Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pembahasan revisi Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia alias RUU Polri berpotensi menimbulkan polemik seperti yang terjadi pada RUU TNI. Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan kesiapan untuk membahas RUU Polri jika dianggap mendesak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
RUU Polri termasuk dalam daftar rancangan undang-undang inisiatif DPR, dan pembahasannya telah dimulai sejak 2024. Berdasarkan draf RUU Polri yang diterima Tempo, sejumlah pasal yang diusulkan mengalami perubahan, dapat memantik kontroversi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sejumlah pasal diusulkan dilakukan perubahan berdasarkan draf RUU Polri yang diperoleh Tempo. Misalnya, Pasal 16 ayat 1 huruf q, yang menyatakan Polri berwenang melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menilai intervensi polisi dalam membatasi ruang siber berpotensi mengecilkan ruang berpendapat yang dimiliki publik. Menurut koalisi, kewenangan Polri dalam penindakan di ruang siber ini juga berpotensi menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan Kementerian Komunikasi dan Digital, hingga Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Penyadapan di ruang siber pun rentan terjadi, sebab dengan revisi UU Polri ini kepolisian memiliki wewenang yang diklaim sesuai UU Penyadapan. “Padahal Indonesia hingga saat ini belum memiliki suatu peraturan perundang-undangan mengenai penyadapan," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur pada 2 Juni 2024. YLBHI adalah anggota koalisi ini bersama KontraS, Imparsial, IM57+ Institute, SAFEnet, ICW, dan 15 organisasi lainnya.
Usulan perubahan yang juga menuai polemik dalam draf RUU Polri juga terdapat dalam Pasal 14 ayat 1 huruf g. Pasal itu menyatakan Polri bertugas mengoordinasi, mengawasi, dan melakukan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, penyidik lain yang ditetapkan oleh undang-undang, dan bentuk pengamanan swakarsa.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai usulan perubahan pasal ini justru mendekatkan peran Polri sebagai investigator superbody. Tugas pembinaan terhadap pasukan pengamanan swakarsa yang dimiliki Polri juga perlu dievaluasi. Sebab, Koalisi Masyarakat Sipil menilai tugas itu berpotensi memunculkan pelanggaran HAM maupun ruang bagi ‘bisnis keamanan’.
Pasal lain yang menjadi polemik dalam draf RUU Polri yaitu Pasal 16 A, yang mengatur tentang kewenangan Polri menyusun rencana dan kebijakan di bidang Satuan Intelijen Keamanan (Intelkam) sebagai bagian dari rencana kebijakan nasional.
Koalisi Masyarakat Sipil memandang usulan itu membuat kewenangan Intelkam yang dimiliki Polri melebihi lembaga lain yang mengurus soal intelijen. Lewat usulan pasal ini, Polri diduga punya kewenangan menagih data intelijen dari lembaga-lembaga seperti BSSN hingga Badan Intelijen Strategis TNI.
Masyarakat Sipil juga menentang penambahan batas usia pensiun bagi anggota Polri. Usulan ini tertuang dalam draf RUU Polri Pasal 30 ayat 2. Pasal itu menyatakan batas usia pensiun polisi diusulkan diperpanjang menjadi 60 tahun untuk anggota Polri, 62 tahun untuk anggota Polri yang memiliki keahlian khusus dan dibutuhkan dalam tugas, serta 65 tahun bagi pejabat fungsional.
Koalisi khawatir penambahan batas usia pensiun anggota Polri itu berpengaruh pada proses regenerasi dalam internal kepolisian. Masyarakat Sipil berpendapat usulan ini tidak menjadi solusi atas masalah penumpukan jumlah perwira tinggi dan menengah dalam internal Polri.
Muhammad Isnur mendesak DPR dan pemerintah tidak menyusun undang-undang secara serampangan, termasuk pembahasan RUU Polri ini. Dia meminta lembaga legislatif memprioritaskan pembahasan RUU PPRT, RUU Perampasan Aset, RUU KUHAP, RUU Penyadapan, hingga RUU Masyarakat Adat. “Kami menolak keras revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR ini,” kata Isnur pada Ahad, 23 Maret 2025.
Hammam Izzuddin, Novali Panji Nugroho, dan M. Raihan Muzakki berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Kompolnas: Pembahasan RUU Polri Setelah Revisi KUHAP Selesai