BEGITU Ketua Bepeka Umar Wirahadikusumah memasuki Istana Merdeka
untuk menghadiri sidang kabinet paripurna terakhir Kabinet
Pembangunan III Senin pagi lalu, para menteri beramairamai
menyalaminya. Dengan sedikit senyum ia menerima ucapan selamat
itu. Tapi tak sekali pun ia pernah kelihatan bergurau atau
tertawa.
Calon wapres ini memang mengesankan seorang yang pendiam, namun
ia menolak kalau disebut "angker". "Bapak memang tidak suka
menonjolkan diri, pendiam, dan jarang berbicara dengan stafnya
kalau tidak perlu sekali," ujar seorang statnya di Bepeka.
Jenderal Purnawirawan dengan NRP 11597, lahir 10 Oktober 1924 di
Situraja, Sumedang, Jawa Barat, terkenal sederhana dan "bersih".
Mobil pribadinya adalah Mercedes tahun 1971 yang kabarnya
dihadiahkan TNI-AD tatkala ia mengakhiri masa jabatannya sebagai
Kepala Staf pada 1973.
"Kebersihan" itu juga bisa dilihat dari kehidupan para
saudaranya. Maryun, kakak kandungnya yang sulung dan bekerja
sebagai pengacara, tinggal di sebuah rumah yang sederhana di
Jalan Markoni, Bandung. Kakak nomor dua, Usman Wirahadikusumah,
tinggal di rumah sederhana di pinggiran Kota Sukabumi. "Walau
adik saya itu jenderal, demi Allah sampai sekarang saya tak
pernah diberi proyek," kata Usman yang berwiraswasta sebagai
penyalur gula Bulog.
Pernah sekali Usman yang sedang kepepet meminta bantuan
fasilitas dari Umar. "Tapi jawabannya 'menyakitkan hati' saya,"
ujar Usman. Jawaban Umar waktu itu "Apa yang bisa saya bantu
untuk jij, sedang yang saya urus sudah terlalu banyak, dan
semuanya lebih penting dari jij.". Tapi Usman malah bangga
dengan sikap adiknya. "Walau dia yang bungsu, karena sikapnya
itu kami sering menganggapnya sebagai pengganti ayah," katanya.
Umar lahir dalam suatu keluarga besar yang tergolong menak
(bangsawan). Ibunya adalah Rd. Ratnaningrum, putri patih Bandung
yang bernama Patih Demang Kartamenda. Ayahnya R. Rangga
Wirahadikusumah menjabat Wedana Ciawi, Tasikmalaya, sampai
Jepang datang. Ny. Ratnamngrum melahirkan 5 anak, Umar yang
bungsu, namun 2 di antaranya telah meninggal. Rangga
Wirahadikusumah kemudian menikah lagi dengan R. Djuhaeni. Mereka
mempunyai 11 orang anak.
Setelah tamat ELS (Europesche Lagere School) pada 1942, Umar
meneruskan sekolahnya di MULO sambil ikut pendidikan Seinendojo
di Tangerang selama 8 bulan. Di sekolah, Umar konon dikenal
sebagai seorang yang berwibawa dan jago berkelahi. Menurut
cerita Usman, pernah sekali seorang murid yang kebetulan
sinyo Belanda, sengaja menginjak sepatu Umar yang baru. Umar
kontan menantang, dan sepulang sekolah mereka berkelahi, dan
Umar menang.
Setelah tamat Seinendojo (elombang kedua), Umar meneruskan
pendidikan militernya ke Peta di Bogor (gelombang pertama)
selama 6 bulan. Ia kemudian menjabat komandan peleton di
Tasikmalaya selama setahun, kemudian dipindahkan ke Pangandaran.
Pada 1 Setepmber 1945 Umar mendirikan TKR (Tentara Keamanan
Rakyat) di Cicalengka dan menjabat komandannya. Awal 1946 ia
diangkat menjadi wakil kepala staf Resimen X Tasikmalaya dengan
pangkat kapten. Itulah awal karirnya dalam ABRI.
Pada 1 Januari 1947 Umar diangkat menjadi ajudan panglima Divisi
SiliwanPi. Sang panglima, A.H. Nasution yang waktu itu berusia
29 tahun dalam autobiografinya Memenuhi Panggilan Tugas antara
lain menulis tentang Umar: "Tak jarang orang-orang yang belum
kenal mengacaukan antara saya dan ajudan, siapa yang panglima,
karena kami hampir sebaya."
Pada 1 Maret 1948 pangkat Umar naik menjadi mayor. Sebagai
komandan bataIyon tahun itu ia ikut dalam penumpasan
pemberontakan PKI di Madiun. Dalam buku Siliangi dari Masa ke
Masa Umar Wirahadikusumah mengisahkan pengalamannya. "Ketika
masuk Magetan, pasukan saya sempat menyelamatkan ibu dan
anak-anak keluarga polisi setempat yang tak berdosa dari
kebiadaban PKI. Kami semua menangis saat itu, demikian juga
keluarga polisi-polisi itu . . . karena tak tahan melihat
keadaan mereka."
Tulis Umar lagi:"Coba bayangkan! Ibu-ibu polisi itu berdiri
dalam keadaan terikat tangannya. Di depan masing-masing ada
lubang. Apa yang terdapat dalam lubang itu? Suami mereka yang
sudah dibunuh PKI. Dan di belakang ibu-ibu itu berdirilah
anak-anak masing-masing. Jadi anak-anak itu melihat ayah
masing-masing dibunuh secara aniaya oleh PKI. Kemudian ibu
masing-masing, yang juga melihat bagaimana suaminya dibunuh
secara aniaya, akan dibunuh pula di depan mereka. Sungguh . . .
saya kira binatang pun tak ada yang sebiadab dan sekejam PKIPKI
itu!"
Dengan pangkat letnan kolonel, Umar sebagai komandan Resimen
Tempur (RTP) Siliwangi pada 1958 bersama pasukannya mendarat di
Medan, lalu menyerbu hinga Sumatera Barat, menumpas PRRI.
Kembali dari operasi, Umar diangkat menjadi komandan Komando
Militer Kota Besar (KMKB) Jakarta Raya. Sekitar dua pekan
setelah menyandang pangkat kolonel ia menjabat Pangdam V/Jaya.
Umar dianggap berjasa dalam menumpas G30S/PKI. Dengan SK Kep
11/1965 Umar sebagai Pangdam dan Penguasa Pelaksana Dwikora
Daerah Jakarta Raya, membekukan segala bentuk kegiatan PKI dan
ormas-ormasnya mulai 18 Oktober 1965. Pada 6 Desember.ia
menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang.
Pada 1 Desember 1965 Umar menjabat panglima Kostrad menggantikan
Mayjen Soeharto, dan beberapa bulan kemudian ia diangkat menjadi
panglima Komando Mandala Siaga. Dalam masa kepemimpinannya
inilah Kolaga mengirim operasi khusus yang dipimpin Kol. Ali
Moertopo untuk melakukan misi pencari fakta guna menghentikan
konfrontasi Indonesia-Malaysia.
Setelah sekitar 2 tahun menjabat wakil panglima Angkatan Darat,
pada 1969 Umar diangkat menjadi KSAD yang dipegangnya sampai
1973. Setelah itu ia diangkat sebagai ketua Bepeka. Dalam
urutan, saat ini Umar termasuk jenderal yang senior setelah A.H.
Nasution dan Soeharto.
Umar yang menguasai bahasa Inggris dan Belanda, selain menulis
berbagai makalah untuk seminar, pernah menulis buku he
Integration of the Indonesian Armed Forces. Ia menikah dengan
Karlina pada 2 Februari 1957. Mereka mempunyai 2 orang putri,
yang sulung sudah menikah dan tinggal di Jerman Barat.
Umar Wirahadikusumah yang suka makan lalap, sambal dan pepes
ikan mas, tak suka pesta ataupun menonton film. Waktu
senggangnya dilewatkannya di rumah saja sambil menonton televisi
bersama keluarga. Di masa mudanya Umar suka bermain sepak bola
dan tenis, tapi sejak 1974 ia main golf.
Dengan Presiden Soeharto sendiri kabarnya Umar jarang bertemu,
di luar acara resmi. Praktis hanya di waktu Lebaran dan ulang
tahun Pak Harto, Umar datang ke Cendana 8. Ia juga jarang sekali
dipanggil. Tapi walau begitu tampaknya hubungan keduanya tetap
erat, terbukti denganpilihan Pak Harto kepada Pak Umar untuk
mendampinginya sebagai wapres.
Walau belumLaji, Umar dikenal sebagai seorang Muslim yang taat
sembahyang. Menurut Usman, kalau menghadapi problem yang berat
dalam tugasnya, Umar sering mengunjungi makam ibunya di
Situraja, Sumedang.
Ny. Karlina Umar Wirahadikusumah, sebelum menikah pernah belajar
di Australia dalam rangka Colombo Plan. Selain kegiatannya di
Ria Pembangunan dan Dharma Wanita, ia juga menjabat pimpinan
Lembaga Kanker Indonesia. Ibu yang lahir 30 Juli 1930 ini selalu
tampak sederhana namun rapi. Ia pernah terpilih sebagai salah
satu dari 10 "Pemakai Bahasa Indonesia Paling Baik" dalam Bulan
Bahasa, Oktober 1980.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini