Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Nasib Sebuah Interpelasi

Usul interpelasi sejumlah anggota dpr tentang nkk/bkk, ditolak. mahasiswa tidak puas dengan ditolaknya usul interpelasi itu.

16 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUJAN baru saja reda. Sekitar 600 mahasiswa dari 41 perguruan tinggi se-Indonesia berkumpul di bawah tiang bendera utama gedung DPR-RI, Senayan Jakarta, Senin pekan ini. Dengan suara lantang mereka mengikuti seorang mahasiswa yang membacakan "Proklamasi Mahasiswa Indonesia". Anak-anak kampus itu menyatakan "tetap berpegang teguh pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga keluarga mahasiswa yang telah ada dan melepaskan diri dari segala kekuasaan yang membelenggu kemerdekaan mahasiswa Indonesia, . . . " Semula kehadiran mereka untuk mengikuti sidang tahap akhir mengenai usul interpelasi tentang NKK/BKK. Tapi keputusan sidang yang menolak usul interpelasi itu, agaknya mendorong mereka menyatakan sikap seperti telah disebutkan. Sidang pleno DPR kali ini agak berbeda dengan biasanya, malah bisa dikatakan sedikit istimewa. Untuk pertama kalinya sejak DPR hasil Pemilu '71 baru sekarang ini pengambilan keputusan dalam sidang pleno dilakukan melalui voting. Dan voting ini justru untuk menentukan nasib dari salah satu hak anggota DPR, yang selama ini belum pernah dilaksanakan: hak interpelasi. Memang banyak orang telah menduga sebelumnya, usul interpelasi H.M. Syafi'i Sulaiman dkk. akan menemui jalan buntu alias ditolak. Ini sudah nampak sejak usul interpelasi itu diajukan, 24 November tahun lalu. Dalam beberapa kali sidang, tak menghasilkan kata mufakat. F-ABRI dan F-KP selalu menolak usul tersebut untuk dijadikan usul DPR. Dua fraksi lainnya, F-PDI dan F-PP, sebaliknya, selalu menyetujui usul tersebut. Tiadanya mufakat, menurut M.H. Isnaeni, pimpinan sidang pleno kali ini memaksa "Badan Musyawarah dan Pimpinan DPR-RI untuk menggunakan pasal 142-143 Tata Tertib DPR". Pasal itu antara lain berbunyi: membolehkan/mengatur pelaksanaan voting, kalau keputusan secara mufakat tak bisa dicapai. Voting itu sendiri dilakukan secara langsung dengan cara berdiri. Walaupun ketua sidang bilang, "Sama sekali tidak ada maksud apa-apa," cara voting tersebut mengundang gerutu beberapa anggota. Semua fraksi memang konsisten dengan sikap mereka sejak awal mula usul interpelasi ini diajukan. F-ABRI dengan 59 suata dari 61 yang mengisi daftar hadir menolak. Juga F-KP dengan 220 anggotanya yang hadir, menolak. Sementara F-PP dan F-PDI, dengan suara sebanyak 83 dan 18, setuju. Jelasnya, 101 suara setuju melawan 279 tidak setuju. Ini artinya: usul interpelasi tersebut ditolak untuk dijadikan interpelasi DPR. Lantas apa kata mahasiswa: "Kami tidak bisa berbuat apa-apa dan memang keputusan ini telah kami duga sebelumnya," ujar Biner Tobing, pejabat Ketua DM-UI. Sebelumnya, rombongan mahasiswa yang mengenakan jaket almamater masing-masing dengan ban putih atau hitam di lengannya, sempat membuat sedikit kegaduhan di lobi gedung DPR. Begitu mendengar keputusan sidang, mereka berteriak-teriak dan membanting-banting kursi. Hasilnya: beberapa kursi dari seng itu hancur juga. Tapi Biner, dalam kegaduhan itu sempat juga menyerahkan naskah "Proklamasi Mahasiswa Indonesia" dan "Tuntutan Mahasiswa Indonesia" kepada Syafi'i Sulaeman, untuk disampaikan kepada pimpinan DPR. Helikopter Tapi reaksi itu akhirnya bisa juga diredakan -- oleh pimpinan mahasiswa sendiri. Polisi Anti Huru Hara yang berpakaian lengkap dan sudah dari sejak paginya mengambil posisi berjaga di sekeliling gedung DPR, tak sempat dibuat sibuk. Lain suasana di DPR, lain pula di sekitar Istana/Binagraha di pagi yang sama itu. Rupanya ada sebuah mobil colt mini berisi 8 mahasiswa UI nyasar masuk halaman Istana Negara. Tentu saja Pang.Laksusda Jaya, Norman Sasono jadi sibuk. Dengan tergesa ia mengerahkan pasukan Anti Huru Hara lengkap dengan 5 tank bajanya. Kabarnya 3 dari 8 mahasiswa yang nyasar itu, kini sedang dimintai keterangannya. Sementara rombongan mahasiswa kembali ke kampus UI Salemba, ada sebuah helikopter milik Polisi jatuh di Jalan Rasuna Said. Heli itu memang sejak pagi terlihat mengudara di sekitar komplek DPR. Menurut Kadapol Metro Jaya, May.Jen.(Pol) Anton Sudjarwo, heli itu sedang ditugaskan mengatur lalu-lintas dari udara. Untung, dua orang penumpang heli, pilot Hendi dan seorang temannya, selamat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus