Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Panggil saja saudari

Sejumlah wadam di semarang ditatar p-4. gagasannya timbul dari seorang wadam, mince, yang terkena jaring. suasana penataran penuh dengan humor. soal penentuan jenis kelamin nyaris kisruh. (nas)

9 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI pertama kali terjadi: 60 wadam ditatar P-4. Berlangsung 4-8 Agustus pekan ini, di aula Wisma Margo Widodo, Semarang, penataran berlangsung semarak. Memang, inilah penataran P-4 yang tergolong istimewa, karena gagasannya, ternyata, berasal dari wadam itu sendiri. Ceritanya, pada suatu malam polisi mengadakan razia di Taman Menteri Supeno, Semarang. Inilah kawasan tempat biasanya para wadam mangkal mencari cinta. Salah seorang yang tertangkap adalah Mince, yang nama aslinya Yosorman. Polisi, rupanya, kesal karena setelah dirazia toh para wadam itu kembali beroperasi di Taman Menteri Supeno. Seorang polisi lantas mengumpat, "Dasar wandu, ora tahu di-P-4 (Dasar wadam, tak pernah ditatar P-4)". Mince, yang di tangannya tumbuh bulu lebat, dan bekas atlet lempar lembing Semarang, mendengar umpatan itu, mulai berpikir. "Dari peristiwa itu, saya lalu mengusulkan kepada pengurus himpunan waria (Himwas) agar kami ditatar P-4," ujar Mince. Tak sia-sia. Dinas Sosial dan BP-7 Kota Madya Semarang menyambut gembira gagasan itu. Mengapa? "Mereka juga warga negara yang punya potensi. Dan P-4, memang, tak hanya untuk golongan tertentu saja," kata Ny. Asmah Soetrisno, Kepala BP-7 Kodya Semarang. Maka, sungguh meriah Senin malam pekan ini, kala penataran itu dibuka. Sebanyak 60 wadam, dari 100 orang yang ditargetkan, datang dengan berbagai dandanan yang mencolok, serta riasan wajah yang menor. Ada yang datang mengenakan pakaian adat daerah dan, lebih banyak lagi, memakai celana panjang ketat. Kekisruhan memang hampir saja terjadi. Pasalnya, dengan spontan, para wadam itu melontarkan pertanyaan bertubi-tubi, ketika hendak mengisi daftar hadir dan formulir. Hampir secara serentak mereka bertanya, "Ini, yang dimaksud, nama asli, atau nama samaran?" seraya menunjuk kolom nama dalam formulir. "Dan, ini, jenis kelamin diisi apa?" Ny. Asmah Soetrisno, dengan cerdik dan sabar, segera menjawab. "Begini saja. Isilah sesuai dengan yang ada di KTP," kata Ketua BP-7 ini sambil tersenyum. Tapi, rupanya, yang bingung bukan hanya para wadam itu. Wali Kota Semarang, Iman Suparto, sempat pula terkesiap, sejenak. Ini terjadi kala ia akan mengucapkan pidato pembukaan penataran. "Sebaiknya, saya ini memanggil Mbak atau Mas pada kalian," tanya Iman. Salah seorang peserta, dengan irama suara serta gerak manja seorang wadam, menjawab, "Panggiiil sajaaa Saudariii...." Dan, Pak Wali setuju. Begitulah, penataran dengan pola pendukung 17 jam pun dibuka. BP-7 dengan sengaja memilih para manggala yang beken, terdiri dari para dosen Undip, IKIP Negeri Semarang, serta beberapa Kepala Dinas di lingkungan Kota Madya, seperti Kepala Dinas Sosial. Menurut Ny. Asmah, para penatar itu semuanya telah memiliki sertifikat Tingkat I. Memang, materi penataran ini tak berbeda dengan penataran P4 lazimnya. Ada soal GBHN, tentu masalah Pancasila sendiri, dan UUD 45. Yang berbeda ialah metode penataran. "Kami sesuaikan dengan siapa yang kami hadapi," ujar Puji Utomo, Kepala Dinas Sosial Kodya Semarang. Maksudnya? "Persuasif, dan berpenampilan cengengesan Waria itu, ternyata, sangat senang jika diperhatikan, dan digoda dengan humor," katanya. Perbedaan lain ialah, setelah satu ceramah, langsung dibikin evaluasi bersama. Lazimnya, evaluasi baru diadakan pada babak akhir penataran. Tukiman, 21, yang kini berganti nama menjadi Tessy, mengaku ikut penataran P4, "Karena pimpinan ikut, ya, saya ikut." Memang, adalah Henny Puspitosari, alias Iskandar, pimpinan Himwas, yang mengerahkan para wadam itu untuk ditatar. Tessy mengatakan ia tahu kepanjangan P4. Dan Pancasila? "Itu, lho, yang ada di dada burung Garuda," katanya santai. Ny. Asmah Soetrisno berharap, setelah penataran ini, para wadam itu sadar tentang harga dirinya. Yakni, "Mereka merasa tidak ada perbedaan dengan warga negara yang lain," katanya. Sedang Mince, yang hitam manis itu, berharap, "Setelah penataran -- kami tidak dikejar-kejar polisi lagi," ucapnya. Saur Hutabarat Laporan Yusro M.S. (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus