Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU mendesak Badan Legislasi atau Baleg DPR untuk segera mengesahkan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua PBNU Ulil Abshar-Abdalla mengatakan bahwa pada dasarnya ketentuan terkait alokasi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan sudah diatur lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024. Namun, menurut dia, pihaknya belum dapat mengeksekusinya secara rinci karena belum tersedia payung hukumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami mendukung supaya revisi ini cepat-cepat disahkan karena jika tidak, ada maslahat yang terganggu," kata Ulil saat melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum atau RDPU bersama Baleg di Gedung Nusantara I, Rabu, 22 Januari 2025.
Menurut Ulil, dengan disahkannya UU Minerba, Mahkamah Agung memiliki dasar untuk memutuskan judicial review terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebab, aturan sedang diajukan uji materi oleh Tim Advokasi Tolak Tambang pada Oktober lalu.
Selain itu, menurut Ulil, pada setiap kebijakan pasti memiliki dampak positif dan negatif. Dalam hal ini, PBNU memutuskan untuk menerima izin tambang karena menilai dampak positifnya lebih besar dibandingkan dampak negatifnya.
"Kami melihat bahwa maslahat dari kebijakan ini, yaitu konsesi pertambangan untuk ormas keagamaan, itu maslahatnya lebih besar daripada mafsadahnya," kata Ulil.
Baleg DPR sebelumnya menyepakati hasil penyusunan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara atau RUU Minerba menjadi usul inisiatif DPR pada Senin, 20 Januari 2025. Ketua Baleg, Bob Hasan, mengetuk palu pada tepat pukul 23.15 WIB. Sebelum mengetuk palu, Bob terlebih dahulu bertanya kepada para peserta rapat ihwal apakah hasil penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dapat diproses lebih lanjut sesuai proses perundang-undangan.
"Terima," serempak seluruh peserta rapat yang terdiri dari berbagai macam fraksi itu menjawab, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dalam muatannya, Bob menyebut RUU tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 itu berisi ketentuan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dengan cara lelang atau prioritas pada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan, organisasi masyarakat (ormas), dan perguruan tinggi.
Dalam kesimpulannya, Bob mengatakan draf itu harus segera dilanjutkan dan diproses sesuai perundang-undangan dengan melibatkan partisipasi publik. "Dan dari masukan Anda semua, kesimpulannya harus ada kajian yang mendalam melibatkan partisipasi publik. Harus kita counter terkait ahli bahasa, ahli pertambangan, dan para pengusaha yang tertera dalam undang-undang. Ormas keagamaan dan semua yang terlibat," kata dia.
Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Ragam Respons atas Terbitnya Sertifikat HGB di Laut Sidoarjo