Minggu pekan lalu, polisi masih mengarahkan penyidikannya pada keluarga Helta, aktivitas Laskar Jihad dan Forum Komunikasi Ahlussunnah Wal-Jamaah, terutama soal tujuan dan asal-muasal bahan peledak itu.
Benarkah para penumpang mobil itu aktivis Laskar Jihad? Polisi masih menaruh harapan bisa mengorek keterangan dari Adi, yang mengaku bukan anggota Laskar Jihad. ''Saya hanya sopir cadangan yang diajak kakak ipar saya,'' ujarnya. Namun, dari dia diperoleh pengakuan bahwa Helta, sang ipar yang tewas, memang baru saja pulang dari Ambon awal Mei lalu. Rifzikka Matori, kakak kandung Helta, tak tahu apakah adiknya anggota Laskar. Sehari-hari Helta berdagang pakaian muslim. Oleh mertuanya, Nyonya Sujono, Helta dikenal sebagai sosok muda yang pendiam dan penganut muslim yang taat.
Sedangkan Azmi, lelaki yang kini terbujur di Rumah Sakit Bhayangkara, dikenal kawan-kawannya di Yogya sebagai pengurus Forum Komunikasi Ahlussunnah Wal-Jamaah. Sehari-hari dia adalah pedagang peralatan dapur. ''Setahu saya, dia itu anak yang baik. Tawaddu, taat beragama,'' kata Kiai Haji Amar, pimpinan Pesantren Al-Ikhlas, Jember. Azmi sendiri belum bisa diajak bicara. Dia hanya bisa merintih. "Ya, Allah..., panas. Ya Allah, panas sekali."
Ahmad Taufik, Jalil Hakim, Adi Sutarwiyono (Surabaya), L.N. Idayanie dan R. Fadjri (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo