Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Chief of Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan Setiaji memastikan keamanan data pribadi warga sehubungan terintegrasinya platform PeduliLindungi dengan 15 aplikasi. "Para mitra tidak menyimpan data apapun dari PeduliLindungi," kata Setiaji kepada Tempo, Jumat, 8 Oktober 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setiaji mengatakan data yang dikirimkan berupa token terenkripsi yang secara desain tidak dapat digunakan oleh kedua aplikasi, PeduliLindungi dan aplikasi mitra, untuk mengidentifikasi pengguna secara individu. Data ini tidak disimpan di server mitra. Demikian juga server mitra tidak menyimpan data lokasi saat check-in dan check-out pengguna ataupun meneruskannya ke sistem lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang diberikan info tentang status boleh masuk atau tidak boleh masuk (warna)," katanya.
PeduliLindungi adalah aplikasi pelacak Covid-19 yang digunakan secara resmi untuk pelacakan kontak digital di Indonesia. Aplikasi ini menjadi syarat untuk masyarakat yang menggunakan transportasi publik maupun syarat masuk ke pusat perbelanjaan, restoran, dan sejumpat tempat publik lainnya.
Saat ini, pemerintah mengintegrasikan PeduliLindungi dengan 15 aplikasi. Yaitu Gojek, Tokopedia, Grab, Traveloka, Tiket, Dana, Shopee, Livin' by Mandiri, Cinema XXI, LinkAja, Goers, Jaki, BNI Mobile, MCash, dan Loket. Selain itu, pemerintah juga mewacanakan PeduliLindungi menjadi alat pembayaran digital.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta menilai rencana pemerintah memperluas fungsi aplikasi PeduliLindungi harus memastikan aspek keamanan data bagi para pengguna. Salah satu rencana penambahan fungsi aplikasi tersebut ialah menjadi pembayaran digital.
Menurut dia, pemerintah harus memastikan dan menjamin aspek keamanan, selain soal ketahanan aplikasi yang tidak mudah diretas. "Jangan bicara tambah fungsi menjadi superapp (super aplikasi) kalau keamanan data pengguna belum memadai," ujar Sukamta, Ahad, 3 Oktober 2021.
Menurut dia, pemerintah harus belajar dari pengalaman bocornya data aplikasi e-hac dan sudah terlalu sering terjadinya kebocoran data pribadi. Oleh sebab itu, dia menilai wajib bagi pemerintah untuk menjamin aspek keamanan pengguna.
FRISKI RIANA
Baca: 6 Kasus Kebocoran Data Pribadi di Indonesia