IA dikenal sebagai orang yang amat berkuasa di Pertamina semasa
Ibnu Sutowo. Sekalipun tak berpangkat Direktur atau Direktur
Umum seperti disebutkan koran-koran, dialah tak pelak lagi orang
paling dekat Dir-Ut Pertamina ketika itu. Jabatan resminya:
Asisten Umum Dir-Ut. Dia, Haji Achmad Thahir, meninggal 23 Juli
1976 pada usia hampir 64 tahun. Tapi tiba-tiba namanya
disebut-sebut lagi pekan lalu.
Pak Haji, demikian orang-orang lama Pertamina memanggilnya,
ternyata memiliki simpanan uang yang besar di luar neeeri.
Seperti diungkapkan koran The Asian Wall Street Journal 5
Februari, almarhum memiliki deposito berjangka di beberapa bank
di luar negeri. Jumlahnya US$ 80 juta.
Deposito itu dibuka sebagai rekening bersama dengan istri
kedua almarhum, Ny. Kartika Ratna. Dengan kata lain, Ny.
Kartika itu setiap waktu berhak mengambil uangnya di bank tempat
suami istri itu menyimpan depositonya.
Tapi ia terbentur ketika mau mengambil sebagian dari US$ 35 juta
yang didepositokan di Bank Sumitomo Cabang Singapura. Itu
terjadi empat hari setelah Haji Thahir meninggal, 1976. Manajer
bank itu, Akira Fujimene minta maaf dan memberitahukan sang
nyonya tentang kedatangan Abubakar dan Ibrahim Thahir, dua putra
almarhum dari istri pertama Rukiah. Mereka, demikian manajer
bank Sumitomo itu, mengklaim juga hak atas deposito itu.
Uang Sogok
Merasa tak puas dengan perlakuan begitu, esoknya Ny. Kartika
lewat pengacaranya minta agar seluruh depositonya di bank
Sumitomo ditarik. Tapi itupun tak berhasil. Kompromi antara
kedua pihak yang bersengketa memang dicoba, tapi gagal. Kabarnya
Ny. Kartika berkeras.
Sengketa keluarga itu agaknya tak banyak diketahui orang.
Pertamina sendiri baru mengetahui dan mulai ikut dalam perkara
pada 6 Mei 1977, hampir setahun kemudian. Pada hari itu kantor
pengacara Selvadurai & Emmanuel di Singapura, sebagai wakil
Pertamina, menulis kepada Sumitomo dan memberitahukan bahwa
deposito almarhum Haji Thahir itu adalah milik sah pemerintah
Indonesia.
Dalam suratnya itu disebutkan bahw deposito almarhum itu adalah
hasil "promisi" yang diperoleh almarhum dari para kontraktor
asing. Surat resmi Pertamina itu tak menyebutkan bahwa almarhum
Thahir atau bekas Dir-Ut Pertamina telah melakukan suatu
tindakan "korupsi". Tapi disebutkan Thahir sebagai pejabat
direktur urusan keuangan di bawah bekas Dir-Ut Ibnu Sutowo
adalah orang yang bertanggungjawab dalam "perundingan, pembuatan
dan pelaksanaan berbagai kontrak, pinjaman dan proyek yang
meliputi ratusan juta dollar AS."
Dokumen itu menerangkan, di tahun 1974 melalui posisinya yang
begitu leluasa di Pertamina almarhum diduga telah
menyalahgunakan kedudukannya untuk menarik berbagai uang sogok
dari para calon kontraktor. Dokumen itu secara khusus
menyebutkan bahwa Haji Thahir bersama Ibnu Sutowo telah
merundingkan kontrak-kontrak pembangunan beberapa bagian dari
proyek Krakatau Steel dengan kontraktor Jerman Barat Klockner &
Co. Jumlah kontrak itu meliputi DM 469 juta (US$ 69,2 juta
menurut nilai tukar sekarang).
Seperti diketahui proyek raksasa yang terutama melibatkan tiga
kontraktor Jerman Barat: Klockner, Siemens AG dan Ferrostahl,
telah menggelembung menjadi sekitar US$ 2 milyar. Suatu jumlah
yang oleh pemerintah dianggap tak masuk akal. Tim penyehatan PT
Krakatau Steel yang dibentuk oleh Presiden, diketuai Menteri PAN
J.B. Sumarlin kemudian berhasil menekan jumlah itu lewat
serentetan perundingan kembali yang seru, menjadi di bawah US$1
milyar.
Ahli waris almarhum Thahir dari istri pertama, seperti dikatakan
Menteri Sumarlin pekan lalu, sudah menyetujui untuk menyerahkan
deposito yang diduga US$ 80 juta itu kepada pemerintah R.I. Tapi
bagaimana cara memperolehnya. "Itu memang tidak mudah," kata
Sumarlin kepada TEMPO pekan lalu. Dia sendiri belum bersedia
untuk menerangkan lebih jauh. Tapi beberapa sumber yang dekat
dengan Pertamina, menjelaskan bahwa simpanan Thahir yang di bank
Sumitomo itu baru ketahuan beberapa bulan setelah timbul
sengketa antara Kartika dengan anak-anak Thahir.
Selain yang di bank Sumitomo, almarhum bersama istrinya Kartika
kabarnya memiliki simpanan di Chase Manhattan Bank of New York
dan The Hongkong & Shanghai Banking Corporation of Hongkong.
Umumnya berupa deposito berjangka 6 bulan, dan dalam mata-uang
dollar AS dan Mark Jerman Barat yang kuat itu.
Anak Nganjuk
Di Jakarta saja, almarhum mewariskan tiga rumah mentereng,
semuanya saling berdekatan di Jl. Mangunsarkoro. Lalu ada
sebuah rumah, bagaikan istana dikelilingi tembok bata merah
mengkilat, di Kemang Raya. Di situ kini tinggal Ny. Rukiah,
istri pertama almarhum.
Rukiah menolak untuk diwawancarai. "Tak usah saja," pesannya
lewat penjaga yang berpakaian seragam Pasmanin, keamanan
Pertamina. Pengacara keluarga Ny. Rukiah. S. Tasrif SH juga tak
bersedia memberi keterangan apapun. "Etiknya saya tak boleh
membuka perkara yang ada di tangan saya," katanya kepada Karni
Ilyas dari TEMPO.
Konon Ny. Kartika akan membalas dengan menuntut pembagian semua
warisan almarhum yang ada di Indonesia. Masih memegang paspor
Indonesia, Ny Kartika memang sudah lama tinggal di luar negeri.
Kalau tidak di Singapura dia kabarnya sering tinggal di Jenewa.
Ketika suaminya meninggal, Nyonya Kartika memang sedang berada
di Eropa.
Tapi siapa Kartika Ratna itu? Dia ternyata anak kelahiran
Nganjuk, kota di Jawa Timur. Dibesarkan di Malang, Kartika Ratna
binti Tandio yang lahir pada 28 November 1934 itu pernah kawin
sebelum bertemu dengan Haji Thahir. Tak begitu jelas di mana
mereka bertemu muka. Tapi ada yang bilang, adalah Robin Loh,
pengusaha terkenal di Singapura itu yang memperkenalkan janda
itu dengan H.A. Thahir.
Mereka, pada 19 Juli 1974, menikah secara Islam di rumah
kediaman Mr. Iskak, di Jl. Diponegoro 6, Jakarta. Mr. Iskak
sendiri ketika ditanya belum bersedia menerangkan. Tapi
kabarnya, pernikahan yang terjadi persis di belakang rumah
almarhum yang di Jl. Mangunsarkoro no. 13 itu baru kemudian
terungkap setelah Thahir meninggal.
Melihat semua itu posisi Ny. Kartika Thahir nampak kuat. Tapi
pihak Bakin yang sedang melacak asal-usul deposito di bank
Sumitomo itu perlu membuktikan bahwa uang itu memang berasal
dari komisi atau sogokan. Seorang pejabat mengakui untuk
membuktikan asal-usul uang itu bukan perkara yang mudah.
Di akhir 1979, melalui kantor pengacara Karthigesu & Arul,
Pertamina mengeluarkan surat resmi (affidavit) lagi. Antara
lain disebutkan ada indikasi kuat bahwa kekayaan almarhum Thahir
di bank Sumitomo Cabang Singapura diperoleh dengan
menyalahgunakan jabatannya di Pertamina.
Ada lagi satu cara yang setidaknya dianggap bisa mengurangi
milik Ny. Kartika di bank Sumitomo itu. "Menurut hukum Islam kan
seorang istri hanya berhak seperempat atas warisan suaminya,"
kata sebuah sumher di Pertamina. Rupanya hukum agama juga akan
digunakan dalam sidang bulan depan di Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini