Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kelompok masyarakat sipil, organisasi masyarakat, dan akademikus menyerukan agar pemilihan umum berlangsung aman dan damai. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siroj, mengatakan pemilu layaknya pesta yang harus dirayakan secara damai dengan semangat persaudaraan. “Kami mengajak para kontestan, tim sukses, pendukung, serta tokoh politik dan agama menciptakan situasi politik yang damai, tidak memprovokasi rakyat, dan menerima hasil pemilu dengan legowo,” kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Said mengatakan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu harus menjamin pesta demokrasi ini berjalan adil, jujur, dan bersih. Ia juga mengimbau agar masyarakat menggunakan hak pilih dan menghindari politik uang. “Jangan golput. Gunakan hak pilih dengan nalar dan nurani. Jangan pernah berkompromi dengan politik uang,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemilu kali ini menjadi momen pertama dalam sejarah, di mana masyarakat akan memilih calon presiden dan wakil presiden serta calon anggota legislatif secara serentak. Sebanyak 192 juta pemilih akan memilih calon presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Menurut Said, pemilu kali ini menjadi ujian bagi kesiapan masyarakat untuk berdemokrasi serta mengukuhkan persepsi bahwa Indonesia dapat menyandingkan Islam dan demokrasi.
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengatakan masyarakat seharusnya menggunakan momentum pemilu untuk menumbuhkan spiritualitas, merekatkan ikatan persaudaraan, serta menurunkan ketegangan politik. “Semua pihak harus menaati ketentuan serta tidak melakukan aktivitas apa pun yang dapat mengganggu ketenangan dan mencederai proses pemilu,” ucapnya.
Haedar berharap industri media massa dan pengguna media sosial menciptakan suasana kondusif dengan cara tidak menyebarkan kabar bohong. Dia juga mengajak masyarakat menggunakan hak pilihnya serta tidak menghasut, berselisih, dan membuat kegaduhan. “Hindari sejauh mungkin usaha-usaha mobilisasi massa, provokasi, dan aksi politik yang menimbulkan ketegangan.”
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat, Alwan Ola Riantoby, berharap masyarakat mengedepankan keberagaman dan toleransi selama pemilu. “Masyarakat bisa memilih dalam kedamaian dan kegembiraan tanpa ada intimidasi,” kata dia.
Senin lalu, beberapa kampus di Yogyakarta juga menyerukan pesan damai. Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi, mengajak masyarakat untuk memberikan kepercayaan kepada KPU dan Bawaslu untuk bekerja. “Adanya permasalahan teknis penyelenggaraan pemilu seyogianya diselesaikan segera. Jangan sampai mengurangi substansi dan legitimasi pemilu,” ujarnya.
Adapun Rektor Universitas Gadjah Mada, Panut Mulyono, meminta semua pihak menghormati hasil pemilu dan bersikap sportif. “Pemilu yang berjalan jujur dan adil akan menghasilkan pemerintahan yang memiliki legitimasi kuat di mata rakyat,” ucapnya. REZKY ALVIONITASARI | PRIBADI WICAKSONO | ARKHELAUS WISNU
Jumlah Pemantau Pemilu 2019 Terbanyak Sepanjang Sejarah
Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Muhammad Afifuddin, mengatakan, hingga kemarin sore, ada 138 lembaga pemantau yang sudah mendaftar di lembaga itu. Jumlah ini belum ditambah dengan para tamu dan duta besar, yang secara perseorangan akan berkunjung ke tempat-tempat pemungutan suara.
“Dalam sejarah pemilu di Indonesia, baru kali ini kita akan dipantau oleh 138 lembaga pemantau,” ucap Afifuddin di kantornya, kemarin. Bawaslu adalah lembaga yang menerima pendaftaran pemantau pemilu, sekaligus mengeluarkan akreditasi pemantau nasional, internasional, dan lokal. Dalam Pemilu 2014, jumlah lembaga pemantau hanya sebanyak 19 lembaga.
Salah satu lembaga pemantau pemilu yang terdaftar di Bawaslu adalah Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Koordinator Nasional JPPR, Alwan Ola Riantoby, mengatakan akan menggelar pemantauan tahap pertama di 15 provinsi. Pemantauan tahap pertama, kata dia, meliputi pemantauan pada masa tenang, praktik politik uang, distribusi formulir C6 atau undangan mencoblos, dan ketersediaan logistik.
Adapun pemantauan tahap kedua dilakukan pada hari pemungutan dan penghitungan suara. Menurut Alwan, pada tahap kedua, JPPR akan memotret beberapa aspek, seperti jaminan hak pilih, ketersedian logistik, serta mobilisasi dan tindakan intimidasi di TPS. “Pemantau JPPR bekerja menggunakan daftar pemantauan yang berisi pertanyaan pemantauan dengan berbasis teknologi informasi.”
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ahmad Taufan Damanik, menuturkan lembaganya juga akan ikut memantau Pemilu 2019 pada 15-18 April. Tujuan Komnas HAM, menurut dia, adalah memastikan norma-norma hak asasi manusia dijalankan secara sungguh-sungguh oleh pelaksana dan peserta pemilu.
Wilayah pemantauan Komnas HAM meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara. Daerah-daerah tersebut dipilih dengan mempertimbangkan laporan dan perkiraan kerentanan keamanan pemilu. Pemantau Komnas HAM, ucap Taufan, berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum nasional dan daerah, Bawaslu nasional dan daerah, kepolisian, lembaga sosial kemasyarakatan, media massa, serta tokoh masyarakat.
Taufan juga bergabung dengan Election Visit Program KPU pada 15-18 April, yang diikuti ratusan wakil lembaga internasional, duta-duta besar di Jakarta, wakil-wakil komisi pemilu negara asing, perguruan tinggi, peneliti, serta media massa. REZKI ALVIONITASARI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo