RUMAH mewah itu tak lagi berpenghuni. Cuma satu lampu yang menyala di ruang tamu. Di pelatarannya, sebuah mobil Kijang hijau bersaput debu tebal. Sedan Mercedes warna keemasan dan jip Ssangyong Boxer hitam metalik yang biasanya diparkir di situ kini tak terlihat. Selebihnya, bangunan dua lantai di kompleks perumahan Graha Hijau Eksklusif Jakarta itu kosong melompong.
Pemiliknya adalah sebuah nama yang pada pekan-pekan ini jadi amat terkenal: Siti Farikha. Ia salah seorang penerima kucuran dana jarahan Yayasan Bulog. Investigasi tim Government Watch menunjukkan ia telah menarik dana senilai Rp 5 miliar melalui BCA Sudirman pada 24 Maret lalu, yang tiga hari kemudian ditransfernya ke BCA Semarang. Kepada pers, Farikha mengaku dana itu bagian dari transaksi bisnisnya dengan Suwondo.
Sejak namanya terpampang di berbagai media dua pekan lalu, Farikha menghilang. Mahfudz Sidik, salah satu kakaknya dan Ketua Pemuda Pancasila Demak, juga mengaku tak tahu di mana adiknya kini berada.
Farikha, 33 tahun, adalah istri seorang pengusaha konstruksi asal Bali, Wayan Dewantoro. Tiga tahun lalu, menurut seorang keponakannya yang menolak disebut namanya, Farikha disunting Wayan setelah bercerai dengan suami pertamanya, Tri Wahono, juga seorang pengusaha konstruksi.
Dia sendiri adalah seorang pengusaha. Menurut Mahfudz, bisnis utama Farikha adalah sektor properti. Ia kerap menggarap proyek air minum di Semarang. Ada sejumlah perusahaan yang dimilikinya, antara lain PT Rahmat Putra dan PT Rwana Binida. "Dia sering meminjam perusahaan kawan-kawannya. Saya tidak tahu sekarang pakai nama apa," kata Mahfudz lagi.
Di mata para tetangganya, pasangan yang belum dikaruniai anak ini istimewa. Menurut H. Rais, seorang ketua RT di sana, sejumlah petinggi Nahdlatul Ulama (NU) kerap datang bertamu. "Salah satunya Kiai Said Aqiel Siradj (salah seorang ketua PBNU)," katanya.
Buat lingkungan NU, nama Farikha juga punya arti tersendiri. Ia memang tak pernah tercatat masuk jajaran pengurus NU ataupun Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Tapi, keluarganya punya akar di lingkungan nahdliyin. Ayahnya, almarhum Kiai Haji Rochmat, adalah seorang ulama NU yang cukup disegani di Kedung, Demak. Salah satu mendiang kakaknya juga pernah menjadi Ketua Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah.
Dan bukan cuma itu. Penelusuran TEMPO menunjukkan betapa Farikha memiliki hubungan yang amat dekat dengan Presiden Abdurrahman. Soal ini diakui sang keponakan. Kedekatan itu sudah terjalin semenjak Abdurrahman menjadi Ketua Umum PBNU, sebelum ia masuk Istana.
Hal ini juga dikukuhkan seorang pengurus PKB Jawa Tengah. Menurut dia, Abdurrahman Wahid kerap mendatangi rumah Farikha di Semarang, di Jalan Semeru I Nomor 3. April tahun lalu, ketika menghadiri acara deklarasi PKB di Jepara, Farikha tampak dalam rombongan Presiden. Sebelum ke Jepara, rombongan Wahid singgah di rumah Farikha di Jalan Semeru itu.
Farikha juga sempat dilihatnya terlibat aktif di sebuah seminar yang digelar NU di Semarang, Agustus 1999 lalu, yang juga dihadiri Abdurrahman Wahid. Saat itu, lagi-lagi Wahid singgah ke Jalan Semeru. Peristiwa ini, kata sumber PKB itu, disaksikan banyak wartawan yang ikut dalam rombongan. "Saya melihat hubungan mereka sudah seperti anak dan bapak," katanya lagi.
Begitu dekat hubungan Farikha dengan Presiden Wahid. Seorang mantan pengurus Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (organisasi mahasiswa NU) mengatakan, "Apa pun yang diminta Farikha, Gus Dur pasti mengabulkannya."
Karaniya Dharmasaputra, Adi Prasetya, Jalil Hakim (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini