Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pegiat Literasi Protes Perubahan Sistem Pengiriman Buku Gratis

Program Free Cargo Literacy diambil alih oleh Badan Bahasa Kementerian Pendidikan.

6 Maret 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah anak didampingi orang tuannya membaca buku dari Perpustakaan Dauzan pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car Free Day (CFD) di Solo, Jawa Tengah, 23 Februari lalu. ANTARA/Maulana Surya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Pegiat literasi memprotes kebijakan pemerintah yang mengalihkan pengelolaan program pengiriman buku gratis atau Free Cargo Literacy dari PT Pos Indonesia ke Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka beralasan, sejak dikelola oleh Badan Bahasa pada 2019, pegiat literasi kesulitan memanfaatkan program pengiriman buku gratis tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Any Anggorowati, pegiat literasi asal Banyumas, berujar pengalihan kewenangan kepada Badan Bahasa telah menghambat program Free Cargo yang bertujuan meningkatkan budaya literasi di Indonesia. "Kami berjuang agar Free Cargo dikembalikan ke PT Pos, supaya tepat sasaran, terarah, dan membantu kami menyebarkan virus literasi di daerah," katanya kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Program Free Cargo digagas pada 2017 oleh para pegiat literasi bersama pemerintah. Ketika itu, Presiden Joko Widodo berjanji akan mengirim 10 ribu buku secara gratis kepada setiap pegiat. "Saya perintahkan di setiap titik, titik, titik, titik, itu dikirim paling tidak minimal 10 ribu buku," kata Jokowi pada Mei 2017.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy kemudian menyiapkan 158 judul buku yang akan disebar ke seluruh pelosok negeri. Pemerintah lalu menggandeng PT Pos Indonesia untuk mengirimkan buku secara gratis pada tanggal tertentu. Pengiriman gratis bisa dilakukan satu hari setiap bulan.

Any berujar program pengiriman buku gratis dilakukan setiap tanggal 17. Program ini diklaim sangat membantu para pegiat literasi untuk menyebarkan buku ke daerah-daerah terpencil. Menurut dia, melalui program Free Cargo, donatur dapat terbantu untuk mengirimkan buku ke pegiat literasi di daerah.

"Setiap bulan bisa dapat tiga paket, masing-masing seberat lima hingga sepuluh kilogram. Buku itu lalu kami sebar ke simpul-simpul pustaka di daerah," tuturnya.

Any menilai PT Pos Indonesia sudah menyebarkan buku ke berbagai daerah dengan baik. Namun sejak diambil alih oleh Kementerian Pendidikan, ia mengimbuhkan, program Free Cargo menjadi tidak optimal dan jumlah koleksi buku menurun. Menurut dia, saat ini pengiriman buku harus dilakukan melalui Kementerian Pendidikan.

"Pergi ke kantor Kementerian Pendidikan saja sudah makan waktu. Di sana buku dipilah, disaring lagi, entah kapan dikirim. Begitu pula maksimal pengiriman tiga kilogram," dia mengungkapkan.

Any mengatakan Kementerian Pendidikan juga pernah menuding pegiat literasi menyalahgunakan program Free Cargo untuk mengirim buku-buku yang tidak cocok sebagai bahan bacaan masyarakat. Menanggapi tudingan tersebut, Any menegaskan bahwa pegiat literasi selalu berhati-hati dalam memilah buku.

Pegiat literasi Bengkel Baca Reok, Nusa Tenggara Timur, Supriatin, mengatakan bahwa program Free Cargo sangat membantu dia mengirim buku dari para donatur di Jakarta ke Nusa Tenggara Timur. "Kalau lewat jalur ekspres biasa di PT Pos, biaya mengirim buku seberat 45 kilogram bisa mencapai Rp 3,4 juta," kata dia.

Penggagas Pustaka Bergerak, Nirwan Ahmad Arsuka, bahkan telah membuat petisi online untuk mendesak pemerintah melanjutkan program Free Cargo. Menurut dia, program ini membutuhkan payung hukum agar PT Pos Indonesia dapat terus mengirimkan buku secara gratis ke pelosok daerah.

Kepala Badan Bahasa Kementerian Pendidikan Dadang Sunendar menyatakan pihaknya belum dapat memastikan program Free Cargo dapat dilanjutkan pada tahun ini atau tidak. "Tahun ini belum ada kelanjutan. Kami masih menunggu arahan Menteri Nadiem Makarim," kata Dadang, kemarin.

Dadang menjelaskan bahwa program Free Cargo dilaksanakan oleh PT Pos sejak 2017-2018. Pada 2019, program ini dialihkan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan dan Badan Bahasa. Hal ini dilakukan berdasarkan perjanjian dengan PT Pos yang berlaku hingga Desember 2019. HALIDA BUNGA FISANDRA | AVIT HIDAYAT


Pegiat Literasi Protes Perubahan Sistem Pengiriman Buku Gratis

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus