Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pak Harto tentang calon presiden

Golkar, pada hut ke-22 menyampaikan kebulatan tekad pencalonan pak harto untuk presiden ri 1988-1993, sebaliknya pak harto merasa "miris" mendengar pernyataan tersebut. golkar belum mencalonkan wapres. (nas)

25 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR pasti Jenderal (pur) Soeharto akan terpilih kembali menjadi Presiden RI untuk masa jabatan 1988-1993. Dukungan datang tak henti. Dan yang terpenting, partai terbesar dan terkuat Golkar secara resmi telah menyatakan kebulatan tekad mencalonkan kembali Pak Harto. Pernyataan itu dibacakan oleh Pangeran Mangkubumi, pada malam penutupan Rapim dan HUT ke-22 Golkar di Balai Sidang Senayan, Jakarta, Senin pekan ini. Putra sulung bekas Wapres Sri Sultan Hamengkubuwono IX itu, dalam acara yang dihadiri Pak Harto sendiri, berkata, ". . . memperhatikan dengan penuh rasa tanggung jawab suara dan pernyataan kebulatan tekad rakyat... menghendaki Bapak Soeharto melanjutkan kepemimpinannya dalam masa bakti kepresidenan yang akan datang." Tepuk tangan hadirin pun membahana. Tapi ketika itu, Pak Harto dan Ibu Tien malah diam. Sesekali Jenderal (pur) Soeharto, Ketua Dewan Pembina Golkar itu menganggukkan kepala, memejamkan mata, dengan jari-jemari tangan melipat. Pernyataan kebulatan tekad ini sebenarnya bukan hal baru. Hal serupa juga terjadi menjelang tiga pemilu sebelum ini. Yang berbeda kali ini ialah Pak Harto menjawab langsung ihwal pencalonan itu, dengan lebih eksplisit. Presiden Soeharto sebenarnya telah menyiapkan suatu pidato tertulis. Antara lain isinya, ". . . bahwa penentuan haluan negara di masa depan dan pengangkatan Presiden adalah wewenang Sidang Umum MPR tahun 1988 hasil Pemilihan Umum tahun 1987." Tapi kemudian, setelah bagian ini, ia meneruskan pidatonya di luar teks: "Sepanjang pernyataan mengenai diri saya yang tadi sudah saya dengar dan juga beberapa hari telah saya dengar, saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih." Keplok kembali bergemuruh. "Sebagai hamba Tuhan pencipta alam semesta ini, tentu, saya harus memanjatkan rasa syukur atas rahmat yang diberikan kepada saya ini," kata Pak Harto. Dan tepuk lagi terdengar. "Tetapi sebagai manusia biasa," kata Pak Harto, kali ini dengan suara yang lebih merendah, "Saudara-saudara pun harus mengetahui, setiap saya mendengar pernyataan-pernyataan itu, terus terang saja saya merasa miris (ngeri), berdiri bulu roma saya." "Miris," kata Presiden, "bukan takut menghadapi tantangan, tidak! Tetapi, miris karena mengetahui tugas yang berat yang ada di depan kita itu." Dan keplok kembali membahana. Pak Harto melanjutkan, "Begitupun saya merasa miris karena mengetahui harapan yang demikian besar daripada rakyat Indonesia mengenai suksesnya daripada pembangunan. Sedangkan yang mengetahui keadaan sebenarnya diri saya adalah saya sendiri. Saya tidak jauh berbeda dengan warga negara lainnya. Merasa tidak ada kelebihan sedikit pun dari warga negara lainnya." Tepuk kembali bergema. "Bahkan yang saya rasakan adalah kekurangan-kekurangan yang sedemikian banyak." Dan tepuk lagi terdengar. Bagi Pak Harto, "Kepercayaan yang rakyat sekarang sedang diberikan kepada saya hanya saya lakukan dengan mengerahkan segala tenaga dan pikiran. Dan hasilnya juga tidak lebih dari apa yang disaksikan oleh rakyat itu sendiri. Sekarang dihadapkan pada satu tantangan yang berat. Terus terang saja, setiap saat kami berdua mendengarkan pernyataan itu, dengan istri saya pendamping saya, timbul pertanyaan apakah masih mampu saya melaksanakan tugas itu." Hadirin kembali bertepuk, dan terdengar teriakan, "Mampuuu ...." Menurut Pak Harto, ia percaya akan kebijaksanaan dan kewaspadaan rakyat dalam hal memilih wakil-wakilnya. Dan wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga tinggi negara yang melaksanakan kedaulatan rakyat, "tentu akan sangat waspada terhadap diri saya dan juga akan benar-benar memperhatikan kepentingan negara dan bangsa," kata Pak Harto. Dan jika itu menjadi kenyataan, artinya jika Pak Harto kembali dipilih menjadi Presiden RI untuk masa jabatan berikutnya, "... hanya satu yang saya minta: Bilamana dalam melaksanakan tugas nanti selama lima tahun di tengah jalan dipandang saya tidak mampu, supaya segera diganti .... " Pak Harto melanjutkan, MPR sebagai pemegang kedaulatan mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugas memilih presiden itu secara konstitusional. "Tidak perlu secara ribut-ributan," katanya. Ketua Umum DPP Golkar, Mensesneg Sudharmono, kepada TEMPO berkata, "Beliau (Pak Harto) telah menyatakan isi hatinya. Beliau juga berpesan agar jangan ribut-ribut. Tangan takut-takut. karena mekanismenya itu ada. Dan beliau akan berusaha sebaik-baiknya." Jadi, "Itu bukan sign politik," tambahnya. Menurut suatu sumber sebelum berbicara di hadapan peserta Rapim Golkar itu, sebelas pengurus harian DPP Golkar telah bertemu dengan Presiden Soeharto, 12 September silam. Kepada Pak Harto, kabarnya, DPP Golkar menyampaikan bahwa Golkar akan mencalonkan kembali Pak Harto sebagai presiden. Tapi Pak Harto menjawab bahwa ia sudah lama duduk di pemerintahan. Bahkan Pak Harto menyebut-nyebut jangan sampai terjadi keributan bila ada pergantian kepemimpinan nasional. Ihwal lembaga kepresidenan ini lazim muncul menjelang pemilu. Tapi Presiden Soeharto sendiri yang mengatakan bahwa mekanisme kepemimpinan nasional yang berdasarkan konstitusi perlu terus dibudayakan. Rakyat harus diberi kesempatan memilih wakil-wakilnya. Rakyat yang menentukan kehendaknya selama lima tahun, dan MPR hasil Pemilu itulah yang kemudian memilih salah seorang warga negara untuk melaksanakan GBHN. "Mekanisme ini yang mesti dibudayakan, sehingga tak perlu khawatir bahwasanya akan ada presiden seumur hidup," kata Pak Harto di depan peserta kursus reguler Lemhanas angkatan XIX di peternakan Tri S. Tapos, akhir September lalu. Hingga kini, yang belum jelas siapakah yang akan dicalonkan sebagai wapres oleh Golkar. Sesungguhnya, ini posisi penting, karena dalam hal presiden "berhalangan", seperti diatur konstitusi, wapres akan menduduki jabatan presiden. Dari posisi ini, agaknya, proyeksi suksesi di masa depan boleh disandarkan. Terlebih jika seperti yang dikatakan Presiden Soeharto benar-benar terjadi, yakni, "Bilamana dalam melaksanakan tugas nanti selama lima tahun, di tengah jalan dipandang saya tidak mampu, supaya diganti."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus