Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Follow the evidence" menjadi se-buah kalimat paling popular abad ini setelah serial CSI (Crime Scene Investigation) menggegerkan penonton televisi dunia beberapa tahun silam. Serial ini seolah menjungkirbalikkan seluruh cop mo-vies alias serial film tentang detektif atau polisi, yang selama ini sudah dikenal resepnya: aksi kriminal terja-di, detektif mengendus dan mengga-li, dan hampir selalu mengandalkan saksi mata untuk kemudian menyorong tersangka ke pengadilan. Inilah resep yang digunakan serial terkemuka se-per--ti NYPD Blues atau Law and Order, yang juga sempat meledak untuk bebe-rapa tahun di awal tahun 1990-an.
Adapun serial CSI seperti ingin menertawakan kegagahan polisi. Kali ini pahlawan kita bukan para pol-isi atau detektif yang gagah dan ganteng, apa-lagi intelijen FBI atau CIA sepe-r-ti dalam serial Alias. Pahlawan kita adalah para ilmuwan yang bekerja di lab forensik kepolisian, yang dikenal sebagai CSI (Crime Scene Investigation). Syahdan, serial ini dimulai dari kisah sekelompok anggota CSI di kepo-lisi-an Las V-egas yang dipimpin oleh Gil Grissom (William L. Petersen, di masa mudanya ia dikenal oleh penonton Indo-nesia dalam film layar lebar berjudul Cousins), seorang ilmuwan yang g-emar mengamati kehidupan serangga; memi-liki ketelitian yang luar bia-sa. Dia adalah panutan keempat anak buah-nya, dan dia, "kawin de-ngan peker-jaan--nya," demikian gurauan Warrick Brown, anak buahnya.
Syahdan, di Las Vegas, malam tak per-nah penat. Gil Grissom dibantu em-pat anak buahnya adalah sekelo-m-pok anggota CSI yang bertugas pada malam hari, bergerak memburu jejak-jejak kri-minalitas tanpa senjata, tanpa kekerasan. Mereka datang ke TKP (tempat kejadian perkara) dengan satu ko-per aluminium penuh dengan per-alatan forensik. Mereka memotret korban dari segala sudut, mengambil bukti dari balik kuku atau rambut untuk sampel DNA, menyisir benda-benda atau partikel yang barangkali tersangkut di baju korban, untuk kemudian akhirnya mengotopsi korban di meja otopsi.
Grissom sang ketua yang sangat ber-dedikasi, dibantu Catherine Willows (Marg Helgenberger), seorang janda cerai berputri satu. Cantik, seksi, berambut merah, Willows adalah salah satu anak buah Grissom yang paling senior dan memiliki bakat pemimpin dan siap menggantikan tugas Grissom saat sang bos sedang ke luar kota untuk seminar serangga atau cuti. Problem Willows, seperti problem single mother lainnya, adalah membagi waktu antara membe-sar-kan anak sendirian di antara jam pe-kerjaan yang sinting dan mantan sua-mi-seorang pemabuk dan playboy dungu-yang bolak-balik mengancam akan merebut putri kecil mereka.
Warrick Brown (Gary Dourgan) ada-lah anak buah yang dijuluki anak emas Grissom. Selain tampan dan seksi, Brown memang memiliki kemampuan analisis yang melebihi rekan-rekannya. Sayang, dia penjudi kelas berat. Pada Season 1, Brown terlibat dalam perjudian yang begitu berat hingga menyebabkan tewasnya salah satu anggo-ta CSI yang masih hijau. Nick Stokes (George Eads) dikenal sebagai si ta-mpan yang banyak pacar. Untuk beberapa saat, Grissom harus melatih dia jauh lebih keras dibanding Brown karena Stokes masih belum bisa ditugasi sendirian. Ketampanannya sering membuat pro-b-lem. Dia pernah terlibat jauh dengan salah satu korban sebuah kriminalitas, seorang pelacur cantik yang keesokan harinya ditemukan tewas terbunuh.
Terakhir, Sara Sidle (Jorja Fox) ada-lah anggota CSI Las Vegas terbaru, salah seorang murid Grissom yang sa-ngat kagum pada mentornya dan belakangan hari dia jatuh cinta pada atas-annya sendiri.
Meski para anggota CSI adalah tonggak utama film ini, tentu saja para krea-tor tetap harus menampilkan detektif dan polisi yang menindaklan-juti temuan mereka di lapangan. Salah satu detektif yang senantiasa bersama mereka adalah Jim Brass (Paul Guilfoyle). Tentu saja sebagian orang yang dicurigai sebagai tersangka tetap melalui proses interogasi, dan seperti bia-sa me-reka akan membohong. Itulah sebabnya Gil Grissom tak pernah percaya dakwaan yang hanya mengandal-kan kesak-sian. "Lidah tak bertulang mudah men-ciptakan cerita. Fakta dan bukti di lapangan tak pernah berb-o-hong...." Kata follow the evidence, yang kemudian menjadi kalimat trendi di AS, ini bukan saja membuktikan bahwa serial CSI menjadi serial paling hip dan terkemuka di dunia. Tetapi kemampuannya terus-menerus duduk di peringkat 1 dari 10 besar serial televisi dari survey AC Nielsen juga telah membuktikan bahwa penonton sudah capek de-ngan tontonan yang tolol.
Tentu saja para kreator juga tak i-ngin mendewakan ilmu di atas se-gala-gala-nya. Ilmu pengetahuan dan hasil lab bisa saja mengecoh jika manusia tidak teliti. Salah satu episode berkisah tentang seorang suami yang membunuh istrinya-setelah bert-a--hun---t-a-hun -menganiayanya-tapi tak da---pat di-ringkus oleh tim forensik. Sebab, Grissom menemukan belatung yang berenang-renang dalam tubuh sang istri yang menunjukkan jenazah s-udah berusia lima hari, sement-ara sang suami terbukti saat itu tengah ber-ada di luar kota. Sara Sidle, anggo-ta CSI yang temperamental dan sangat mudah marah pada para lelaki yang gemar memukuli istri, tak puas dengan keputusan bosnya. Grissom sendiri, meski sangat percaya pada temuan ilmi-ah dan hasil lab, mengadakan percobaan kembali. Dia membungkus seekor babi dengan sebuah selimut dan meng-amati berapa lama belatung itu bisa tiba di tubuh sang babi (percobaan dilakukan karena jenazah sang istri ditemukan terbungkus selimut dan sudah dipenuhi belatung). Ternyata memang temuan awal Grissom salah. Belatung itu menunjukkan mayat itu berusia tiga hari. Jadi, sang suami se-sungguhnya ada di dalam kota. Darah yang terlihat di rumah mereka sudah jelas darah sang istri.
Karena serial ini menekankan perburuan bukti-bukti kriminalitas, drama atau romansa yang terjadi antar-para anggota atau kehidupan personal mereka sangat minim. Grissom, meski begitu mencintai pekerjaannya, tentu bukan robot. Dia pernah juga tertarik pada wanita, meski dia sel-alu harus meninggalkan wanita yang dikencani-nya di tengah sebuah makan malam romantis hanya karena pager-nya menjerit-jerit ada mayat yang menanti. Grissom juga pernah tersedot ke dalam kecantik-an seorang pem-ilik rumah bor-dil yang begitu magnetik dan misterius. Namun, begitu sang perempuan mulai mencu-rigakan, Grissom segera men-jaga jarak.
Karena ini adalah serial yang me-nguak dunia kriminalitas hingga ke relung yang paling dalam, jangan he-ran jika film ini tak sungkan menunjukkan berbagai bentuk mayat, darah, teng-korak, dalam bentuk yang pa-ling mengerikan. Grotesque. Tetapi, tuju-annya bukan untuk sebuah festival darah, melainkan untuk menunjukkan bagaimana para anggota forensik bekerja dengan dingin dan serius u-ntuk mencari jejak para pembunuh.
Begitu suksesnya, sehingga para krea-tor melahirkan "anak" serial ini, yakni CSI: Miami, yang menampilkan David Caruso sebagai Letnan Horatio Caine dengan anak-anak buahnya si can-tik blonda Calleigh Duquesne (Emily Procter) sang ahli senjata, Eric Delko (Adam Rodriguez) ahli menyelam, Alex Woods (Khandi Alexander) dokter yang bertugas mengotopsi jenazah, dan Celia (Sofia Milos) detektif jelita mantan ipar Caine. Tentu saja serial ini tidak lahir begitu saja. Ketika kelompok CSI Las Vegas mempunyai kasus yang me-libatkan penculikan seorang anak bos polisi yang dibawa ke Miami, terjadi kerja sama antar-kedua kelompok; istilahnya kolaborasi dua tim polda, begitulah. Setelah itu, CSI Miami berjalan sebagai serial tersendiri mengikuti ke-suksesan sang induk. CSI Miami dengan mudah masuk ke 10 besar serial televisi bukan hanya karena keuntung-an nebeng sang induk, tetapi juga lantar-an serial ini memiliki kreator dan produser yang sama dengan tim pemain yang sip. David Caruso, yang sebelumnya sudah dikenal pemirsa melalui serial NYPD Blues, adalah seorang aktor senior dengan magnet yang tak terkatakan. Dia jauh dari tampan, tetapi memiliki aura eksotisme. Sementara CSI Las Vegas jarang melibatkan soal roman, dalam CSI Miami Letnan Horatio Caine digambarkan menyimpan ra-pat sebuah perasaan cinta yang tak akan bisa terwujud. Celia adalah janda abangnya. Abang Horatio-tak pernah tampil dalam film ini-tewas dalam sebuah kasus penggerebekan narkoba. Gosip yang beredar, kakak Horatio adalah seorang polisi korup. Istri-nya, Celia, seorang detektif yang selalu membela Horatio dalam berbagai kasus yang dihadapinya, juga menyimpan cinta untuk iparnya. Dalam setiap serial, mereka hanya bisa menyimpan perasaan itu, terutama karena Horatio selalu menghormati abangnya yang sudah almarhum.
Seperti Grissom, Horatio selalu me-nekankan bahwa "witnesses are notoriously unreliable" (para saksi terkenal tak pernah bisa dipercaya). Meski Horatio bukan seorang ilmuwan seperti Grissom, ia memiliki penciuman setajam hidung anjing. CSI Miami memang lebih mewah, berwarna, dan hip dibandingkan dengan CSI Las Vegas karena sifat alamiah kawasan Pantai Miami, bikini, dan bunyi air laut dan darah yang bercampur rasa asin. Namun, CSI Las Vegas adalah serial awal yang memperkenalkan bahwa pahlawan itu bukan hanya polisi dan detektif, tetapi juga para pencari fakta, para ahli forensik. Dari serial CSI, penonton tiba-tiba belajar memiliki pahlawan baru yang tak harus melepas peluru dari pistol. Dan untuk kali pertama, para ahli forensik berjubah putih, warna laboratorium dan peralatan pencari jejak itu, kelihatan begitu atraktif dan trendi dibandingkan dengan adegan kejar-kejaran dan baku hantam konvensional ala serial cop movies (serial polisi) sebelumnya.
Serial CSI New York-menampilkan Gary Sinise sebagai bos dari tim forensik New York-yang kemudian lahir sebagai "anak kedua" dari induk CSI, mungkin serial yang belum berhasil menyodok keberhasilan pendahulunya. Meski CSI New York juga masuk dalam 10 besar serial terkemuka (versi AC Nielsen), keunikan Grissom (CSI) dan gaya magnetik Horatio (CSI Miami) belum tertandingi oleh CSI New York.
Yang perlu dipertanyakan: mengapa serial sebagus ini diputar tengah malam oleh Indosiar? Jika ingin menghibur penonton dengan tontonan yang asyik (dan penonton sungguh berhak mendapatkannya, setelah dicekoki serial-serial hantu yang bertebaran), sebaik-nya Indosiar menayangkannya sedikit lebih awal dari pukul 12 malam dan tidak memperlakukan serial ini hanya sebagai pengisi waktu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo