Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Napas Baru Spoorwegen Kalisat-Panarukan

Pemerintah dan PT Kereta Api Indonesia berencana menghidupkan jalur kereta ke Panarukan. Termasuk rute perdagangan terpenting pada zamannya.

12 November 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berarsitektur khas Belanda, Stasiun Panarukan masih kokoh berdiri. Namun tak ada kehidupan laiknya stasiun kereta api. Dinding bangunan yang berdiri 8 kilometer di barat Kota Situbondo itu kusam penuh debu. Hampir di semua sudut, temboknya mengelupas. Kaca jendela dan daun pintu hilang tak bersisa. Sehari-hari stasiun yang dibangun pada 1880-an, pada era kolonial Belanda, itu menjadi "hotel prodeo" bagi gelandangan dan lahan bermain anak-anak kampung di sekitarnya.

Kondisi rel di sepanjang stasiun tak kalah buruk. Bautnya dicuri. Sampah berserakan dan sebagian menumpuk di tepiannya. Badan rel dipenuhi jemuran baju dan jemuran ikan kering. Seratusan rumah permanen bahkan berdiri di kanan-kirinya, berjarak hanya sejengkal tangan dari bantalan rel.

"Dulu rumah-rumah itu tidak ada. Sekarang sudah padat sekali," kata Sulastri, yang tinggal 30 meter dari stasiun, kepada Tempo, Senin pekan lalu. Menurut nenek dua cucu berusia 50 tahun ini, kondisi memprihatinkan itu terjadi sejak PT Kereta Api Indonesia menutup jalur Jember-Situbondo pada 2004.

Jalur sepanjang 70 kilometer dari Stasiun Kalisat Jember ke Stasiun Panarukan Situbondo melewati Kabupaten Bondowoso itu ditutup karena kereta dengan lokomotif diesel BB 303—satu-satunya yang beroperasi di rute tersebut—terus merugi. Ini perkembangan yang bertolak belakang dengan keadaan di masa-masa jauh sebelumnya.

Rute Kalisat-Panarukan merupakan warisan Belanda yang dioperasikan pertama kali pada 1 Oktober 1897. Orang saat itu menyebutnya Nederlandse Spoorwegen (NS) Kalisat-Panaroekan. Pada masa kolonial, kereta api sangat penting untuk mengangkut tembakau, kopi, kakao, beras, dan hasil perkebunan lainnya dari Jember, Banyuwangi, Bondowoso, serta Situbondo ke Pelabuhan Panarukan. Berbagai hasil bumi itu lantas dikirim ke Bremen (Jerman) dan Rotterdam (Belanda).

Berada di antara Selat Bali dan Selat Madura, Pelabuhan Panarukan tempo dulu merupakan pelabuhan penting di kawasan Hindia Belanda bagian timur. Pada masa Gubernur Jenderal Daendels, "Pelabuhan Panarukan menjadi akhir megaproyek jalan Anyer-Panarukan sepanjang seribu kilometer," kata Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kabupaten Situbondo Heruman Budi Utomo, Senin pekan lalu.

Untuk mendukung ekspor hasil pertanian, pemerintah Belanda mendirikan perusahaan ekspedisi Panaroekan Maatschappij pada 1886. Setelah Indonesia merdeka, Panaroekan Maatschappij dikelola PT Djakarta Lloyd pada 1950.

Aktivitas Pelabuhan Panarukan perlahan-lahan surut setelah 1980. Ekspor melalui laut kemudian dialihkan ke Pelabuh­an Tanjung Wangi, Banyuwangi; dan Tanjung Perak, Surabaya. Panarukan semakin ditinggalkan karena lautnya menjadi dangkal akibat sedimentasi dari Sungai Sampeyan. Kapal besar tak bisa bersandar karena kedalaman dermaga hanya -1,5 low water spring (kedalaman saat pasang surut).

Dua dekade mati suri, aktivitas di Panarukan berdenyut kembali pada 2010. PT Samudera Inti Perkasa, perusahaan penyuplai batu bara untuk PT Semen Puger Jember, memelopori lagi bongkar-muat di sana. Menurut Karyono, petugas Lalu Lintas Angkutan Laut Pelabuhan Panarukan, tongkang dan sebuah tugboat mengirim 7.500 ton batu bara dari Kalimantan sebulan sekali. Selama tiga hari, 260 dump truck mengangkut batu bara menuju Jember. "Kalau ada kereta, barangkali hanya satu kali pengiriman," katanya.

1 1 1

Sejak jalur Kalisat-Panarukan ditutup pada Juni 2004, Stasiun Bondowoso hanya difungsikan sebagai tempat penjualan tiket. Tak ada loket seperti wajarnya stasiun kereta. Seperangkat meja-kursi di ruangan 4 x 4 meter di ujung selatan gedung dijadikan tempat jual-beli tiket kereta. Sebuah ruang yang luasnya hampir sama di sisi utara ruangan itu dijadikan kamar kerja kepala stasiun. Dua ruangan besar di bagian tengah gedung yang memanjang dari utara ke selatan dijadikan tempat penyimpanan aset stasiun sejak 2011.

Para pegiat Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) Cabang Bondowoso memelopori upaya restorasi dan pemeliharaan benda-benda itu. Sudah terkumpul lampu, lonceng, genta, pengatur sinyal, dan penyetel roda kereta. Ada juga pesawat telepon kuno, buku panduan jarak dan daftar stasiun, peta ikhtisar jalur kereta penumpang dan barang wilayah Jawa-Madura, serta beberapa foto lama. "Kami berupaya menyelamatkan aset sejarah kereta api di sini, daripada telantar dimakan usia," ujar Bambang Sutrisno, koordinator IRPS Bondowoso. Kelompok ini ingin membangun sebuah museum kereta mini.

Tapi pemerintah tak mau jalur itu mati atau sekadar jadi museum. Upaya revitalisasi digulirkan. Pada Maret lalu, Kementerian Perhubungan dan direksi PT Kereta Api Indonesia memulainya dengan lelang proyek detailed engineering design (DED). Jalur Kalisat-Panarukan akan didesain kembali, meliputi pula penggantian bantalan, tikungan, jembatan, stasiun, dan infrastruktur lainnya, termasuk menghitung load factor-nya. "Kemungkinan besar tahun depan sudah masuk tahap pembangunan," kata Kepala Hubungan Masyarakat PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi IX Jember Gatot Sutiyasmoko kepada Tempo, Senin pekan lalu.

Dalam dokumen rencana strategis bidang perkeretaapian Kementerian Perhubungan 2010-2014, jalur Kalisat-Panarukan termasuk bagian dalam proyek "menghidupkan dan memodernisasi lintasan kereta api Pulau Jawa". Pembukaan kembali jalur itu akan dilakukan seiring dengan pembukaan kembali Pelabuhan Panarukan.

Kementerian Perhubungan memang ingin merampungkan realisasi transportasi terpadu antara jalur kereta dan jalur laut. "Belum ada angka berapa besar biaya yang dibutuhkan. Masih dihitung dengan DED-nya," kata Kepala Penerangan Kementerian Perhubungan Bambang S. Ervan, Selasa pekan lalu. Sekarang pemerintah berfokus dulu ke proyek jalur ganda Jakarta-Surabaya.

Heruman mengatakan beroperasinya kereta api akan sangat mendukung terminal terpadu di Pelabuhan Panarukan yang diimpikan Situbondo. Terminal terpadu bakal menghubungkan stasiun kereta api, terminal bus, dan terminal kargo yang semuanya berdiri di dekat pelabuhan. Berbagai barang tujuan ekspor dari kabupaten tetangga dapat dibawa dengan kereta api menuju pelabuhan, 20 meter dari Stasiun Panarukan. Ongkos logistiknya jauh lebih murah dibanding kalau harus mengekspor melalui Surabaya. Konsep lama meniru megaproyek Herman Willem Daendels. "Saat ini Pelabuhan Panarukan sedang dibangun untuk menjadi pelabuhan internasional," katanya.

Bupati Bondowoso Amin Said Husni mengaku senang jalur kereta itu dibuka kembali. Menurut dia, pembukaan jalur kereta akan berdampak bagi perekonomian wilayah yang dilalui. "Manfaat paling dirasakan terutama bagi para pedagang. Selain itu, semakin membuka akses bagi wilayah kami yang 'terjepit' seperti ini," katanya.

Agus Supriyanto, Ika Ningtyas (Situbondo), Mahbub Djunaidy (Jember)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus