Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Mendagri Tito akan Klarifikasi Pj Gubernur Jakarta Soal Aturan ASN Boleh Poligami

Tito belum bisa memberikan tanggapan soal aturan terkait poligami tersebut.

18 Januari 2025 | 11.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (tengah) bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti (paling kiri); Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Yandri Susanto (kiri tengah); Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana (kanan tengah); dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Rachmat Pambudy (paling kiri) setelah rapat terbatas program makan bergizi gratis di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, 17 Januari 2025. Tempo/Eka Yudha Saputra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian akan mengonfirmasi ke Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi ihwal aturan yang mengizinkan ASN DKI Jakarta untuk poligami. Tito belum bisa memberikan tanggapan soal aturan terkait poligami tersebut. Ia perlu menanyakan langsung hal tersebut ke Teguh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Senin (20 Januari) saya akan berkunjung ke DKI jam 3 atau jam setengah 4 ya, dalam rangka mengecek persetujuan bangunan gedung. Di situ nanti saya akan tanyakan juga,” kata Tito di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, 17 Januari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Jakarta lewat keputusan Pj Gubernur menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian. Beleid yang ditetapkan 6 Januari 2025 lalu terdapat syarat pemberian izin bagi ASN Jakarta yang hendak poligami.

Pada pasal 4 ayat 1 disebutkan pegawai ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang wajib memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan perkawinan. Bagi ASN yang melakukan poligami tanpa didahului izin oleh pejabat yang berwenang maka akan dikenai sanksi. 

“Dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tulis beleid yang diteken Teguh Setyabudi tersebut seperti dilihat Tempo di situs resmi Pemprov DKI Jakarta.

Teguh Setyabudi berdalih Pergub Nomor 2 Tahun 2025 bertujuan untuk melindungi keluarga ASN. Meski ada pasal yang mengatur perizinan poligami, Teguh menegaskan aturan ini justru memperketat urusan perkawinan maupun perceraian.

“Kami ingin agar perkawinan, perceraian, yang dilakukan ASN di DKI Jakarta itu bisa betul-betul terlaporkan. Sehingga nanti juga untuk kebaikan,” kata Teguh saat ditemui di kawasan Ancol, Jakarta Utara pada Jumat, 17 Januari 2025.

Teguh menegaskan ada sejumlah kriteria ketat bagi ASN pria hendak melakukan pernikahan dengan lebih dari seorang perempuan. Sehingga, menurut dia pengawasan terhadap perkawinan bisa lebih ketat lagi.

Teguh menjelaskan, Pergub tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian itu memiliki banyak aturan yang justru membantu memastikan hak-hak keluarga terpenuhi. 

“Esensinya adalah pelindung keluarga, banyak yang diatur terkait bagaimana pelaporannya,” ujar dia.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta Chaidir mengatakan aturan ini dibutuhkan mengingat banyaknya jumlah ASN di Provinsi Jakarta.

"Sehingga, tidak ada lagi ASN yang bercerai tanpa izin atau surat keterangan dari pimpinan, serta tidak ada lagi ASN yang beristri lebih dari satu yang tidak sesuai dengan perundang-undangan,” kata Chaidir dalam keterangan resminya, Jumat, 17 Januari 2025.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Pemprov DKI Jakarta diskriminatif terhadap perempuan dengan menerbitkan aturan tersebut. 

"Poligami merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan karena menciptakan ketidaksetaraan dalam relasi pernikahan," kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 17 Januari 2025.

Menurut Usman, regulasi tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip kesetaraan gender dan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh peraturan nasional dan internasional. Salah satunya bertentangan dengan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW). Sehingga ia menolak peratuan tersebut. 

“Poligami harus dihapuskan karena praktik tersebut merendahkan martabat perempuan," kata Usman. 


Hammam Izzuddin dan Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam artikel ini.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus